Part 19 { Jawaban Dari Perjuangan }

25 5 0
                                    

***
Setelah mendengar ucapan dari Ibu, Rena melalui telpon, akhirnya gairah untukku bangkit kembali dalam menemui jodoh yang selama ini aku perjuangkan tanpa lelah. Sehabis makan aku mengajak Bi Ira untuk menemaniku menuju rumah sakit sembari menikahi Rena yang masih terbaring di sana, aku tak pikir panjang untuk hal ini. Yang ada dalam benakku adalah menikahi pujaan hati yang sempat tak mendapat restu serta cobaan yang datang bertubi-tubi.

Langkah kaki yang tergesah-gesah membawa tubuh ini untuk segera mandi dan berpenampilan sangat rapi, aku yang belum sempat membeli jas pengantin tak menghalangi diri ini untuk tetap memakai pakaian hitam putih saja seperti akad nikah yang dilakukan oleh banyak orang pada umumnya.

Kupiah telah terpasang di atas kepala beserta serban merah pemberian dari Ayahku beberapa hari yang lalu telah membalut leher ini, dengan mengambil napas panjang berulang-ulang aku menguatkan niat untuk menjemput jodohku yang telah menunggu di sana dan menanti akan kedatangan dariku.

Tak lupa aku menyemprotkan parfum yang sangat wangi pilihan Rena ketika masih pacaran, parfum tersebut sengaja aku simpan dan sembari kupakai setelah pernikahan telah tiba. Penantian panjang akan memohon doa restu kini telah terbuka sangat lebar, kedua orangtua Rena telah memberikan restu tersebut sebagai permintaan mereka yang terakhir padaku.

Walaupun hanya menikah dalam ruang rumah sakit dengan tubuhnya yang terbaring di atas tempat tidur, bukanlah sebuah halangan untukku yang ingin memiliki jiwa raganya secara utuh. Bagiku kemewahan dalam pernikahan bukanlah hal penting akan tetapi, ikrar dan ijab kabul adalah penentu akan peristiwa yang telah diwajibkan oleh Allah sang Maha kuasa sebagai manusia yang akan hidup berpasang-pasangan.

Langkah lebar membawaku sampai di ruang tamu dan memanggil Bi Ira yang tengah bersiap-siap dalam ruang kamarnya.

"Bi... oh, Bi, buruan nanti telat loh," panggilku dari ruang tamu.

"Iya, Den... sebentar lagi," jawab Bibi.

Aku pun menunggu sembari duduk di atas sofa hitam ruang tamu, kala itu aku terpesona setelah melihat Bi Ira memakai pakaian gamis lengkap dengan warna yang sangat pas dengan hijabnya, terasa cantik dan anggun. Kedua mataku tak mampu berkedip setelah melihat penampilan yang sebelumnya tak pernah aku lihat dari Bi Ira.

"Wah... cantik sekali Bibi, pakai gamis ini!" kataku sambil melihat ke arah Bi Ira tajam.

"Ah, Aden... bisa saja menggoda'kan jadi malu bibinya."

"Sungguh kok, Bi, hari ini tampak berbeda dan sangat mempesona. Karena aden jarang melihat Bibi memakai pakaian gamis lengkap seperti ini," jawabku sambil memutari badan Bi Ira.

Aku pun segera menggandeng tangan kiri Bi Ira sembari menuju mobil merahku yang ada di halaman rumah, dengan langkah lebar kami sangat bersemangat menuju rumah sakit yang kala itu lumayan jauh jaraknya dari rumahku. Dengan mengendarai mobil merah, aku menginjak gas dengan tingkat laju yang biasa saja. Karena aku tak mau terjadi apa-apa di jalan ketika tergesah-gesah dengan gas yang sangat tancap.

Sebelum menuju ke lokasi rumah sakit aku pun tak lupa untuk membeli sepasang cincin pernikahan yang terletak tak jauh dari rumah sakit tersebut, aku ingin mencari cincin yang sama persis dengan motif yang ketika bulan lalu telah aku beli berdua dengan Rena. Bagaimanapun motif cincin dengan permata putih itu sangat di sukai oleh Rena, sehingga aku ingin melihatnya senang dengan memakai cincin tersebut di hari yang hanya terjadi sekali sepanjang kehidupan.

