🌨11🌨

100 46 26
                                    

Haaaaaah.

Rian menghela napas berat sambil memandang lurus ke depannya, dimana terbentang sebuah sungai dengan aliran air yang jernih dan cukup deras. Saat semua murid telah berkumpul tadi, Bu Freya segera memberi tugas untuk menyusuri sungai dan mencatat hal-hal yang menarik perhatian mereka, yang kemudian nantinya akan mereka jadikan sebagai bahan penelitian.

Haaah. Kembali, Rian menghela napas. Dadanya terasa sangat berat. Ia merasa sangat tersiksa. Harus kembali ke tempat yang paling ia hindari, tempat yang meninggalkan kenangan buruk padanya.

Teman-temannya yang lain sudah sibuk kesana-kemari mencari objek penelitian mereka, sedangkan Rian, untuk melangkah mendekat saja ia merasa tak sanggup.

"Ayo kita juga mulai nyari, Yan!" ajak Arga sambil berjalan terlebih dahulu.

Rian memejamkan matanya dan menunduk. Ia lalu berusaha menstabilkan pernapasan dan detak jantungnya yang sedari tadi tak karuan. Kedua tangannya yang sangat dingin ia tautkan, berharap bisa menghangat walaupun sedikit.

Setelah beberapa menit, ia mengangkat kepalanya dan menatap ke depan.

'Oke, tenang, Rian. Tenang. Jangan panik. Bersikaplah biasa saja,' batinnya.

Rian menghela napas singkat, lalu dengan ragu mulai mengangkat kakinya selangkah demi selangkah mendekat ke Arga yang sudah berada di pinggir sungai itu.

Rian dan Arga pun mulai menyusuri pinggir sungai. Tapi tak lama kemudian, Arga menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Rian. "Eh, Yan, gue mau pergi ambil minum dulu, ya. Gue haus banget, nih," katanya.

"Lo mau nitip sesuatu, gak?" tanya Arga.

Rian menggeleng.

"Oke, deh. Gue pergi dulu, ya!"

Rian menatap punggung Arga yang semakin menjauh meninggalkannya. Ia lalu kembali menatap ke depannya dengan nanar. Aliran sungai yang begitu jernih dan damai itu terlihat begitu menyeramkan baginya. Gemericik air sungai pun terdengar sangat menakutkan untuknya.

Deg ... deg ... deg ...

Jantungnya kembali berdegup kencang. Rian menelan ludahnya susah payah.

"Wah, liat deh. Airnya jernih dan bersih banget!"

"Iya, ya."

"Kayaknya seger juga, deh!"

Ocehan teman-temannya itu seketika membuat sekelabat bayangan masa lalu Rian muncul kembali.

"Liat deh. kak. Airnya jernih banget. Agak dingin, tapi aku suka!"

"Ih, Kakak cepetan dong! Aku udah mau main air, nih!"

"Kak Rian!"

Haaaaaaaah.

Rian menarik napas panjang. Mengisi kadar udara di dadanya yang terasa semakin menipis.

Rian menarik dan membuang napas berkali-kali. Berusaha membuat dirinya kembali tenang.

Baru saja dirinya merasa bisa bernapas lebih lega, beberapa tetes air tiba-tiba menerpanya.

"Eh? Hujan?"

"Ah, kok pake ujan segala, sih?!"

"Duh, ujan, nih. Cepetan neduh!"

Para murid segera berlari meninggalkan area sungai untuk mencari tempat berteduh terdekat. Sedangkan Rian membeku di tempatnya. Keringat dingin mulai membanjirinya. Dadanya naik turun dengan cepat. Matanya bergerak gelisah.

Haters and Lovers of Rain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang