Sekarat

105 26 21
                                        

"Masalah terus datang satu-persatu. Walau begitu, tolong tunggu dan bersabarlah. Akan segera datang kebahagiaan itu menghampirimu."

DEA

Beberapa jam yang lalu ....

"Hei, lo belum pulang lagi?" Cris menghela napas panjang sambil melihat Devan yang terdiam di tempatnya. Wajahnya menunjukkan rasa kelelahan yang sangat berat.

"Lo nakutin gue." Cris terkejut melihat Devan yang langsung berdiri dan menghampirinya untuk meminta minum di meja sebelahnya.

"Nih." Cris menjauhi Devan setelah memberinya minuman.

"Gue tau lo mau buktiin ke gue tentang perasaan lo, tetapi nggak begini juga."

"Maksud lo?" Devan hanya melirik ke arah Cris dengan pandangan tidak suka.

"Lo juga tau kalau Dea sukanya sama lo, jadi percuma lo nungguin dia biar bisa lebih dulu nunjukkin rasa cinta lo. Gue juga suka sama Dea, tapi gue nggak mau maksain diri sendiri sampai kayak zombi kayak lo gini. Gue juga nggak bakal maksa perasaan Dea buat gue karena dia sukanya sama lo."

Cris berdecih tidak suka melihat Devan yang setiap hari selalu mengunjungi Dea. Bahkan dirinya tidak sempat khawatir dan berada di dekat sahabatnya itu. Semuanya diambil alih ke tangan Devan.

"Gue cuma mau orang yang pertama kali dia liat saat bangun itu gue," ucap lelaki itu yang sekarang duduk di dekat ranjang Dea. Cris hanya menahan sabar dengan alasan tidak masuk akal Devan.

"Orang yang bakal dia liat pertama kali itu dokter. Lagipula lo nggak bakal dicariin keluarga lo tiap hari kesini selesai pulang sekolah sampai malam?"

Devan hanya terdiam menatap Dea yang terpejam lelap.

"Lo sendiri bagaimana? Lo selalu pulang dari rumah sakit bareng gue kalo perawat udah ngusir karena jam jenguk abis." Devan tidak menjawab pertanyaan Cris dan memilih bertanya balik.

"Oh, iya juga. Sejak kapan keseharian gue jadi sama kayak lo?!"

Brak!

"Besok kalian jadi serumah aja sekalian! Kesini setiap hari selesai pulang sekolah dan pulang kalau udah dipaksa sama suster! Kalian hanya membuang waktu! Harusnya kalian belajar!!" Seseorang masuk sambil berjalan mendekati Devan juga Cris dan menarik telinga keduanya.

"Pa--paman, sakit telinga saya." Bagas hanya memutar bola matanya malas dengan Cris.

"Kenapa kalian nggak pernah bolos kalau kesini, tetapi malah selalu bolos pelajaran terakhir!!"

"Saya takut kedahuluan sama Cris kalo Dea mendadak bangun," ucap Devan dengan jujur sambil menatap tajam Cris.

"Ini baru enam hari!! Bagaimana kalau Dea maunya tidur terus gegara liat kalian tiap hari kesini!!" Paman Dea melepaskan tarikan telinga kedua lelaki itu dan menatap Dea yang masih tertidur pulas.

"Ih, Bapak kok ngomongnya gitu!!" Devan ingin membantah, tetapi dirinya harus sadar siapa yang ia ajak bicara.

"Maaf, deh, Pak. Saya nggak ulangin lagi ... Kayaknya."

Cris hanya tertawa kecil dan meminta ampun kepada Bagas dengan mengatakan akan mengurangi jadwal bolosnya.

"Kau juga sebagai orang paling dewasa! Kenapa setiap hari kau kesini juga!!" Mereka bertiga terkejut dengan perawat yang masuk dengan marah setelah melihat keberadaan mereka.

"Setiap hari kesini harus ditegur dulu! Saya juga punya batas kesabaran tau!" Perawat itu menunjukkan tatapan sabar untuk ketiga orang itu.

"Jika kalian kesini setidaknya bisa tidak usah berisik?" Perawat itu mendengus gusar dan melihat ruangan yang terlihat kacau. Ia mulai membersihkan kekacauan yang mereka bertiga buat. Sampah berantakan dan beberapa baju ganti yang mereka bawa agar setelah pulang sekolah tidak perlu kerumah untuk mengganti baju dan langsung ke rumah sakit.

DEA ✓ (WM) TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang