"Eh, ternyata lo masih hidup, ya. Kirain udah ke surga duluan!"
Seruan mencemooh itu membuat Rian yang baru saja kembali setelah berbincang dengan Raina menoleh menatap Leo dengan tajam.
"Woy! Maksud lo apa ngomong gitu, hah?!" marah Arga yang berdiri di samping Rian.
"Ya abisnya, tadi dia keliatan sekarat banget. Emang lo bocah? Takut sama sungai. Cemen banget," kata Leo sambil menatap Rian dan tersenyum merendahkan.
Rian mengernyitkan dahinya kesal. "Lo itu gak tahu apa-apa. Jangan sok ikut campur, deh. Yang takut gue, bukan lo. Ketakutan gue gak ada kaitannya dengan lo. Ketakutan gue juga gak ngebawa pengaruh apa-apa ke lo. Jadi mending lo diem aja, deh. Hidup lo segitu gak menariknya, ya? Sampai suka banget ngurusin hidup gue," sindir Rian pada akhirnya.
"Apa lo bilang?!" marah Leo tak terima.
"Udah, deh. Gunain mulut lo untuk sesuatu yang bermanfaat aja. Jangan suka koar-koar gak jelas," putus Rian lalu segera beranjak pergi dari hadapan Leo. Ia tak mau berlama-lama menghabiskan waktu dan emosinya untuk seseorang yang tak penting.
"Denger, tuh! Jangan banyak bacot!" seru Arga tepat di depan muka Leo lalu berbalik mengikuti Rian.
"Sialan," desis Leo sambil menatap dua bersahabat yang menjauh darinya itu.
Ketika Rian baru saja mendudukkan dirinya di sebuah kursi, seorang teman kelasnya datang menghampiri.
"Eh, Rian! Denger-denger, vila yang ada di sana itu vila keluarga lo, ya?"
Mendapati sebuah pertanyaan yang tidak ia sukai, membuat Rian kontan menatap teman sekelasnya itu dengan tatapan tak suka.
"Kenapa emang?" tanya Rian dengan dingin.
"Ya enggak apa-apa, sih. Cuma ... masa lo gak mau ngebiarin temen-temen lo ngunjungin vila keluarga lo, sih? Pelit banget, deh," kata salah seorang teman sekelas Rian itu.
"Apaan sih, lo. Ya suka-suka Rian, dong!" celetuk Arga.
"Ngapain juga kalian mau ke vila itu? Gak ada yang bisa kalian lihat juga. Vila itu udah lama gak kepakai," ujar Rian.
"Ya elah. Cuma mau liat-liat doang. Masa gak boleh, sih."
"Iya nih, Yan. Kita cuma mau liat-liat. Jangan pelit-pelit sama temen sekelas, lah," celetuk teman kelas Rian yang lain.
Rian menghela napas, merasa jengah. Tapi beberapa saat kemudian ia beranjak dari duduknya menuju ke kamar yang ia tempati sebelumnya dan mengambil sebuah kunci. Ia lalu melemparkannya pada Arga yang dengan sigap segera menangkap kunci itu.
"Lo aja yang bawa orang-orang yang penasaran itu pergi, deh!" seru Rian.
"Eh??? Tapi itu kan vila keluarga lo. Kalau lo gak mau, ya gak usah!" seru Arga.
"Udah, deh. Lo pergi aja. Lo juga keliatan penasaran. Udah ya, gue mau ngerjain tugas gue," kata Rian lalu menutup pintu kamarnya rapat-rapat.
Arga terbengong beberapa saat sambil menatap kunci yang ada di tangannya. Ia menghela napas sejenak lalu berkata, "Oke deh, kalau gitu."
"Yang mau ngeliat vila keluarganya Rian, ikut gue sekarang. Gak bakal ada kesempatan lain!" teriak Arga sambil melangkah pergi.
Beberapa anak segera mengikuti Arga.
"Beneran gak papa? Rian sendiri gak pergi," kata Aurel sesaat setelah dia menghampiri Arga.
"Iya, Rian sendiri yang bilang tadi," tanggap Arga.
"Woy, Leo! Lo gak mau ikut, nih?" teriak teman yang tadi berbicara dengan Rian.
"Enggak!" tolak Leo, tapi beberapa saat kemudian setelah berpikir, ia segera berlari mengikuti teman-temannya. Gak ada salahnya liat-liat bentar, pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Haters and Lovers of Rain [END]
Novela Juvenil"Hujan itu cuma membawa petaka, bencana, dan kesialan!" "Hujan itu membawa ketenangan dan kebahagiaan. Kau hanya perlu menikmatinya." - - - Rintik hujan yang turun membasahi bumi membawa begitu banyak cerita dengan penuh kenangan. Kenangan itu ada...