D • menaruh kepercayaan

139 18 59
                                    

"Nggak ada yang luka kan?" tanya Darren memastikan, padahal keadaannya sendiri lebih parah. Laki-laki ini berdiri di hadapan Derla yang sedang duduk di bangku panjang di sebuah tempat yang lumayan ramai. Darren yang membawanya ke tempat ini.

Masih tidak menyangka rasanya setelah menyaksikan apa yang Derla lakukan terhadap Gino si ketua gang. Benar-benar Derla ini berbeda dari perempuan lainnya. Sangat beda. Sampai Darren dibuat kagum karenanya. Hmm mungkin.

Derla menggeleng sebagai jawaban dari ucapan Darren. "Gue aman," balasnya. Derla sedikit santai dibandingkan saat mereka berada di Klub beberapa menit yang lalu.

"Kok bisa sih lo ada di klub?"

"Kenal Gino dari mana?"

Derla abai dengan pertanyaan itu. Bukannya menjawab, Derla justru berdiri dari duduknya dan menyentuh bahu Darren. Menyuruhnya duduk di bangku agar bisa menenangkan diri setelah perkelahian tadi.

"Lima menit gue balik."

Darren hanya menunjukkan raut kebingungannya. Ia menatap punggung Derla yang semakin menjauh. Darren tidak tahu Derla akan pergi kemana dan untuk apa.

Tapi selang lima menit. Seperti ucapan Derla sebelumnya, ia kembali berjalan ke arahnya dengan menenteng kantung kresek putih yang Darren sama sekali tidak tahu dan tidak bisa menebak apa isinya. Darren hanya diam memperhatikan Derla yang mulai mengeluarkan sesuatu dari kantung itu. Dan Darren baru bisa menebak kemana Derla pergi beberapa menit sebelumnya. Ke apotek.

"Gue dan Gino satu SMP kalau lo pengin tahu," ujar Derla duduk di sebelah Darren, tangannya bergerak mulai menyentuh luka di wajah Darren dengan kapas yang sudah diberi alkohol. Akibat perkelahian di klub beberapa menit yang lalu membuat wajah dan lengan Darren penuh luka dan memar. Tapi tenang, lukanya tidak membuat wajah tampannya luntur.

Terakhir, Derla menempelkan plester kecil ke batang hidung Darren yang sedikit sobek. Kini ia telah selesai mengobati luka di wajah Darren. "Makasih udah nolongin gue."

Darren menganggukkan kepalanya. "Makasih juga udah diobatin."

"Lo punya kakak? Kok gue nggak pernah lihat yah?" lanjutnya dengan bertanya.

Derla menghentikan aktivitasnya yang sedang membereskan sisa barang yang baru saja dipakai untuk mengobati Darren. Ia menolehkan kepalanya menghadap Darren yang sedang menatapnya juga.

"Kak Darren." balas Derla menyebut namanya.

Jawaban Derla membuat Darren menunjuk dirinya sendiri, ia sedikit terkejut ketika Derla menyebut nama yang sama dengan miliknya. "Darren?"

"Darren Pradipta, saudara kembar gue."

"Kak Darren meninggal satu setengah tahun yang lalu." ucapnya dengan wajah mulai memanas. Please, jangan nangis di sini. Namun, Derla masih berusaha tetap tenang dan menahan agar cairan bening itu tidak keluar dari matanya. Mungkin kali ini ia akan sedikit bercerita kepada Darren. Ya hanya sedikit. "Perjanjian yang gue bikin dengan Gino adalah awal dari semuanya."

"Perjanjian?" tanya Darren dengan mengangkat sebelah alisnya.

Namun, tatapan datar yang Darren terima dari Derla. Apakah ada yang salah dengan pertanyaannya? Atau mungkin pertanyaan yang Darren ajukan membuat Derla harus mengingat masa lalu kelam yang seharusnya tidak diingat. "Maaf kalau gue bikin lo ingat itu."

Derla menggelengkan kepalanya. "Nggak apa-apa, gue akan tetap cerita."

"Dulu gue dan Gino bikin perjanjian. Siapa yang peringkatnya berada di atas maka dia ngasih tantangan ke peringkat yang berada di bawahnya. Sialnya peringkat gue ada di bawahnya."

DERLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang