Rindu yang terkabulkan

33 8 0
                                    

Sekarang gue gabut. Enggak tau harus ngapain. Ponsel kesayangan gue dibawa pulang anak dajjal alias Alvin. Memang benar-benar keterlaluan dia sekarang, berani-beraninya mencuri ponsel orang yang walaupun gue sudah mengetahuinya bahwa ia yang mengambil ponsel gue. Gue bingung harus apa.

Tidak ada ponsel itu bagaikan dibelikan laptop tapi enggak tau mau buat apa. Bingung mau diisi apa, entah game atau aplikasi edit. Jadi intinya g-a-b-u-t. Dan ga mungkin juga gue nyamperin rumah dia, gila aja kali ya bisa-bisa gue diwawancara mungkin sama keluarganya. Tapi mana mungkin juga, gue kan nggak tau alamatnya juga. Pfftt.

Hey, tiba-tiba gue teringat sesuatu, dulu saat gue masih SMA kelas 11 mungkin, gue dijanjikan untuk mendengar lagu berjudul "Surrender" yang dinyanyikan oleh Natalie Taylor, artinya menyerah. Mungkin isi dari lagu ini tentang menyerah akan mempertahankan sesuatu? I little bit don't know about this song, asing di telinga. Tidak pernah mendengar sebelumnya.

Gue lalu membuka laptop yang daritadi mati sebentar karena mode sleep gue nyalakan. Sama halnya seperti manusia, laptop juga butuh istirahat, jadi gue beri waktu sebentar untuk diistirahatkan. Setelah gue buka, gue menuju situs web youtube lalu mencari judul lagu tadi. Gue mendengarnya dengan sedikit penghayatan. Ya, memang benar isinya tentang menyerah.

Tapi gue masih terheran, kenapa teman gue menyuruh gue untuk mendengar lagu ini? Apakah ada kaitannya dengan hubungan gue dengan nya?

Ah tidak. Kita hanya teman. Tidak ada kata selain teman, begitu juga gue dengan Alvin.

Tunggu,

Kenapa gue bawa-bawa Anak Dajjal itu?

Argh, pikiran gue bercabang, entah apa yang sekarang gue pikirkan. Gue hanya ingin ponsel gue kembali kedalam genggaman tangan gue. Karena gue nggak sabaran, langsung saja gue bergegas memakai kardigan, kerudung segi empat, lalu berganti celana.

Gue berpamitan ke bunda. Tak lupa kunci motor pun gue ambil, lalu keluar rumah dengan motor matic kesayangan gue. Gue biarkan pintu pagar itu terbuka karena pintu besi rumah tertutup.

"Maaf bun, Avin buru-buru." Batin gue.

Sampai ditengah perjalanan, gue berhenti sejenak untuk mencari alamatnya di chatroom WhatsApp gue dengannya. Gue berhenti didepan warung nasi uduk milik Ibu Heni, seperti tidak asing namanya. Gue langsung saja mencari ponsel kedalam kantong celana tapi—terlupakan, ponselnya ada di Alvin.

"Ini semua gara-gara lo Vin. Awas lo." Gue menggerutu pelan.

"Em mba.. permisi, mba mau kemana ya berhenti didepan warung nasi saya? Ada yang perlu saya bantu? Mba terlihat panik." Ujar Ibu paruh baya itu menghampiri gue yang sedang berhenti di depan warungnya.

Suaranya juga tidak asing menurut gue. Gue lalu menoleh dan ternyata itu adalah—Bu Heni yang dulu jualan nasi uduk dekat kampus! Warung Bu Heni dekat kampus ini adalah warung langganan gue ketika gue belum sempat sarapan dan terkadang gue sengaja tidak sarapan agar bisa makan nasi uduk ini.

Warungnya memang tidak jauh dari kampus, dan banyak mahasiswa disini yang makan di warung milik Bu Heni karena rasa nasi nya yang khas ditambah satu gorengan gratis jika membeli porsi lima ribuan. Dengar-dengar Alvin sepertinya berlangganan juga di warung ini. Ya mungkin sering bertemu tapi belum kenal saja saat itu.

"Ehhh Bu Heniiiiii?! Aduh ibu, saya kangen banget sama ibu," Gue langsung memeluknya erat. Tak menyangka kami dipertemukan kembali disini, sepertinya beliau berjualan didekat perumahan Alvin.

"Ibuu.. Ibu kenapa pindah kesini? Kenapa nggak didekat kampus lagi?" Tanya gue sambil melepas pelukan dari Bu Heni.

"Hehe.. Iya nak Avin, ibu pindah karena disana ngontrak nak.. Masa kontraknya sudah habis lalu ibu tidak sanggup untuk membayarnya, anak ibu juga tidak mampu, ia masih kecil, belum bisa mencari nafkah sendiri. Lalu ibu pindah kesini, kerumah ibu, nak." Lirihnya sambil menjelaskan penyebabnya Bu Heni pindah.

AVIN [[Slow Update]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang