Bergaul dengan orang yang berfikir negatif dengan sendirinya mendorong anda jadi pemalas, gagal.
Happy Reading
.
.
.
Malam hari yang begitu menyeruak membuat semua insan tengah menikmati kopi bersama angin malam, namun tidak dengan Aku dan juga Ahmad. Melainkan aku masih saja berada di dalam ruangan tertutup rapat itu, gelap, dingin karna angin malam, berantakan dan agak kotor.Deru hangatnya nafas yang aku suguhkan, memejamkan mata dengan menghela nafas panjang, tubuh yang sudah lama meronta ingin merebah, rasanya ingin ambruk.
Badanku sudah mulai lemas dan tak berenergi lagi, tak sebiji pun makanan yang masuk ke dalam perutku selama di dalam ruangan ini. Tubuhku menggigil karna angin malam yang begitu sejuk, Hoodie yang aku pakai mungkin tidak mempan dengan angin malam ini.
Ahmad berusaha ingin memberiku Hoodie yang ia pakai karna kasihan denganku, namun aku terus saja menolaknya. Tidak mungkin juga jika aku akan menerimanya sedangkan ia akan menahan kedinginan.
"Ayolah Al, nggak papa, fisik cowok emang beda dengan fisik cewek. Udah pakai nggak usah sok tegar deh!" pinta Ahmad berusaha memakaikan Hoodienya.
"Ihk nggak usah di pakein kali! Emang aku Aska Apa?" tahanku mengerutkan alisku dengan sok imut.
"Hm serah kamu lah," ucap Ahmad seraya mengehembuskan nafas.
"Hehe," ucapku terkekeh.
Di sisi lain, Aska yang sedari tadi menungguku di teras rumah mba Ramlah. Tampaknya ia sudah kelelahan menungguku, mba Ramlah ke warung kopinya dari tadi sore, otomatis Aska sendirian di rumahnya.
Author P.O.V.>
Flashback On
"Aska! Yakin nggak mau ikut mba?" tanya mba Ramlah bersama tas selempang yang berisi bungkusan kopi.
"Mmm ngga ucah deh mba, Aska nunggu kakak Aska aja disini, entar kakak Aska datang juga kok jemput Aska," jawab Aska masih dengan lambat dan kurang jelas.
"Umm, ya udah mba pamit dulu yah, kalo kakak Aska belum jemput juga, ke warung mba aja yah." ucap mba Ramlah dengan tersenyum.
"Oke deh," teriaknya dengan membulatkan antara jari telunjuknya dengan ibu jarinya.
"Hmm anak yang pintar." puji mba Ramlah seraya mengacak-acak rambut Aska.
"Iya dong mba, kakak aku yang ngajalin," ucapnya.
Mba Ramlah yang sudah menganggap Aska anak sendiri ikut senyum melihat Aska tampak bahagia. Alma merasa bersyukur karna ada yang ingin membantunya menjaga Aska jika Aku berangkat ke sekolah.
"Sampai saat ini kok kak Alma belum datang juga sih, aku capek nunggunya, udah malem lagi, Aska takut kak," ucap Aska tampak cemberut dengan mata yang berkaca-kaca.
"Apa aku ke walung mba Lamlah aja yah," fikirnya.
"Hmm aku ke sana nggak yah, kalau aku kesana pasti gelap, kalau ada penculik gimana?" fikirnya tampak ketakutan.
Karna tidak ada pilihan lain, Aska memilih untuk ke warung kopi bu Ramlah yang tidak terlalu jauh dari rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALMA
Novela JuvenilTidak ada anak yang ingin orang tuanya menjadi seorang pejudi dan ibu yang kerjanya cuman menghabiskan uang saja. Namun seorang gadis kecil yang sejak lahir mengalami kehidupannya ini. Hidupnya yang tak pernah merasakan bahagia bersama orang tua. Ai...