🌧3🌧

149 67 13
                                    

"Rian! Di sini!" Teriakan nyaring itu membuat Rian yang baru saja masuk ke dalam kantin menoleh dan mendapati Arga yang duduk di pojok kantin tengah melambai padanya. Ia pun segera melangkahkan kakinya ke sana.

"Gimana? Bu Freya bilang apa ke lo?" tanya Arga sesaat setelah Rian duduk di hadapannya.

"Katanya, cobalah berdamailah dengan hujan," jawab Rian sambil mengaduk-aduk bakso yang telah dipesankan oleh Arga sebelumnya.

Arga tersenyum miring. "Ya ampun, Bu Freya kayak masih belum kenal lo aja. Jadi, lo jawab apa ke Bu Freya tadi?"

Rian meniup kuah baksonya yang masih mengepul lalu menelannya, kemudian mengendikkan kedua bahunya. "Gue gak jawab apa-apa. Gue cuma diem sambil ngangguk-ngangguk doang."

"Bagus deh. Gue kira lo bakal keluarin kata-kata kasar."

"Ya enggak, lah! Gimana pun, dia itu 'kan Wali Kelas kita."

Arga terkekeh kecil. "Iya, iya. Sorry. Btw, nanti kita pulang bareng lagi, 'kan?"

Rian menggeleng. "Enggak."

Tangan Arga yang tadinya ingin memasukkan bakso besar ke dalam mulutnya terhenti. Arga lalu menatap Rian dengan heran. "Lho, kok gitu? Bukannya hari ini lo bakal ngajar anaknya Bu Dewi, ya? Siapa tuh namanya? Gila? Girang? Gi--"

"Gilang," potong Rian cepat, membenarkan nama yang ingin disebut Arga.

Arga mengangguk-angguk. "Ah, iya. Gilang!" serunya nyaring. "Tapi kenapa lo bilang gak bakal pulang bareng gue, nanti? Biasanya lo juga bakal ikut gue, kan?" lanjut Arga.

Rumah Arga dan rumah Rian memang berlawanan arah. Tapi rumah Bu Dewi searah dengan rumah Arga. Membuat Rian sering nebeng di mobil Arga ketika akan ke rumah Bu Dewi.

Rian menghela napas singkat. "Gue udah gak ngajar Gilang lagi."

"Kenapa?"

"Gue diberhentiin sama Bu Dewi."

"Lah, kenapa?!"

Rian menatap Arga dengan kesal. "Bisa gak sih, lo itu pilih kata lain selain kenapa?!"

Arga cengengesan. "Ya, sorry. Abisnya kan gue heran. Ceritain deh, gimana bisa lo yang sebagai tutor terbaik diberhentiin."

"Lo tahu sendiri, 'kan. Sekarang ini udah banyak banget aplikasi belajar online yang bagus. Jadi, bocah SMA kayak gue ini udah gak dibutuhin lagi," ujar Rian.

"Hah. Jadi itu, alasannya. Tapi gimana pun, lo itu kan paling hebat kalau soal ngajar-mengajar. Bocah bodoh pun bisa jadi pinter kalau lo yang ngajarin."

Rian tak mengucapkan apa pun sebagai balasan dari perkataan Arga. Ia kini fokus menyantap bakso miliknya yang kini sudah tak hangat lagi.

"Tapi yang ngeberhentiin lo cuma Bu Dewi, 'kan?" tanya Arga memastikan.

"Enggak. Bukan cuma Bu Dewi."

"Jadi, murid lo sekarang tinggal berapa?" tanya Arga lagi.

Rian tak menjawab, hanya saja ia menaikkan tangannya dan menunjukkan tanda V menggunakan jarinya.

"Tinggal dua?" kaget Arga.

Rian hanya mengangguk sebagai tanggapannya.

"Mau gue bantuin cari murid?" tawar Arga.

"Makasih, tapi gak usah. Biar gue yang urus sendiri," tolak Rian. "Mending, sekarang lo abisin bakso lo. Jam istirahat bentar lagi selesai," tambahnya.

"Ya udah deh, kalau gitu. Tapi kalau lo butuh bantuan, bilang aja, ya."

Haters and Lovers of Rain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang