Three

10 2 0
                                    

Selamat datang, selamat membaca.

***

Zealire menatap jeri komplotan mirip preman itu. Tubuhnya berlindung di balik badan lelaki yang tadi berbisik. Dilihat dari wajahnya, semoga dia orang baik. Atau paling tidak, bukan bagian dari mereka yang di luar.

Mati-matian Zealire menahan napas dan gerakan. Dia tidak ingin dapat masalah di hari pertama misi. Zealire mengalihkan perhatian ke lelaki di sampingnya. Tato naga itu cukup keren.

Tiba-tiba, si pemilik tato menoleh. "Kamu suka?"

Tanpa ingin menjawab, Zealire hanya mengangguk kecil. Baru saja gadis tersebut hendak menghela napas lega, tubuh besar melintas di depan mereka. Dialah yang mengejar Zealire.

Beberapa saat tubuh penuh tato dan otot biseps besar itu mondar-mandir di depan tong sampah tempat mereka bersembunyi. Hingga akhirnya, Zealire dapat bersuara kembali. Namun, keadaan tidak sebaik itu. Dia ada di antara tong sampah berbau busuk.

Zealire mendudukkan diri, menyandar pada tembok dengan cat mengelupas. "Sudah aman?" bisiknya.

Lelaki itu mengintip dari celah, kanan-kiri, kemudian mengangguk mantap. "Siapa kamu? Sedang apa di sini? Kamu tahu, 'kan, kota seperti apa Bleedpool ini?"

Diberondong pertanyaan di saat dia menormalkan napas, Zealire memejamkan mata sejenak. Belum genap satu jam di Bleedpool sudah memacu adrenalin dan pegal akibat lari. Dia memeluk lutut. Meratapi gembolan isi pakaian dan makanan yang terbuang sia-sia.

Ada satu hal lagi yang Zealire khawatirkan. Lelaki di sebelahnya. Meski telah menolong, tetap saja bisa jadi golongan orang jahat, bukan? Unik, impuls membuat Zealire mengulurkan tangan. "Zealire."

Lawan bicaranya terkekeh pelan. "Kita berkenalan di tempat yang buruk. Mau keluar dahulu? Cari tempat yang nyaman. Kamu aman selama bersamaku."

Giliran benak Zealire yang bertanya-tanya. Siapa dia sampai meyakinkannya begitu? Apakah pemimpin komplotan penjahat di Bleedpool? Benar kata Freqiele. Pikiran buruk membawa dampak yang serupa.

Uluran tangan Zealire disambut genggaman. Diam-diam gadis itu mengulum senyum ketika digandeng keluar dari gang sempit. Mereka masuk lebih dalam ke kota. Bertemu beberapa pemabuk dan melihat jual-beli narkoba.

Zealire menunduk, berusaha tidak terlihat mencolok. Fokusnya teralih pada tautan tangan dengan si penyelamat tadi. Tangan lelaki itu besar, terasa cocok untuk miliknya yang mungil. Aduh, gila.

Darah Zealire berdesir. Dia malu sendiri membayangkan kisah romansa yang tidak-tidak. Ini pasti sugesti ego karena sudah mendengarkan cerita Freqiele dan Trapesium.

Ketika Zealire mendongakkan kepala lagi, dia sadar sudah masuk ke pemukiman yang lebih kecil. Hampir mirip ketika dia sampai pertama kali. Zealire memekik kecil ketika dilihatnya seorang perempuan muda menodongkan pisau ke pria tua.

"Jangan begitu. Anggap saja mereka tidak ada atau kamu akan menjadi target selanjutnya."

Mendengar ucapan lelaki yang menggandengnya, Zealire mengangguk saja. Mereka sampai di sebuah kedai. Tidak terlalu besar, tetapi banyak manusia yang duduk di sana.

Bleedpool lebih mirip kota koboi karena bangunan kedainya pun persis. Terbuat dari kayu dan tempat duduknya adalah tong besar dan cukup tinggi. Zealire duduk dengan rasa sangsi.

"Hoi, Shaq, pesan apa?" tanya wanita yang bertugas sebagai penjual kedai.

Lelaki di samping Zealire-Shaq-mengangkat ujung bibir. "Seperti biasa, dua gelas."

BLEEDPOOL: ZEALIRE VURBENT [SERIES 3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang