🌧27🌧

34 10 4
                                    

Happy Reading♡

♥ Jangan lupa tinggalin jejak berupa vote dan komen ♥

🌧⛈️🌦

Raina duduk di kursinya sambil menopang dagu dengan pandangan kosong. Penjelasan dari sang guru yang ada di depannya tak ada yang masuk ke otaknya. Ia sibuk memikirkan tindakan Rian yang membingungkan.

Setelah hari itu, Rian terus menghindari Raina. Ketika keduanya secara tak sengaja berpapasan, Rian pasti langsung melengos pergi, seolah-olah tak melihatnya. Ketika Raina mencoba memanggil Rian pun, cowok itu selalu berpura-pura sibuk dan tidak mendengarnya.

Contohnya saja saat Rian dan Raina secara kebetulan tiba di sekolah bersama saat pagi. Raina baru saja membuka mulut untuk menyapa, tapi dengan secepat kilat Rian sudah menghilang lebih dulu.

Contoh lainnya ketika mereka berdua berpapasan di perpustakaan, kantin, lorong kelas, hingga tempat pembuangan sampah. Rian langsung pergi sebelum Raina bahkan belum sempat mengucapkan satu patah kata pun.

Raina mendesah frustrasi mengingat itu semua. Ia lalu menidurkan kepalanya di atas meja dengan lemas tepat ketika gurunya baru saja mengakhiri pelajaran.

Dua sahabat Raina— Syifa dan Ulfa, datang menghampirinya.

"Hei, kok lemes gitu, sih?" tanya Syifa sambil duduk di atas meja Raina. Sementara itu, Ulfa menarik kursi yang ada di dekat Raina dan segera duduk.

"Kenapa? Ada masalah? Cerita dong, siapa tahu kita bisa bantu," kata Ulfa.

Raina menegakkan tubuhnya sambil menghela napas panjang. Ia lalu menatap kedua sahabatnya itu secara bergantian.

"Aku mau minta pendapat kalian berdua," kata Raina.

"Pendapat tentang apa?" tanya Ulfa.

"Em ... gini." Raina memulai ceritanya dengan agak ragu. "Aku sempat baca komik. Ceritanya tuh, ada cewek yang suka sama satu cowok. Aku gak tahu sih, gimana perasaan cowok itu, apa suka juga sama cewek itu atau enggak. Tapi yang jelas, cowok itu nyium si cewek. Tapi setelah nyium cewek itu, cowok itu malah bilang 'maaf' dan pergi ninggalin si cewek. Dan setelahnya, cowok itu terus-terusan ngehindarin si cewek. Gimana pendapat kalian tentang cowok itu? Kenapa dia kayak gitu?" tanya Raina dengan serius.

Syifa menggebrak meja. "Satu kata. Brengsek! Itu cowok brengsek!" serunya.

"Jelas banget, cowok itu cuma mau mainin perasaan si cewek. Setelah ngambil apa yang dia mau, dia langsung pergi," lanjut Syifa.

"Gitu?" gumam Raina dengan murung.

"Tunggu. Tapi ... gimana seandainya cowok itu punya alasan sendiri? Gimana kalalu ada sesuatu yang ngebuat dia ngelakuin itu," ujar Ulfa setelah memikirkan cerita Raina baik-baik.

"Alasan gimana?" tanya Raina.

"Yah ... misalnya aja dia punya masalah yang harus dia tanggung sendiri. Menurut aku nih ya, si cewek harusnya coba nanya ke cowok itu, apa alasan dia ngelakuin itu. Biar semuanya jelas. Tanpa ada kesalahpahaman sedikit pun," jelas Ulfa.

Raina mengangguk-angguk pelan mendengar itu. Benar. Ia harus bertanya pada Rian agar semuanya jelas.

"Judul komiknya apa?" tanya Syifa tiba-tiba.

"Ha—hah?" kaget Raina.

"Komik yang kamu baca itu. Judulnya apa? Aku mau coba baca juga biar bisa menganalisis apa bener cowok itu sebenarnya punya masalah atau emang brengsek," kata Syifa.

"A—ah ... Itu ... Aku ... aku udah lupa judulnya apa," dusta Raina.

"Yah, gimana sih. Kok lupa."

"Ahahaha, maaf. Aku cuma baca sekilas soalnya," kata Raina sambil tertawa kikuk. Tidak mungkin ia mengatakan kalau itu sebenarnya cerita tentang dirinya.

⛈️🌧🌦

Sepulang sekolah, Raina menunggu Rian di depan kelasnya. Rian adalah orang terakhir yang keluar dari kelas. Ketika Rian akan keluar, Raina langsung mencegatnya.

Rian melangkah ke kiri, Raina juga melangkah ke kiri. Rian kemudian melangkah ke kanan, dan Raina kembali mengikuti langkah Rian ke kanan, membuat cowok itu tak bisa melangkah maju sedikit pun.

Rian menghela napas singkat lalu menatap Raina. "Minggir. Aku mau pulang," kata Rian dengan nada yang datar.

Raina merentangkan kedua tangannya ke samping dan menggeleng. "Kakak gak boleh pulang sebelum ngasih penjelasan ke aku," tegas Raina.

"Penjelasan apa?" tanya Rian.

"Kenapa Kakak nyium aku, dan kemudian setelah itu ninggalin aku? Kenapa Kakak akhir-akhir ini selalu ngehindarin aku? Aku butuh penjelasan soal itu semua," tutur Raina.

Rian menunduk, lalu menghela napas. Ia kemudian kembali menatap Raina dengan lurus.

"Soal ciuman itu ... maaf. Aku gak bisa ngendaliin diri waktu itu. Dan alasan kenapa aku ngehindarin kamu adalah ... karena aku pikir kita harus jaga jarak mulai sekarang."

"Apa? Kenapa kita harus jaga jarak?" tanya Raina tak mengerti.

"Karena aku gak mau ... perasaanku ke kamu tumbuh semakin dalam dan besar. Aku takut ... kalau perasaanku semakin dalam, aku malah kehilangan kamu. Semua orang yang kusayangi meninggalkanku terlebih dahulu. Aku gak mau itu terjadi lagi. Kalau aku mengalami hal itu lagi, aku pikir aku akan benar-benar menjadi gila," jelas Rian dengan tatapan penuh keputus asaan.

"Tapi aku gak akan ninggalin Kakak," ujar Raina cepat.

Rian tersenyum getir. "Gak ada yang tahu apa yang akan terjadi ke depannya, Raina. Semua orang mengatakan itu, tapi tidak semua orang bisa menepatinya. Dan seperti kata Mama aku, aku itu pembawa sial. Aku gak mau ... kamu juga terkena sial karena aku."

"Kakak bukan pembawa sial, kok," kata Raina dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Rian menggeleng pelan. "Aku ini emang pembawa sial. Semua orang yang dekat denganku selalu meninggal. Jadi lebih baik kamu juga menjauh dariku sebelum terkena sial juga."

"Tapi itu semua yang terjadi bukan karena salah Kakak. Kenapa Kakak selalu nyalahin diri sendiri, sih?" tanya Raina frustrasi.

"Tapi itu kenyataannya, Raina. Adik aku, Papa aku, bahkan Arga. Semuanya adalah orang terdekatku. Orang yang aku sayangi. Dan mereka semua meninggal," kata Rian dengan suara yang bergetar menahan tangis.

"Tapi Kak—"

"Raina, please. Menjauh dari aku. Aku gak mau ngehancurin hidup kamu juga," pinta Rian, memotong perkataan Raina.

Air mata mulai menuruni kedua pipi Raina. Dadanya terasa sesak.

Rian segera mengalihkan tatapannya dari wajah Raina menuju ke langit yang gelap.

"Langitnya mulai mendung. Aku harus pulang sekarang sebelum hujan mulai turun. Kamu juga ... sebaiknya segera pulang," kata Rian, lalu kemudian melangkah pergi meninggalkan Raina.

Raina menatap punggung Rian yang semakin menjauh darinya.

"Kenapa ... kenapa?" gumam Raina.

"Padahal aku yang ditinggalin, tapi kenapa malah Kak Rian yang keliatan lebih tersakiti?"

⛈️🌧🌦

To be continued



Haters and Lovers of Rain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang