Ketemu

84 28 44
                                        

"Jangan menghilang dan jangan menyerah, cukup keluarkan emosi dan bersikap seperti biasa kembali, perkuat hati dan lebarkan senyum. Kuyakin akan terbalas suatu saat nanti."

—DEA—

"A--Apa kata lo?"

"Gue dihubungin sama pihak rumah sakit, Dea udah nggak ada di ruangannya."

"Nggak mungkin ada yang culik dan bawa dia, kan?"

"Nggak mungkin! Lagipula pasti ketahuan jika ada yang datang menjenguk lagi saat malam!!"

"Yaudah, gue coba pulang dulu. Nanti gue bantu lo cari. Sekarang lo ada dimana?" Devan menaiki kendaraannya dan menatap hujan yang masih deras.

"Gue lagi ada di depan rumah sakit, Paman Bagas juga lagi kesini."

"Oke." Devan menutup sambungan dan menyalakan motornya, ia mulai menerobos hujan sementara pikiranya sedikit merasa ada yang janggal.

"Tunggu!"

Ckit!

Devan memberhentikan kendaraannya sambil membalik badan menatap jalan yang ada di belakangnya.

"Nggak mungkin, kan?! Apa seseorang yang tadi gue lihat beneran Dea?!" Devan dengan cepat memutar balik arah motornya dan melajukannya dengan cepat. Ia melihat sebuah jembatan dan melewatinya. Di seberang jembatan ada tiga arah jalan yang membuatnya ragu.

"Gue nggak tau daerah sini." Devan memilih jalan pertama yang berada di sebelah kiri.

"Sebentar, Gue nggak yakin Dea mau lewat sini. Lagipula nggak mungkin Dea pergi malam seperti ini ke tempat sepi apalagi masih hujan deras."

Devan berhenti sebentar, ia memijat kepalanya yang semakin pusing dan bingung.

"Devan! Ayo berpikir pintar!" Devan kembali ke jembatan, ia sangat ragu Dea akan pergi ke jalan yang jarang di pakai banyak orang.

"Apa gue panggil Cris?"

Devan menghembuskan napasnya dengan kesal. Ia sangat tidak ingin berbicara pada Cris. Devan kembali melajukan kendaraan bermotornya kembali melewati jembatan. Tepat di saat itu ia melihat sesuatu yang mengambang di sungai yang deras.

"Tu--Tunggu! Nggak mungkin Dea lompat dari sini, kan?!!"

Devan sangat panik, ia dengan cepat meninggalkan motornya dan berlari mencari pembatas pagar yang terbuka agar dapat turun ke arah sungai.

Devan melihat celah dan langsung melompat, ia menuruni beberapa tanah yang basah untuk sampai ke bawah.

"Ketinggian dari atas sampai ke bawah seperti ini! Apa Dea udah nggak waras?!"

Devan akhirnya melihat tubuh Dea yang sudah jauh dan sesekali menghilang di dalam air. Pikiran buruk menghampiri Devan yang pada akhirnya memutuskan melompat ke dalam air. Berenang dengan arus yang membawanya membuat Devan ikut terseret.

Tidak memikirkan apapun lagi, ia berusaha meraih Dea. Dirinya mendapat hantaman beberapa kali dengan batu yang besar.

"Dea!!" Devan masih sadar. Ia berhasil meraih dan memeluk Dea yang sudah pucat dan tidak bernapas.

Ia memeluk Dea sangat erat tidak ingin melepaskannya. Tidak peduli tubuh mereka masih terbawa arus, Devan beberapa kali melindungi Dea dari hantaman keras.

"Dea tolong lo bangun! Jangan ninggalin gue!! Dea!!" Devan harus segera keluar dari sana, jika tidak mereka berdua akan segera mati.

Pandangan Devan sudah mulai kabur, ia mendapat hantaman sekali lagi di sebuah batu. Dirinya masih menahan Dea agar tidak tenggelam ke dalam air, menahan tubuh Dea sekuat mungkin.

DEA ✓ (WM) TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang