Bakat terpendam

88 70 32
                                    

Budayakan Vote sebelum membaca yah😉

Happy reading


Sudah beberapa bulan setelah kepergian ibu dan ayahku, aku yang sedang melihat dedaunan berguguran  tertiup angin yang jatuh dari pepohonan. Kulitku tertusuk oleh udara dingin dengan menggunakan Hoodie hitam agar membuatku merasakan kehangatan. Aku menggigil karena udara yang sangat dingin ini, melihat Ahmad menghampiriku dengan sebuah rantang yang pas-pasan. Aku ketawa melihatnya, lucu aja ngeliat seorang laki-laki muda membawa-bawa rantang kemana-mana.

"Ehh Ahmad!" ucapku.

"Hmm iya, nih makanan buat kamu," ujar Ahmad seraya menyodorkan rantang yang dibawanya tadi, aku hanya menatapnya dan tertawa.

"Kenapa ketawa-ketawa?" tanya mengernyitkan kening.

"Nggak, lucu aja kamu bawa-bawa rantang," jawabku terkekeh.

"Hmm sudah aku duga, asal kamu tau yah Al, aku tu udah nahan gengsi banget demi kamu. Mala orang-orang nanya-nanya lagi mau bawa kemana," sela Ahmad   memonyongkan bibirnya, namun aku sudah tau kalau dia akan tidak peduli dengan ucapan orang lain.

"Iyalah harus gitu," ucapku.

"Hmm"

"Oh iya btw, jalan-jalan yuk!" ajak Ahmad.

"Kemana?" tanyaku.

"Belanja mau?" tanya baliknya.

"Okelah, kebetulan susu Aska juga udah habis," jawabku.

"Okey, Aska masuk mandi nak! Kita belanja ke mall mau?" pinta Ahmad seraya menaik turunkan Alisnya.

Hmm berasa jadi Ayah sih Ahmad. Dia sih manggil Aska a.nak, ihk dasar Ahmad.

"iya kak Ahmad yang paling baik." puji Aska mengkedip-kedipkan bola matanya seraya tersenyum.

"Hmm okey, udah masuk sana! Mandi yang bersih yah," pinta Ahmad.

"Iya...iya..." kata Aska yang sudah memasuki rumahku.

"Emang dia udah pinter mandi sendiri yah?" tanya Ahmad padaku.

"Iyalah, adik aku gituloo" jawabku seraya menaikkan sebelah Alisku. Yang dibalas hembusan nafas oleh Ahmad.

"Ahmad!" panggilku.

"Aku rindu sama orang tuaku," ucapku cemberut.

"Kalo kamu ngomong gitu aku nggak tau mau balas apa Al selain sabar," sahut Ahmad.

"Iya nggak papa aku mau curhat aja, aku sangat rindu mereka Mad," ringisku. Ahmad yang tidak tau mau ngapain hanya bisa mengelus pundakku.

"Sabar Al, kamu keluarin aja yang mau kamu keluarin jangan di pendam," sela Ahmad ikut sedih.

"Aku nyanyi aja yah Mad!" ucapku.

"Hmm iya nanti aku dengerin," lirihnya.

Ahmad yang mendengarkan suaraku tampak merasa nyaman mendengarnya.

اُمِّىْ
ثُمَّ اُمِّى الْحَدِّ اٰخِرِ يَوْم فَى عُمْرِىْ
حُبِّ مِنْ اَوِّلْ حَيَاتِىْ وَهَمُّهْ هَمِّىْ
اِلِّى كَتَّرْ خَيْرهَا دَابْ خَيْرهَا فِى دَمِّى وَعَايِشْ فِيْه

ALMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang