"Maaf baru menyadari perasaan ini tanpa tahu bahwa sudah terlalu banyak waktu dan emosi yang telah kau berikan untukku. Kuharap belum terlambat untuk membalasnya."
—DEA—
Cris duduk di sofa dengan satu kakinya ia naikkan. Matanya fokus memeriksa isi ponselnya.
Ting!
Ting!
Ting!
Ting!
Ting!
Cris berdecak kesal dan menggertakkan giginya. Tangannya membuka isi pesan di ponselnya yang mendapat banyak notifikasi dari seseorang. Walaupun ia sudah melaporkan nomor itu, seseorang itu masih saja menghubunginya dengan beberapa nomor yang berbeda. Ia sangat yakin nomor asing yang berbeda-beda itu adalah orang yang sama.
Cris akhirnya memutuskan untuk meladeninya dan ingin menegaskan penolakan untuk keinginan seseorang itu.
"Halo!!"
"Cris!! Akhirnya lo jawab juga. Tolong jangan cuekin gue!! Gue akan lakuin apapun, tapi jangan mengabaikan gue. Cris, gue sayang sama lo."
Cris kesal dan berusaha tenang, ia mengepalkan tangannya sedikit merasa tidak nyaman. "Besok kita ketemu aja!! Ada yang mau gue omongin sama lo!!"
Tuut.
Cris dengan cepat memutus sambungan setelah mengatakan itu. Kemudian, ia merasakan Devan menatapnya dan benar saja Devan tertawa kencang.
"Kenapa lo?" Cris dengan gayanya yang santai menatap malas melihat Devan yang masih memegang tangan Dea.
"Nggak. Ternyata lo punya pacar? Gue kaget, loh. Berarti Dea nggak pacaran sama lo?"
"Bukan urusan lo."
"Berarti gue boleh nerima pernyataan cinta Dea?" Pertanyaan Devan membuat tanda tanya besar untuk Cris. Cris merasa emosi dan berlari meraih kerah Devan. Ia kesal melihat Devan yang menyeringai dan sesekali mengangkat alisnya menantang.
"Maksud lo apa?!!"
"Gue suka sama Dea." ucap Devan dengan serius. Cris melepas cengkeraman pada kerah Devan dan berpindah menyilangkan tangannya di depan dada.
"Maksud lo gimana? Gue nggak ngerti dan bukannya lo risih sama Dea yang selalu nempel ngikutin lo??"
Devan mengalihkan pandangan ke arah Dea dan semakin erat menggenggam tangan Dea bahkan mencium tangannya.
"Gue sadar setelah melihat dia yang selalu menderita di sekolah dan gue kira itu hanya rasa simpati. Ternyata lebih dari itu, perasaan ini semakin besar dan gue selalu ingin Dea ada di sekitar gue."
Cris hanya kembali duduk di sofa tidak peduli pada curahan hati Devan dan tidak ingin tau.
"Gue ngerasa kesal mendengar perkataan mereka tentang Dea. Gue kangen sama dia kalau udah pulang sekolah, gue kangen mendengar Dea teriak manggil nama gue."
"Bisa berhenti?? Sekarang lo kedengaran kayak orang jahat yang terobsesi sama sesuatu." Cris merasa risih dan kesal mendengar penuturan Devan.
"Gue kira lo pacarnya," tutur Devan pada akhirnya, alasan mengapa Devan selalu menolak Dea. Salah satunya tentu saja adalah dirinya yang selalu diberikan tatapan tajam dari Cris seakan memperingati sesuatu.
"Oh, jadi itu? Yang buat lo selalu nolak Dea??" Cris menahan tawanya sambil berpikir Devan sangat konyol karena mengira Dea yang berpacaran dengan Cris.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEA ✓ (WM) TERBIT
Teen FictionGadis kuat dan keras kepala yang harus kehilangan satu persatu kebahagiaannya sejak kecil. Bahkan di saat dirinya menginjak usia remaja di mana seharusnya bersenang-senang, ia harus kehilangan pendengarannya. Setidaknya ia tidak akan mendengar caci...