Lelah

109 38 24
                                        

"Aku tau aku bersalah, tapi setidaknya jangan tinggalkan aku sendirian. Aku butuh seseorang yang menerimaku dengan tulus, bukan hanya ucapan tapi benar-benar nyata."

DEA

Dea memukul-mukul dadanya dan kepalanya. Berharap dapat menghentikan penglihatan ulang masa lalu yang sekarang ia rasakan kembali.

"Mama." Dea menoleh mendengar suara gadis mungil yang sedang meringkuk di pojok ruangan. Ia melihat dirinya sedang sendirian di tempat gelap di balik jeruji besi.

Drrkk.

"Ayo ikuti saya." Dea mengingat kejadian sekarang dan sadar bahwa saat ini sedang di masa dirinya di interogasi oleh polisi. Dea melihat pintu terbuka dari luar memperlihatkan sosok polisi yang tinggi. Dea kecil merasa takut dan menangis memanggil nama mamanya.

Ia disuruh masuk ke dalam suatu ruangan yang terdapat satu meja dan dua kursi. Gadis mungil itu masuk ke dalam dan terkejut pintu yang baru saja dilewatinya tertutup.

"Hei, ayo duduk dulu." Panggilan seorang polisi yang sudah berada di dalam ruangan membuat gadis mungil itu kaget. Polisi yang berbeda lagi dengan orang yang membawanya tadi.

Ia mendekati polisi itu dan duduk di kursi. Dirinya sekarang berhadapan dengan pak polisi itu yang bagi Dea terlihat garang.

"Tenang aja." Berbeda dengan bayangan gadis itu tentang polisi yang galak dan suka membentak, ternyata pak polisi yang ada di depannya sekarang terlihat santai.

Mungkin polisi itu sadar setelah melihat Dea kecil yang masih sangat polos dan selalu memanggil mamanya. Ia tahu jika anak kecil yang sekarang sedang ia interogasi berbeda dari pelaku kejahatan yang lain. Apalagi Dea dikatakan baik dan tidak memiliki gangguan jiwa, emosional serta pemikiran jahat oleh psikolog yang telah menguji gadis itu.

Dea kecil menurut disaat ia disuruh duduk. Ia melihat polisi itu mengeluarkan sebuah permen.

"Jadi anak yang baik." Polisi itu menatap Dea yang gemetar mengambil permen itu.

Dea yang merasa lapar terpaksa mengemut permen batang itu secara pelan. Melihat Dea yang sudah tidak menangis, polisi itu mencoba menanyakan beberapa hal.

Tentu saja Dea menjawab pertanyaan dengan jujur dan sesekali menangis. Ia juga mengatakan ia hanya membunuh perampok jahat itu karena melindungi mamanya. Ia juga tidak sadar bahwa dirinya telah membunuh seseorang.

"Kenapa mama nggak bernapas di saat itu? Hiks ...." Dea bertanya kepada polisi yang fokus memikirkan sesuatu.

"Dengarkan saya, Ibu kamu meninggal dikarenakan ketidaksengajaan. Ia terbunuh karena perampok yang kamu bunuh menahan jalur pernapasan Ibu kamu." Dea kecil yang masih tidak mengerti apa yang dikatakan polisi di depannya hany terdiam.

Yang ia tahu pasti adalah bahwa dirinya akan terus-menerus sedih sekarang setelah mendengar dari orang lain bahwa mamanya memang benar sudah meninggal.

—DEA—

Sesi interogasi sudah berlalu selama beberapa jam dan Dea kecil menjawab sesuai fakta apa yang telah ia alami. Ia harus menerima kenyataan dan menunggu pengadilan untuknya. Yang ia lakukan sekarang hanyalah selalu menangis dalam diam setiap petugas polisi menjaga sel penjara sementaranya dengan garang.

Dea merasa kasihan terhadap dirinya sendiri saat ini, ia memejamkan mata dan sekarang dirinya berpindah ke tempat persidangan. Lagi-lagi Dea melompati waktu.

DEA ✓ (WM) TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang