Rian berdiri sambil menatap sekelilingnya dalam diam. Dimana ia sekarang ini? Pikirnya bingung sembari kembali menatap daerah sekelilingnya yang terasa sangat asing.
Pandangan Rian kemudian terhenti pada sesosok pemuda yang terlihat familiar.
"Arga?" gumamnya.
Pemuda yang dilihat Rian itu berbalik dan tersenyum. "Yo, bro!" sapanya dengan ceria sambil mengangkat sebelah tangan.
"ARGA!" seru Rian lalu berlari dengan cepat dan memeluk sahabatnya itu.
"Haha. Gue kangen banget sama lo, bro," kata Arga sambil terkekeh pelan dan menepuk-nepuk punggung Rian.
"Gue juga. Gue juga kangen banget sama lo," timpal Rian dengan suara bergetar.
Arga melepas pelukannya dengan Rian lalu menatap sahabatnya itu dengan lekat. "Sial, kok lo makin ganteng aja, sih? Bikin insecure aja, deh," canda Arga.
Rian terkekeh. "Apaan sih, lo. Garing banget."
"Tapi lo tetep ketawa, tuh?" kata Arga sambil menunjuk wajah Rian yang tengah tertawa pelan.
"Hah, sial," gerutu Rian lalu kembali tertawa ketika melihat Arga yang menunjukkan wajah kocak.
"Gimana kehidupan lo setelah berdamai dengan hujan dan Mama lo?" tanya Arga setelah tawa Rian mereda.
Rian terdiam sejenak, lalu menatap Arga sambil tersenyum hangat. "Tenang dan nyaman. Beban yang selama ini ngebuat dada gue sesak rasanya langsung terangkat."
Arga ikut tersenyum. "Bagus, deh. Gue ikut seneng dengernya."
"Oh, ya. Kehidupan percintaan lo gimana? Baik-baik aja kan sama Raina?" tanya Arga lagi.
Senyuman Rian semakin lebar. "Baik, dong. Lagi mesra-mesranya."
Arga mengernyitkan keningnya. "Eugh, malah pamer."
Rian tertawa. "Lah, kan lo sendiri yang nanya, gimana sih?"
"Iya deh, iya. Gue bakal maklumin karena lo akhirnya punya pacar setelah sekian lama menjomblo."
Rian menatap Arga dengan dalam. "Arga," panggilnya.
"Hm?" Arga mengangkat sebelah alisnya menatap Rian.
"Maaf, gue gak bisa jadi sahabat yang baik buat lo. Padahal lo baik banget sama gue," kata Rian sambil menunduk.
"Ey, lo ngomong apa, sih? Kata siapa lo bukan sahabat yang baik bagi gue? Yang ada, lo itu sahabat terbaik gue sedunia, tahu!" kata Arga dengan cukup nyaring.
"Tapi—"
"Ah, udah deh, udah. Gue gak mau denger kata 'maaf' atau 'tapi' dari lo. Lo sahabat terbaik gue. Titik. Gak ada tapi-tapi. Gue selama ini ngebantuin lo ya karena kemauan gue sendiri. Gue seneng bisa ngebantu lo."
Arga menepuk bahu Rian dengan pelan. "Gue gak pernah berharap dapet imbalan apa-apa dari lo. Cukup lo mengakui gue sebagai sahabat lo, gue udah seneng banget."
Rian menatap Arga dengan mata yang berkaca-kaca.
"Apaan, nih? Lo kok jadi cowok cengeng sekarang?" ejek Arga, yang kemudian segera mendapat tinjuan pelan di bahunya.
"Sialan. Siapa yang lo sebut cowok cengeng?" tanya Rian tak terima.
Arga terkekeh. "Yah, pokoknya, jangan pernah nyalahin diri lo sendiri lagi. Semua yang terjadi di dunia ini emang udah ditakdirin sejak dulu. Awas aja kalau lo nyalahin diri lo lagi. Gue bakal dateng ngehantuin lo dengan sosok yang nyeremin," ancam Arga sambil berusaha membuat wajah yang menyeramkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Haters and Lovers of Rain [END]
Fiksi Remaja"Hujan itu cuma membawa petaka, bencana, dan kesialan!" "Hujan itu membawa ketenangan dan kebahagiaan. Kau hanya perlu menikmatinya." - - - Rintik hujan yang turun membasahi bumi membawa begitu banyak cerita dengan penuh kenangan. Kenangan itu ada...