Terungkap

24 2 0
                                    

"Petiklah satu atau dua masalah kehidupanmu, lalu jadikan itu sebagai pelajaranmu. Sebagaimana kamu memetik sebuah senar pada gitar."

°°°

"Ayah..??"

Gue terdiam diambang pintu.

Kaget.

Nangis.

Nggak nyangka.

Brukk

Kantong plastik yang berisi makanan itu terjatuh secara tak sengaja dari genggaman tangan gue.

Alvin lalu mengambil kantong plastik tersebut. Ia masih terheran kenapa gue masih berdiri didepan pintu.

Ia menepuk-nepuk bahu gue, "Vin?"

Alvin menatap gue lama seolah-olah ia menanyakan banyak pertanyaan. Sedangkan gue masih menatap tak percaya kearah pria paruh baya yang tengah berbaring di atas ranjang.

Sayangnya, air mata ini cukup mudah untuk jatuh lalu membasahi kedua pipi gue serta kerudung yang sedang gue kenakan ini.

Ini, ini kenapa? Sumpah? Gue salah liat? Atau emang beneran?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus melintas di kepala gue karena saat ini gue sangat terkejut dengan apa yang sedang terjadi.

"Itu siapa..? Bun?" Tanya ayah.

Bunda menoleh kearah pintu yang terbuka, tepatnya menoleh kearah anaknya dan pria yang ada dibelakang gue.

"Itu Avin, yah." Jawab bunda dengan senyum.

"Avin?" Tanyanya memastikan.

Gue langsung menghampiri dan memeluknya erat. Gue menangis sesenggukan dipelukannya. Dada gue terasa sangat sesak saat ini.

Gue merasakan usapan di bagian punggung. Iya, itu tangan kanan ayah yang mengusap punggung gue. Ayah pun ikut menangis ketika gue memeluknya dengan erat.

Sumpah, gue kangen ayah.

Dan pada akhirnya Tuhan masih mengizinkan gue untuk melihat ayah. Tuhan sangat tau keinginan gue saat ini. Tuhan mengabulkan semuanya, Tuhan tau yang terbaik buat gue dan juga keluarga. Sungguh, ini sebuah kebahagiaan yang ngga ada habisnya.

Gue melepas pelukan itu dan mengambil tissue yang berada di atas nakas untuk mengelap sisa-sisa air mata yang daritadi berjatuhan.

Alvin juga sudah memasuki ruangan dan menaruh makanannya di atas sofa. Ia duduk disana sambil memperhatikan gue yang daritadi menangis karena senang melihat ayah sudah tersadar.

"Ayah, Ayah tau ngga kalo Avin kangeeen banget sama ayah?"

Ayah tersenyum. Rupanya ayah masih ingat gue. Keajaiban apa ini astaga?

"Kamu baik-baik kan selagi ayah disini?"

Gue mengangguk dengan cepat dan tersenyum melihat ayah juga tersenyum. Bunda ikut tersenyum juga melihat ayah yang ternyata tidak lupa sama sekali.

"Ayah, ayah nggak lupa sama Avin?"

Ayah menggeleng, "Enggak, ngga mungkin anak ayah di lupain.."

Ya ampun.

Entah, gue nggak tau harus berkata apalagi, gue juga nggak tau harus berbuat apa lagi. Gue cukup bahagia mendengar apa yang ayah katakan, hanya itu saja.

"Tapi ayah lupa sama kejadian ini, tiba-tiba ayah di rumah sakit aja. Terus dipasang infus, sama lehernya dikasih alat." Lanjutnya memperjelas.

"Nggak yah, nggak apa-apa, udah jangan di inget. Biar Avin yang urus sama Alvin ya yah? Ayah yang penting sembuh, ayah bangun aja Avin seneng banget apalagi ayah sembuh total nanti? Hehehe," Gue terkekeh.

AVIN [[Slow Update]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang