Kecerobahan

154 153 49
                                    


Happy Reading
'
'
'

Aku sedang mengemas barang-barang yang ingin aku bawa ke sekolah . Mulai dari bekal, alat tulis, dan pakaian. Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Astaga!!! Aku lupa mencuci sepatuku, bagaimana ini? Aku akan dihukum oleh bu Mala. Bagaimana ini bisa terjadi? Aku sangat ceroboh, tidak bisa membagi waktu dengan baik.

Aku segera mencari pakaian yang tak layak untuk di pakai, akhirnya aku menemukan pakaian yang mungkin tidak di pakai lagi. Segeralah aku mengambilnya di atas rumput yang tidak terlalu lebat di belakang rumahku. Aku segera mengelap sepatuku dengan membasahai pakaian yang tadi aku temukan.

"Akhirnya selesai juga." ucapku.

"ALMAAAA...." suara teriakan yang membuat pendengaranku berciut. Aku segera mengarahkan badanku ke sumber suara itu. Ternyata ia ibuku, aku melihatnya tampak sangat marah. Aku hanya mengulum bibirku dan menatapnya penuh takut.

"Anak nggak becus! " Ketusnya seraya merampas pakaian yang tadi kugenggam.

"Hah? Bisa-bisanya ibuku memanggilku dengan sebutan itu. Kini hatiku benar-benar terpukul mendengar ucapannya barusan. Ya Allah sabarkanlah aku, aku tidak akan pernah benci dengan ibuku. Tapi ku mohon, berilah dia hidayah untuk menyayangiku seperti teman-temanku yang lain. " batinku tampak sangat sedih, kini air mataku ingin menetes dengan sederas-derasnya. Namun aku harus bisa menahannya, aku tak akan mungkin memperlihatkan kesedihanku di depan ibuku, aku tidak mau di juluki anak yang cengeng lagi waktu aku masih berumur BALITA.

"A-a-apa salahku bu?" Ttanyaku tampak heran dengan gugup.

"Salah kamu banyak! Kenapa tidak mencuci sepatumu kemarin? Kenapa tidak memasak, ibu akan pergi dan kamu belum juga memasak. Dan yang terakhir salah kamu adalah mengelap sepatu jelekmu dengan pakaian mahalku! " tegas ibuku dengan menatapku seperti musuhnya.

Mendengar kata lantang ibuku barusan, air mataku kini meneteskan air mata setetes demi setetes. Jika air mataku ingin meneteskan air mata aku menghadap ke atas menahannya untuk tidak memperjelas jika aku sedang menangis.

"M-ma-maafin aku bu, aku kira ibu sudah membuangnya. Pakaian ibuku ku dapatkan di bawah tanah. " ucapku sudah sangat takut.

"Jangan banyak alasan, udah! Cepet cuci baju ibu sekarang! " pinta ibuku seraya melempar bajunya pada wajahku.

"Apa tidak bisa besok bu? Aku sedang sekolah, dan kemungkinan waktuku tidak akan cukup jika ingin mencucinya dulu. Kan hari esok ada. " tolakku dengan lembut berusaha menampakkan senyuman indah, namun sesak di dada.

"Anak kecil nggak usah ngebantah, udah sana! Sekolah tidak sekolah kamu akan selalu begini. Tidak akan pernah jadi orang yang suskes, sama seperti ayahmu yang nggak ada guna itu! " pekik ibuku kemudian pergi dariku.

"Ya Allah, kenapa orang tuaku seperti ini? Tampaknya tidak ada yang menyayangiku sama sekali. Selalu mengiris-iris hatiku, apakah sampai dewasa aku akan seperti ini terus? Ya Allah tabahkanlah hati kecil ini, aku sudah sangat lemah mendengar ucapan Kedua orang tuaku seperti ini. " batinku mulai meneteskan air mataku dengan sangat deras. Ibuku sudah pergi, maka ini waktunya menangis sekencang-kencangnya untuk mengobati irisan hatiku ini, walaupun masih ada bekas luka di dalamnya.

"Alma? Alma kok nangis?" tanya Ahmad dengan sendirinya yang tak sengaja melihatku duduk di atas rumput yang tak terlalu lebat lalu menghampiriku. Rumah Ahmad memang agak berdekatan, jika Ahmad ingin ke sekolah pasti lewat di depan rumahku.

"Alma kamu kenapa? Kok nangis?" tanya Ahmad seraya mengelus pundakku pelan.

"Aku nggak papa. " jawabku mulai menampkkan senyumanku, sayangnya mataku tetap tidak bisa berbohong. Mataku kini memerah dan agak bengkak karna tangisan barusan. Aku segera mengusap-usap wajahku dan berusaha tersenyum.

"Nggak apa-apa kenapa? Orang mata kamu bengkak kok. " selanya sembari duduk di atas tanah bersamaku.

"Ehh kenapa ikutan duduk? Nanti pakaian kamu kotor, udah bangun ihk! Aku juga udah mau berangkat nih." tegurku bangkit dari duduk.

"Hehe iya-iya, tolong bantuin berdiri dong." pintanya.

"Ihk manja banget. " ucapku meraih tangan Ahmad, dibalas Ahmad yang hanya tertawa kecil.

"Lagian kamu abis ngapain sih duduk di situ, nangis lagi. " pekiknya penasaran seraya mengikutiku berjalan.

"Aku jatoh tadi. " ucapku berbohong.

"Oohhh...kasian." lirihnya, aku hanya memandangnya sekilas kemudian membuang muka.

Beberapa menit kemudian akhirnya kami sudah berada di depan rumah Tia, kami pun berjalan bersamaan ke sekolah dengan tampak gembira.

"Ehh Tia, tadi Alma jatuh loh! " sahut Ahmad.

"Oyyah?" tanya Tia terkejud, aku yang hanya merasa bersalah karna sudah berbohong pada kedua sahabatku.

"Iya, kaisan tau. " jawab Ahmad.

"Trus apanya yang luka Al?" tanya Tia tampak khawatir.

"Nggak ada kok, cuman kepeleset dikit." jawabku beralasan.

Sampai di sekolah, aku dan juga Ahmad kini sudah berada di dalam kelas. Begitu pun dengan dengan Tia yang sudah berada di kelasnya.

Pelajaran pun di mulai, tiada suara kecuali suara bu Mala. Kami hanya duduk terdiam mendengarkan penjelasan dari bu Mala, terkecuali dengan Mirda, Kiky, dan juga Fina. Mereka memang tak pernah memperdulikan pelajaran, hingga tak pernah menjawab pertanyaan yang di berikan bu Mala. Paling-paling yang suka menjawabnya hanya aku, Ahmad dan juga Pasya. Kami bertiga memang selalu bertukaran rengking, mulai dari 1, 2, sampai 3. Hanya itu yang selalu berbolak - balik.

setelah pembelajaran selesai, akupun segera ke warteg untuk melaksanakan pekerjaanku kembali. Seperti biasa suara-suara mangkok dan juga piring-piring sangat berciut-ciut di pendengaran. Aku segera berlari ke wc dan mengganti seragam sekolahku. Aku pun membantu pak Rusdi hingga waktunya selesai.











Salam Author

Alda Maylanda

ALMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang