Pagi ini SMA Dandelion dibuat heboh dengan sebuah poster yang memampangkan wajah dengan tulisan menghina di bawah gambar. Tinta merah yang tergores di atas gambar wajah itu membuatnya terkesan mengerikan dan tentu membuat siapa pun pasti takut dibuatnya.
Srakk
Derla Pradiptya, gadis cantik bertubuh ideal itu kewalahan mencopoti semua poster-poster yang tertempel hampir memenuhi papan mading dan tembok sekolah. Meski apa yang dilakukannya tidak ada gunanya dan yang jelas sudah banyak siswa yang tahu, setidaknya Derla berusaha agar tidak ada guru yang melihat poster-poster ini. Ya, Derla harap begitu.
Rasa marah dan hampir ingin menangis. Sialan! Sepagi ini ada saja yang membuatnya naik darah. Beraninya telah mengganggu ketenangannya di sini. kalian harus tahu bahwa ini baru pertama kali ada yang berani melakukan hal semacam itu padanya.
Derla masuk ke dalam kelasnya, XI IPS 1 yang mendadak hening. Begitulah setiap kali Derla masuk ke dalam kelas tidak akan ada yang berani untuk mengajaknya bicara apalagi bergurau dengannya.
Derla menghampiri salah satu bangku. "Berdiri!" suruh Derla, dan siswi yang sedang duduk di bangkunya itu pun menuruti Derla untuk berdiri.
Tumpukan poster ditangan Derla pun melayang di udara setelah ia melemparnya ke atas. Siswi di hadapannya hanya bisa menunduk tanpa berani menatap kembali tatapan tajam yang Derla tunjukkan. Hamburan kertas poster itu jatuh ke sekelilingnya. Dan siswa lain? Mereka hanya melihat saja tanpa berani menegur atau menolong. Tinggal menunggu saja akan ada pertunjukkan apa lagi yang akan Derla dan siswi di depannya tampilkan nanti.
"Maksud lo apa bikin poster muka gue terus lo pajang?" tanya Derla dingin tetap menatap siswi itu.
"Bukan gue yang bi-"
"Terus siapa lagi? Hanya lo yang selalu bermasalah sama gue!" gertak Derla memotong pembicaraan. Siswi itu memejamkan matanya terus menunduk gemetar takut karenanya.
Jihan, siswi itu bernama Jihan. Keberadaannya di Dandelion seakan hanya untuk dijadikan bahan rundungan oleh Derla. Ucapan yang tidak enak didengar, bentakkan, perlakuan yang tidak baik selalu ia dapatkan setiap hari. Namun, semua yang Jihan dapatkan bukan karena tanpa alasan.
Derla pergi begitu saja ke bangkunya sendiri. Derla lebih memilih untuk membaca novel dibanding menggertak Jihan terus menerus. Ini masih pagi, dan Derla tidak ingin memulai permainannya terlalu awal. Calm down.
Semua siswa yang berada di ruangan itu hanya bisa menatap Jihan yang sedang membereskan kekacauan pagi dengan perasaan iba. Poster-poster yang berserakan itu dipungut oleh Jihan satu-persatu yang lalu ia buang di tong sampah depan kelasnya. Setelah itu, Jihan kembali ke bangkunya dan melanjutkan aktivitas yang sempat terhenti.
Hampir satu setengah tahun keberadaannya di Dandelion dan hampir satu setengah tahun pula Jihan tidak pernah mendapat ketenangan sedetik pun. Jihan sudah lelah untuk mengeluh dan menangis. Keluhan dan tangisannya tidak akan mengubah kehidupannya menjadi tenang dan bahagia. Yang Jihan lakukan hanyalah berusaha tenang dan bersabar untuk menghadapinya.
✂- - -
Derla tersenyum senang saat Fathur-pacarnya memberi kejutan padanya dengan memberikan setangkai mawar putih dengan berjongkok di hadapan banyak siswa yang tentu membuat mereka yang menyaksikan merasa iri karena yang Derla dan Fathur lakukan sangat romantis.
Jika dihitung-hitung mungkin Fathur sudah melakukan hal yang sama lima kali lebih dengan bermacam-macam yang Fathur berikan. Dan Fathur selalu melakukan ini di depan semua siswa. Derla suka itu! Derla harap Jihan juga ada di sana dan menyaksikannya.
"Thankyou," ucap Derla lembut lalu menghirup bunga mawar putihnya. Harum. Derla membantu Fathur untuk bangkit.
Fathur menggenggam kedua tangan Derla dan menatap kedua manik matanya. "Maaf, aku nggak bisa temenin kamu ke kantin," ujarnya.
Derla menggeleng pelan. "Nggak apa-apa kok, aku bisa ke kantin sendiri."
Fathur mengangkat kedua bahunya seolah ia mengatakan terserah, dan berjalan mundur sambil melambaikan tangannya yang lalu mendapat balasan yang sama dari Derla. Derla berbalik setelah keberadaan Fathur tidak terlihat dari pandangannya. Siswa lain yang tadi berkumpul pun sekarang sudah bubar.
Derla berbalik badan membuang ekspresi bahagianya dan menggantinya dengan memasang wajah dinginnya kembali, ia berjalan ke arah kantin. Memantau dan memastikan sekelilingnya tidak ada yang sedang melihatnya sekarang, Derla pun membuang mawar putih pemberian Fathur ke dalam tong sampah dengan kaki tetap melangkah maju agar tidak ada di antara mereka yang curiga dengannya.
Permainan hari ini dimulai kembali. Derla suka dan sangat suka dengan apa yang dilakukannya. Melihat wajah Jihan diantara para siswa yang menyaksikannya dengan Fathur tadi sangat membuat Derla merasa puas. Wajah cemburu itu, ah sudahlah.
Krieett
Derla memajukan kursinya untuk ia duduki. Kantin hari ini terlihat sepi, syukurlah Derla tidak kepanasan kalau begitu. Derla mulai melahap sandwich di tangan kanannya dan tangan satunya lagi yang mengutak-atik smartphone. Terpampang fotonya dengan seorang pria yang memeluknya dari belakang. Salah satu kenangan yang bisa Derla pandang di mana pun dan kapan pun.
Pergerakan yang tertangkap dari sudut matanya membuat Derla mengarahkan pandangan ke arah yang membuatnya tertarik. Jihan baru saja datang ke kantin rupanya, dengan membawa semangkuk bakso di atas nampan. Derla melihatnya setelah ia menoleh.
Reflek Derla meremas tangannya hingga sandwich yang baru ia makan sedikit kini hancur sudah karena remasan kuat itu. Derla beranjak dari duduknya lalu menghampiri Jihan. Ia berdiri tepat di depan meja yang ditempati Jihan dan menatapnya penuh kebencian. Namun, Jihan seolah tidak peduli dengan kedatangan Derla dan tetap tenang menyantap bakso dihadapannya itu.
Merasa geram, Derla menuang semua sambal dan saus ke dalam mangkuk Jihan. Apa yang Derla lakukan membuat Jihan berhenti menyantap bakso itu. Makanan yang ia beli dari sisa uang saku kemarin mubadzir sudah karena Derla. Tidak mungkin Jihan akan tetap memakannya, yang ada sakit perut nanti.
Jihan bangkit mencoba menatap kembali mata Derla dengan berani. "Nggak bisa kah gue tenang sehari aja?" tanya Jihan sudah berkaca dan hampir menangis. Ada beberapa siswa yang juga ada di sana, tapi mereka tidak peduli dan mengabaikannya begitu saja.
Derla menarik kerah Jihan untuk mendekat dengannya. "Semua yang gue lakukan belum sebanding dengan apa yang lo lakukan terhadap hidup gue!" ucap Derla menyeringai singkat tepat di sebelah telinga kanan Jihan.
"Tapi sampai kapan, Derla?" tanya Jihan menahan isakannya sekuat mungkin.
Derla menjauhkan dirinya dari tubuh Jihan. Apa ia salah mendengar? Benarkah Jihan bertanya seperti itu padanya?
Berikan waktu untuk berpikir sejenak. "Emm... Entahlah," ujar Derla mengangkat kedua bahunya acuh dan meninggalkan kantin begitu saja.
✂- - -
KAMU SEDANG MEMBACA
DERLA
Mystery / Thriller[Ketika Ambisi dan Balas Dendam Bersatu] Derla Pradiptya, gadis dengan tatapan tajam itu memiliki masa lalu kelam yang membuat dirinya menjadi Derla seperti saat ini. Terbunuhnya Darren Pradipta-saudara kembarnya masih menjadi tanda tanya besar bagi...