"Rian belum datang ke sekolah?"
"Belum, Bu."
"Ya ampun. Sudah berapa hari dia tidak datang? Kita mengerti kalau dia sedih, tapi dia juga tidak bisa terus-terusan seperti ini."
Bu Freya menghela napas. Sudah tiga hari sejak kematian Arga, dan sudah tiga hari pula Rian tak pernah datang ke sekolah. Ia dan guru-guru yang lain tentu cukup mengkhawatirkan murid pintar kesayangan sekolah mereka itu.
"Memangnya ada apa dengan Rian?" tanya Bu Nisa.
"Ah, itu. Murid yang meninggal beberapa hari yang lalu itu teman dekatnya Rian. Jadi Rian pasti sangat sedih hingga tak pergi ke sekolah selama beberapa hari terakhir ini," jelas Bu Freya.
"Aaah ...." Bu Nisa mengangguk pelan. Ia memang sempat melihat Rian yang menangis di pemakaman beberapa hari yang lalu. Ia juga melihat adik suaminya, Mahira Hasna Fairuz, yang memeluk Rian.
Bu Nisa menunduk dan menghela napas berat. Rian sedang mengalami masa yang berat, tapi ia sebagai sang Mama tak bisa menemani dan meringankan bebannya itu.
⛈️🌧🌦
Hari ke-lima setelah kematian Arga
Haaaaaah ....
Rian menghela napas panjang tepat ketika ia menjejakkan kakinya di depan sekolah. Ia akhirnya memutuskan untuk kembali bersekolah, berusaha untuk bangkit dari kesedihan dan keterpurukannya. Ia tak mau orang-orang sekitarnya terus-terusan khawatir padanya, apalagi Tantenya yang sangat peduli pada dirinya.
Rian menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan pelan. Ia menatap gedung sekolahnya. Ada begitu banyak kenangan tentang Arga di sekolah itu. Arga yang selalu menghampiri dan merangkulnya setiap pagi kemudian berjalan bersama menuju kelas, Arga yang selalu meminta buku tugas dan catatannya untuk disalin, hingga ketika ia dan Arga menghabiskan waktu istirahat bersama di kantin.
Sekali lagi, Rian menarik napas panjang lalu menghembuskannya. Ia kemudian mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam area sekolah.
Langkah Rian menuju kelasnya begitu pelan, bagaikan terseret. Tiba di depan kelasnya, Rian kembali menghela napas sebelum memberanikan diri untuk masuk.
"Oh? Rian! Lo udah dateng!" sambut Aurel senang.
"Hm." Rian tersenyum tipis sambil melangkah menuju bangkunya. Ia sempat terpaku beberapa saat menatap bangku Arga sebelum akhirnya mendudukkan dirinya.
"Hei, lo baik-baik aja, 'kan?"
"Jangan terlalu sedih, ya."
"Semangat, Rian!"
Rian tersenyum mendapati teman-teman sekelasnya yang juga mencemaskannya itu. Perasaannya menjadi cukup membaik karenanya.
Sementara itu, Leo hanya diam menatap Rian dari bangkunya. Tak lama kemudian, Bu Freya melangkah masuk ke dalam kelas.
"Oh, Rian! Untunglah kamu sudah datang!" seru Bu Freya. Ia sanyat bersyukur bisa melihat wajah Rian pagi ini.
"Maaf udah ngebuat Ibu dan temen-temen yang lain khawatir," kata Rian pelan.
"Gak papa. Ibu dan semua orang maklum sama kesedihan kamu, kok. Yang jelas, Ibu sangat senang dan berterima kasih banget karena kamu udah mau ke sekolah lagi."
Rian tersenyum mendengar perkataan tulus wali kelasnya itu.
"Kamu tetep semangat, ya. Jangan terlalu terlarut sama kesedihan kamu."
Rian mengangguk. "Iya, Bu."
⛈️🌧🌦
Rian membereskan buku-bukunya dengan malas-malasan. Setelahnya, Rian melangkah keluar dari kelasnya dengan pelan. Jam istirahat akhirnya tiba, tapi Rian rasanya terlalu malas untuk ke kantin. Akhirnya, Rian membawa kakinya melangkah menuju taman belakang sekolah yang sepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Haters and Lovers of Rain [END]
Teen Fiction"Hujan itu cuma membawa petaka, bencana, dan kesialan!" "Hujan itu membawa ketenangan dan kebahagiaan. Kau hanya perlu menikmatinya." - - - Rintik hujan yang turun membasahi bumi membawa begitu banyak cerita dengan penuh kenangan. Kenangan itu ada...