Zia mengerjapkan matanya secara perlahan. Menyesuaikan cahaya yang masuk. Ia merasa bantal yang ia pakai semalam tidak lah sekeras ini. Dia meraba disekitarnya tetapi ia merasa seperti menyentuh tangan.
Matanya langsung terbuka saat menyadari bahwa itu bukanlah tangannya. Dia melihat tangan tersebut seperti tangan laki-laki dan berotot. Dia membalikkan badannya.
"Astaghfirullah!" Dia terkejut saat membalikkan badannya dan melihat wajah suaminya yang hanya berjarak satu jengkal dengan wajahnya.
Perempuan itu hampir terjatuh gara-gara terkejut. Untungnya tangan suami perempuan itu dengan sigap menahan tubuhnya.
Akibatnya tak ada satu jengkal jarak wajah mereka. Bahkan hidung mereka saling menempel. Membuat mereka seperti berebut oksigen.
Ceklek!
"Eh Sorry-sorry ganggu" kedua insan manusia tadi langsung menengok ke arah yang membuka pintu. Orang itu ialah Reynan.
"Terusin aja gak papa" setelah itu ia langsung menutup pintu. Sedangkan Zia langsung turun dari brankar lalu masuk ke dalam kamar mandi beserta dengan tiang infusnya. Tanpa sengaja dia menutup pintu kamar mandi sampai berbunyi keras.
...
Setelah beberapa lama di kamar mandi ia habiskan untuk membersihkan badannya Zia pun keluar. Dia tidak mendapati suaminya di kamar rawat inapnya. Dia malah mendapati Reza dan Reynan sedang memakan bubur ayam. Zia tak habis fikir dengan Reza dan Reynan, sejak hari pertama ia rawat inap di rumah sakit mereka berdua selalu ada di hadapan Zia. Memang nya mereka berdua tidak mempunyai kesibukan yang lain?
"Cari siapa?" Tanya Reza saat melihat Zia seperti menscan kamar rawat inap tersebut. Zia hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Tadi gimana? Jadi?" Kini gantian Reynan yang bertanya sambil menarik turunkan alisnya.
Zia langsung memalingkan wajahnya.
"Jadi apa? Ada peristiwa apa nih?" Tanya Reza sambil menatap Reynan dan Zia secara bergantian.
"Gue tadi gak sengaja memergoki mereka lagi ma-" belum selesai berbicara bantal rumah sakit sudah mendarat di wajah Reynan.
"Lagi apa?" Tanya Reza penasaran.
"Mau c-" lagi-lagi ucapan Reynan terpotong. Bukan karena Zia melempar bantal lagi, tapi Zia menyumpal mulut Reynan dengan menggunakan kerupuk.
Reza terheran-heran melihat tingkah laku Reynan dan Zia. Terkadang mereka seperti kucing dan tikus tetapi terkadang mereka akan akur damai sentosa.
"Nanti anak-anak pada mau kesini" Reza memberitahu teman-teman Zia dan Reza akan datang untuk menjenguk Zia.
"Kapan? Siang sore malam?"
"Siang jam setengah sebelas, itu kalo pada gak ngaret" ucap Reza.
"Emang pada gak kuliah?" Tanya Zia terheran dengan teman-teman nya yang akan datang nanti siang.
"Tanggal merah anjir, ka" sahut Reynan.
Ceklek!
Pintu dibuka menampakkan suami Zia. Dengan baju yang sudah berganti mengenakan kaos polo berkerah berwarna putih dan celana kain berwarna abu-abu.
"Berhubung pawangnya sudah datang, kami pamit" ucap Reynan berpamitan.
"Thanks bang bubur ayam nya" ucap Reynan lagi, lalu dia dan Reza keluar dari kamar rawat inap Zia dengan membawa sampah bubur ayam di tangan mereka. Kurang ajar bila seseorang sudah ditraktir tapi tidak mau membuang sampahnya. Untung mereka tidak lah begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE
General Fiction"Truth or Dare?" "Ok, dare" jawab gue pasrah. "Lo liat di sana ada pak Zidan?" ucap Dipta kawan setongkrongan ku, sambil menunjukkan ke arah pak Zidan duduk. Hanya dibatasi satu meja di depan meja kami. "Terus?" ucapku curiga. "Tau challenge make y...