Tak lama berkendara akhirnya aku sampai juga di tempat penjual perhiasan cincin tepat di pinggir kota, dengan langkah kecil aku membuka pintu mobil dan sembari membukakan pintu untuk Bi Ira segera turun.

"Loh, Den... kenapa berhenti di sini?" tanya Bi Ira bingung.

"Hehehe... i—iya, aden mau beli cincin untuk Rena, Bi," jawabku serius.

"Oh, kalau begitu cepat masuk. Kita cari cincinnya."

Kami pun bergerak masuk dalam toko perhiasan tersebut sembari bertanya akan model cincin yang ketika itu menjadi produk terlaris toko ini. Tanpa membuang banyak waktu aku memanggil penjual toko tersebut, karena tak ada satupun orang yang menjaga di tempat ini.

"Permisi...."
"Permisi...."

Ucapanku tak ada jawaban sama sekali, tetapi aku akan mencobanya lagi. Barangkali penjaganya masih ada aktivitas lain di dalam rumah.

"Permisi...."
"Assalammualaikum...."

Dari arah pintu toko tersebut datanglah seseorang yang mungkin dia penjaga toko perhiasan ini, dan langkah kakinya begitu lebar untuk menemui kami berdua.

"Waalaikumsalam... ada yang bisa saya bantu, Mas?" tanyanya sambil melempar senyuman indah.

"Mbak lupa dengan saya?" tanyaku pada penjual perhiasan sembari ingin mengingatkan dia dari kejadian sebulan yang lalu telah mampir di toko miliknya tersebut.

"Oh... Mas itu, ya? yang kemarin datang bersama ceweknya."

"Nah, itu ingat." Jawabku singkat.

"Mau cari apa, Mas? bukannya sudah beli cincin di sini'kan?" tanyanya lagi.

"Mau cari cincin lagi, Mbak. Tetapi motif dan ukurannya sama seperti ketika kami beli sebulan yang lalu, apa masih ada?" tanyaku sembari memasang wajah penasaran.

"Bentar Mas, saya cek dulu. Emmm... nah, ini dia rupanya masih tersisa satu pasang lagi."

"Mana, Mbak, berikan pada saya," pintaku dengan menodongkan tangan kanan di atas lemari perhiasan tersebut.

"Ini, Mas."

Aku pun melihat cincin tersebut dan rupanya bentuk serta motif cincin tersebut sangatlah mirip dengan yang pernah aku beli beberapa hari yang lalu, senang tak terkira membuat diri ini tak habis-habisnya untuk bersyukur pada Allah yang memudahkan segala urusanku hari ini, mungkin ini adalah buah dari rasa sabarku dan buah dari perjuanganku selama ini. Semua tak sia-sia dan Allah memiliki cara tersendiri untuk menyatukan jodoh umatnya, meski dengan jalan dan cobaan yang berbeda-beda.

Dalam hidup yang serumit ini membuatku belajar dan mengambil hikmah dari apa yang telah terjadi, bahwa segala sesuatunya harus di syukuri dan tak mendikte akan keadilan kehidupan. Hakikatnya semua manusia akan mendapatkan cobaan yang menguji iman seseorang, walau dengan cara yang berbeda dan masalah yang berbeda juga.

***
Setelah lama berbincang dengan penjaga toko perhiasan akhirnya aku kembali menuju mobil dan dengan segera menuju lokasi rumah sakit untuk segera menemui Rena. Mungkin di sana telah banyak yang menunggu akan kehadiranku untuk segera menikahi sang pujaan hati ini, dengan ucapan 'basmallah' aku menginjak gas mobil sembari fokus menyetir dengan tatapan menghadap depan saja. Pemandangan yang tampak di sebelah kanan dan kiri tak lagi terhiraukan.

Yang ada dalam pikiranku saat ini adalah untuk segera sampai di rumah sakit dengan selamat, serta memberikan kejutan yang telah aku persiapkan dari tadi. Semoga nantinya kami bisa menjalani hidup ini dengan baik dan membangun rumah tangga yang di ridhoi oleh Allah SWT.

DIKUBUR DI HARI ACARA SESERAHAN (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang