Perjalanan menuju sebuah tempat yang dituju, yang terletak didekat Mall Giant itu sangat membosankan. Macet, hal yang paling gue benci. Katanya memang disini sering macet, dan Alvin lebih memilih ketemuan disebuah café dekat sini agar jauh sedikit perginya, tapi gue nggak tau pasti mau ke mall atau ke café karena awalnya ia bilang kalau dia mau ngajak gue jalan-jalan bareng temannya, bukan nongkrong.
Mata gue mulai kedip-kedip, walaupun sudah pakai helm dan kacanya sudah tertutup tapi yang namanya angin tetap saja bisa lewat, dan angin itu membuat mata gue ngantuk. Gue nggak bisa menahan mata gue, gue memegang erat hoodie Alvin dari belakang agar tidak jatuh kebelakang. Helm gue terus-terusan mengenai helm Alvin.
Alvin pun menoleh sedikit, "Lo kenapa jedat-jedutin helm gue?"
Gue terbangun dari kantuk karena suara Alvin yang selalu membuat gue kaget, "Eh maaf Vin maaf, gue ngantuk tadi ga sadar helm lo kena sama helm gue."
Gue membenarkan posisi duduk gue yang hampir saja tidak berjarak. Untungnya tas gue taruh ditengah sebagai pembatas.
Tak lama kemudian, Alvin membelokkan motornya ke sebuah café, mungkin tempat ini yang dimaksudnya untuk bertemu dengan temannya yang bernama—Arkan.
Belum begitu jelas yang dimaksud 'Arkan' itu siapa. Karena nggak hanya satu orang saja yang namanya Arkan didunia ini. Bisa saja kebetulan namanya sama. Nama tersebut mengingatkan gue pada seseorang yang dulunya sangat bisa membuat para kaum hawa jatuh cinta pada nama 'Arkan', terutama gue.
Fadhlan Arkan Faturrahman.
Manusia yang pernah gue kagumi sejak awal masuk SMA, sampai awal masuk kuliah itu teringat jelas dipikiran gue. Gue mengenalinya karena ia dulu pernah menjadi ketua OSIS di SMA gue. Gue mengaguminya karena ia memiliki jiwa pemimpin yang selalu mengutamakan suara dari para siswa-siswi untuk menyampaikan pendapatnya kepada guru penanggung jawab OSIS jika ada peraturan OSIS yang mungkin rumit untuk dilakukan.
Semenjak ketua umum OSIS tergantikan, Arkan memimpinnya sehingga kegiatan sekolah berkembang pesat. Menjadi kreatif dan aktif dalam mengadakan acara, tidak seperti dulu yang diketuai oleh perempuan yang bernama Dara. Arkan memimpinnya dengan senang hati, tegas sehingga membuatnya disenangi oleh para guru, teman dan terutama kaum hawa.
"Vin? Vin! LO DENGER GUE APA KAGA SI!?"
Gue melamunkan apa yang ada dipikiran gue tadi, sampai tak sadar kalau Alvin dari tadi memanggil nama gue berkali-kali.
"EH EH APA ANJIR APA??" Gue tersentak kaget ketika Alvin menaikkan suaranya.
"Vin, lo harus fokus. Jangan sampai Alvin tau, bisa mampus gue kalau Alvin tau gue pernah suka sama Arkan." Batin gue.
"Turun lah! Orang udah nyampe, lo kesemsem sama motor gue sampe gamau turun ha?!"
"Dih apa banget, ya kali gue suka sama motor lo!" Gue turun dari motor dan langsung melepaskan helm dan menaruhnya diatas spion motornya.
"Ngga suka sama motornya tapi sukanya sama pemilik motornya kan?" Ketusnya.
Gue tertegun. Apa? Suka sama pemilik motor? Alvin? No, no!
"Ga usah kepedean jadi orang,"
"Udah lah langsung aja masuk, ditungguin sama temen lo nanti gak enak." Lanjut gue.
Alvin jalan terlebih dahulu, gue hanya mengikuti dari belakang. Ia lalu menghampiri sesosok pemuda mengenakan kemeja berwarna biru dongker, dilengkapi dengan kaos hitam dan celana jeans. Ia juga memakai topi berwarna putih bergambar panda depannya. Gue mengenal topi tersebut. Topi itu sering dipakai ketika ada suatu event di SMA gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
AVIN [[Slow Update]]
Teen FictionAvin, mahasiswi berusia 21 tahun yang duduk dibangku kuliah fakultas akutansi memiliki keunikan tersendiri pada dirinya. Ia terjebak didalam suatu masalah yang sangat rumit, sehingga ia sering bolos kuliah. Alvin, mahasiswa berusia 23 tahun yang sed...