'Maaf, nomor yang anda tuju sedang berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi' Perempuan itu sangat kesal, pasalnya sedari tadi dia menelpon yang terdengar hanya suara operator. Sekali lagi dia mencoba menelpon.
'Maaf, nomor yang anda tuju sedang berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi' lagi-lagi yang terdengar hanyalah suara operator. Ini ucapan operator yang entah ke berapa. Sekali lagi dia mencoba menelpon dan hasilnya tetap sama. Perempuan itu melempar handphone nya ke atas meja dengan kesal.
"Handphone jangan dilempar-lempar anjir" komentar Reza saat Zia melempar handphone nya begitu saja.
"Lo telpon sebagai mahasiswi atau istri?" Tanya Reza.
"Ya mahasiswi lah, lo tahu gak, Za yang lain udah mau sempro gue masih stuck" sambat Zia. Terkadang sambat dibutuhkan dikala stress.
"Lo tahu gak sih waktu dia ngasih tau mau ke Jakarta sok Sokan bilang gini 'nanti bimbingan online, nanti skripsi kamu kirim ke email saya' bullshit! anjir! cuman sweet word. Udah gue email gak dibales-bales, gue chat gak diread, gue telpon gak dijawab. Dia ke Jakarta apa ke jaman purbakala sih! Punya teknologi yang bernama handphone, iPad, internet gak digunain" segala sumpah keluar dari mulut nya. Sedangkan Reza sebagai pendengar yang baik mendengar kan segala sumpah serapah Zia terhadap Zidan.
"Lo kangen bang Zidan?" Tebak Reza.
"E-enggak lah kan gue tadi bilang sebagai mahasiswi" sangkal Zia gelagapan.
"Ck...kangen tapi gengsi" cibir Reza.
"Atau jangan-jangan Lo takut yang lalu keulang?" Tanya Reza dengan hati-hati.
"Enggak, dibilangin enggak ya enggak, gue sebel skripsi gue jadi mangkrak"
"Iya-iya enggak, anyway lo gak ada latihan hari ini?" Zia melihat jam tangannya.
"Oh iya udah setengah dua gue cabut dulu, Za" pamit Zia.
"Eh Zi, ini udah dibayar kan?" Reza mengangkat gelas minumannya. Zia yang hendak membuka pintu ruangannya di outthebox cafe terhenti.
"Udah kok" jawab Zia singkat lalu keluar dari cafenya. Zia mengendarai motor di bawah terik matahari. Entah kenapa Zia merasa jika siang kali ini lebih panas dari siang sebelum nya.
☀️🌘
Sesampainya di tempat latihan taekwondo Zia langsung menuju ke ruang ganti untuk berganti dengan seragam taekwondo. Tak lupa juga sabuk hitamnya. Selesai berganti baju dia menuju lokernya untuk menyimpan Tote bag dan bajunya.
"Hai,Zi" sapa Abel teman latihan taekwondo Zia yang sedang menyimpan barang nya di loker sebelah Zia."Hai, bel" jawab Zia menengok sebentar ke arah Abel lalu dia mengunci pintu lokernya.
"Zi, tau gak lo?"
"Nah...nah... Mulai pembukaan pergorsipan" cibir Zia setiap kali Abel sudah berbicara dengan awalan 'tau gak ?'. Itu tandanya pergosipan dimulai. Zia jika diajak menggosip oleh Abel dia hanya sebagai pendengar saja. Pasalnya Zia tidak seuptodate Abel tentang gosip-gosip, bahkan dia tidak tertarik dengan menggosip. Tapi jika diajak menjulidi dosen apalagi dosen pembimbing nya Zia akan semangat, itu dulu sebelum menikah jika sekarang hanya sejak dosbing nya pergi keluar kota. Dia takut kualat lagi.
"Hehehe, ada coach baru loh" ucap Abel menggebu-gebu sambil berjalan masuk ke tempat latihan.
"Terus?"
"Dia gantiin coach Ali, kata anak-anak sih cuman gantiin sementara" info Abel.
"Tapi gak melatih yang sabuk hitam, ngelatih sabuk biru" lanjut Abel lagi dengan nada sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE
General Fiction"Truth or Dare?" "Ok, dare" jawab gue pasrah. "Lo liat di sana ada pak Zidan?" ucap Dipta kawan setongkrongan ku, sambil menunjukkan ke arah pak Zidan duduk. Hanya dibatasi satu meja di depan meja kami. "Terus?" ucapku curiga. "Tau challenge make y...