Jika seseorang sudah terbiasa malas dan menyia-nyiakan waktu maka untuk rajin menjadi hal yang sulit baginya.
Happy reading
•
•
•Hari ini aku ke sekolah agak cepat, karna jika lambat aku tidak akan mendapatkan kesempatam untuk menjual. Setiap hari sekolah aku bangun lebih cepat untuk menggoreng kripiknya, kata pelangganku kripiknya akan tambah enak jika masih baru. Lama bukan berarti tidak enak, namun jika baru pasti akan beda dengan yang lama.
Kripik singkongku sudah habis sebagian, dan akhirnya bel berbunyi. Aku segera memasukkan daganganku ke dalam tas dan segera bergegas ke kelas.
Sampai di sana ternyata belum ada guru, aku yang sudah berada di ambang pintu melihat keadaan kelas. Hufftt seperti biasanya jika masih belum kedatangan guru pasti sangat ribut.
Dhea, Wirda, dan juga Kiky melihatku dengan mencibirku, entah ada apa dengan mereka.
Mereka memang masih satu sekolah denganku, begitu pun dengan Ahmad. Ada beberapa teman Sdku yang masih sama sekolah denganku.
Tapi yang ku bingungkan Dhea and the gang masih saja tidak suka denganku. Aku sama skali tidak mempermasalahkan tentang itu, yang skarang ku inginkan adalah kasih sayang dari orang tua saja. Tapi alangkah baiknya juga jika tidak ada yang membenci kita.
"Ahmad! Bentar kita ke rumah ustaz yah!" panggilku menghampiri Ahmad dengan meletakkan ranselku ke atas meja.
"Iya." jawabnya,
"Btw ngapain?" lanjutnya bertanya.
"Mmm.. belajar kan?" tanya balik aku mengingatkan.
"Loh! Kan biasanya juga di mesjid," sahutnya dengan mengernyit.
"Katanya nggak tinggal di mesjid dulu, kalo abis sholat ustaz akan langsung pulang. Karna ada pekerjaannya yang harus ia kerjakan," jelasku.
"Oohh, kok nggak liburin kita aja kalo lagi sibuk?" tanyanya lagi.
"Katanya pengen di bantu juga sih," jawabku. Ahmad hanya meng"o"kan jawabanku.
"Pagi anak-anak." sapa guru matematikaku yang baru saja datang.
"Pagi bu.." ucap siswa-siswa serentak.
Akhirnya pelajaran di mulai, tidak ada sama skali suara selain guru matematikaku yang menjelaskan di atas. Hufft... sepertinya susah untuk memahaminya, rumusnya begitu berbolak-balik di otakku. Kenapa baru kali ini kepalaku sakit jika belajar?
Ya Allah.. Kepalaku sangat sakit, aku tidak bisa memaksakan untuk memahami pelajaranku hari ini. Terpaksa aku hanya diam dan menatap mulut yang sedang berbicara di atas.
Setalah pelajaran selesai, aku masih heran dengan kejadian tadi. Teman-temanku sudah keluar dari kelas, hanya aku dengan Ahmad yang masih saja di sini. Aku memilih untuk memberitahukan pada Ahmad yang ku alami barusan dan sepertinya Ahmad mengerti kenapa kejadian barusan terjadi.
"Emang ada apa denganku Mad?" tanyaku dengan mengerutkan Alisku
"Sebenarnya, kamu mempunyai penyakit yang cukup parah sejak kecil Al," jawabnya tampak tidak tega memberitahukanku.
"Apa? Kenapa kamu nggak pernah cerita Mad?" Aku terkejud mendengar kata-kata Ahmad barusan, aku dengan memukul-mukul pundak Ahmad. Aku memang sudah biasa memukulnya dari kecil, akhirnya aku kebiasaan sampai kami besar.
Ahmad sudah ku anggap saudaraku sendiri, jadi tidak apalah jika harus terus bergaul dengannya. Lagian Ahmad juga sangat baik, apa yang ku maui pasti ia lakukan. Baik kan? Hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALMA
Teen FictionTidak ada anak yang ingin orang tuanya menjadi seorang pejudi dan ibu yang kerjanya cuman menghabiskan uang saja. Namun seorang gadis kecil yang sejak lahir mengalami kehidupannya ini. Hidupnya yang tak pernah merasakan bahagia bersama orang tua. Ai...