Berbeda

89 26 28
                                        

"Kemarin aku melihatnya masih tersenyum, lusa kemarin aku masih melihatnya tertawa bahagia, tiga hari kemarin lagi aku melihatnya masih ceria, tetapi kenapa sekarang dirinya terdiam?"

DEA

Cris menatap tajam Devan yang masih tertidur pulas. Ia mendekati dan memajukan tangannya di depan wajah Devan. Rasanya ingin sekali memukul wajah itu.

"Lo ngapain?" Cris terkejut mendapati Dea yang menarik penutup kepala jaketnya dan menarik dirinya untuk duduk di sofa. Dea menyuruh Cris menyuruhnya diam.

"Lo gitu banget sama gue." Cris menatap kesal pada Dea yang memilih duduk di samping ranjang pasien dan mengamati wajah Devan secara detail.

"Dea" Cris berdiri dan mendekati Dea. Ia memegang Pundak Dea memanggil namanya.

"Hmm?" Dea melihat Cris yang ingin berbicara padanya. Ia seketika mengingat ekspresi Cris saat tertidur di dalam mimpi panjangnya. Dirinya langsung teringat akan Cris yang selalu ada di sisinya setiap saat.

"Terimakasih." Dea langsung berdiri dan memeluk Cris erat. Orang yang dipeluknya itu hanya membeku di tempat dan bingung dengan tingkah Dea.

"Hei." Cris melihat Devan yang terbangun dan menatapnya tajam, seketika itu Cris tersenyum lebar dan membalas pelukan Dea dengan erat.

"Lo lepasin dia." Cris tidak tahan lagi. Ia melepaskan pelukan Dea dan tertawa dengan kencang. Perutnya terasa sakit melihat reaksi tajam dari Devan.

"Hahahaha, aduh ..., Perut gue sakit. Muka lo bisa biasa aja? Gue nggak tahan ...." Cris melihat Devan yang menatapnya datar.

"Kenapa ketawa?" Dea memukul Cris dengan kesal. Ucapan terima kasihnya tidak dianggap serius.

"Maaf, tadi si Devan cemburu lo di peluk gue. Ayo, kita pergi dari sini." Cris langsung menarik Dea untuk mengajaknya pergi dari ruangan itu.

Dea hanya mengikutinya, tetapi langkahnya terhenti dan menoleh ke belakang. Ia melihat Devan yang mencegahnya pergi.

"Lo udah bangun?" ucap Dea dan menyadari bahwa Cris mungkin tertawa karena Devan atau sesuatu. Yang pasti Dea hanya pasrah karena tidak dapat mendengar pembicaraan mereka, hanya mencoba menebak dari gerakan mulut.

"Disini aja, lo mau ngapain berdua sama Dea?" Devan menatap sengit kepada tangan Cris yang memegang lengan Dea.

"Devan? Lo udah bangun?" tanya Dea sekali lagi.

Dea merasa tidak nyaman hanya dapat melihat Cris dan Devan yang memperebutkannya. Masalahnya Dea tidak tahu apa yang mereka bicarakan.

"Devan lebih baik lo istirahat, ya? Gue juga mau ke ruangan gue. Nanti jika demam lo udah sembuh, boleh ke ruangan gue." Dea memutuskan pergi dan menyuruh Devan beristirahat.

"Gue maunya sam—"

"Lo nggak dengar? Devan, lo istirahat aja ya. Nanti kalau Dea jadi ikutan demam karena lo gimana?" Cris menyeringai lebar merasa menang. Ia memaksa Devan untuk tidur dengan mendorongnya agar tiduran dan menutupinya dengan selimut seluruh tubuh.

"Ayo, kita jangan ganggu istirahatnya dia." Dea menatap Devan yang pasrah terdiam di ranjangnya.

"Sebentar." Dea menghampiri Devan dan membisikkan kata terimakasih untuknya, tentu saja ia tidak melupakan kebiasaannya untuk menyatakan perasaannya.

"Gue cinta sama lo," ucap Dea dan langsung menarik tangan Cris keluar dari sana. Ia tersenyum lebar merasa lega setelah mengatakan hal itu. Sementara Cris yang ditarik hanya berdecih dan kesal mendengar Devan yang tertawa senang di ruangannya.

DEA ✓ (WM) TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang