Nggak mau nyerah

207 66 148
                                        

"Bodoh sama nggak peka sama nggak, sih? Soalnya gue punya sahabat yang nggak sadar kalau selama ini selalu gue yang ada di sisinya. Namun, perasaannya buat orang lain, bukan gue."

DEA

"Ini semua kan gegara cowok itu, harusnya kalau lo bilang dia suka nolong lo, kenapa nggak nyingkirin penggemar dia yang nyusahin itu??" ujar Cris tidak habis pikir, sekarang ia sangat kesal dan perasaan hatinya sedang buruk. Apalagi mendapati sahabatnya itu terlalu tergila-gila oleh Devan.

"Nggak bisa begitu, dong. Devan juga nggak mau punya penggemar sebenarnya, buktinya dia nggak tebar pesona. Lagipula kalau lo yang jadi dia, bisa ngendaliin siapa aja yang suka sama diri lo?" Dea tidak mau Devan selalu dijelek-jelekkan oleh Cris. Tentu saja ia yang selalu menang pada akhirnya jika berdebat dengan Cris.

"Cinta emang buat lo buta, lo kan cuma tau luarnya doang. Siapa tau di dalamnya dia psikopat yang sering permainin hati perempuan. Contohnya kayak lo." Cris hanya menggelengkan kepalanya.

"Sembarangan kalau ngomong!! Lagian kenapa sih lo selalu ngejelekin Devan?! Apa yang buat lo suka nyari masalah mulu kalau sama dia?!" Dea menatap garang Cris. Ia menghentikan Cris yang sedang meminum jus jeruk.

Sekarang mereka berdua sedang duduk di bangku panjang di area taman sekolah. Setelah kejadian tadi dan Dea membersihkan matanya yang perih, Cris langsung menarik Dea untuk pergi dari Devan yang sedang membantu membersihkan rambut Dea.

"Gue belum bilang makasih sama Devan lagi! Lo sih langsung bawa gue pergi, udah tau rambut gue masih bau bakso dan sekarang gue laper." Dea mendengus gusar mendapati Cris yang terdiam karena pertanyaan tadi walau dirinya sudah mengalikan pembicaraan mereka.

"Oh, iya. Tadi kan gue bolos udah beli beberapa makanan." Dea mengingat tangannya yang masih memegang plastik hitam sejak ia bawa dari awal bolos tadi. Plastiknya ia buka dan ia langsung mencari cokelat. Setelah menemukan cokelat spesial terikat pita, ia segera tukar roti dan beberapa makanan kecil yang di sakunya dengan cokelat itu. Sekarang yang ada di sakunya hanyalah cokelat untuk Devan.

"Lo mau??" tawar Dea sambil menyerahkan roti dan beberapa makanan kepada Cris yang masih terdiam.

"Dea."

"Hm?"

"Tadi lo tanya kan kenapa gue kelihatan benci sama cowok yang disukain lo itu?" Cris menoleh ke arah Dea yang sedang memakan keripik kecil di mulutnya.

"Hm."

"Hei, gue lagi ngomong." Dea menoleh ke arah Cris dan menatap manik matanya. Dea mengernyitkan alisnya karena bingung, kenapa Cris terlihat sangat serius sekarang. Apalagi minuman jusnya sudah dia buang ke dalam tempat sampah di samping bangku panjang.

"Kenapa?" tanya Dea ikut serius walau tangannya masih mengambil keripik dan roti.

"Karena gue nggak suka lo kejar dia lagi. Bisa lo lupain aja perasaan cinta lo dari cowok itu?" Ucapan Cris membuat Dea terkekeh pelan. Gadis itu sangat tidak mengerti apa yang dimaksudkan sahabatnya.

"Nggak bisa, gue udah cinta banget sama dia."

"Lo kan baru bertemu dia, kenapa sekarang udah cinta akut begini? Bukankah gue yang selalu ada di sisi lo setiap saat?? Sebenarnya lo anggep gue ada di sini nggak sih?" Jujur saja Cris merasa sesak di dadanya. Ia menatap lesu Dea yang masih menganggapnya tidak serius sekarang. Lihat saja gadis itu sedang membelah roti menjadi empat bagian.

"Dea, gue lagi ngomong."

"Gue nggak suka Cris yang serius. Lo kayak elang mau nerkam gue."

Ucapan Dea membuat Cris mengalihkan pandangannya ke atas, rasanya percuma berbicara dengan Dea yang selalu saja bercanda. Setiap diajak serius pasti langsung nangis dikira akan ada yang membentaknya.

DEA ✓ (WM) TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang