Malam yang begitu dingin ditemani hembusan angin dan rintikan kecil dari air yang jatuh dari langit. Tidak lupa suara kendaraan yang berlalu lalang di dekat tempat Derla berpijak. Tangannya menyentuh pembatas jembatan yang menyentak dingin di kulitnya.
Perempuan itu sudah di sana sejak kabur dari sekolah pagi tadi. Sekarang sudah mendekati tengah malam, dan ia masih berpijak di sana tanpa berniat untuk pulang.
Memang ia tidak ingin pulang. Ia masih ingin berada di tempat ini, meski kendaraan yang berlalu lalang sudah semakin minim. Apalagi orang, tidak ada yang melewati tempat itu sejak tiga jam yang lalu.
Derla melamun. Sejak awal perempuan itu hanya melamun di satu tempat. Dengan penampilan berantakan, wajah pucat, dan hanya berdiam diri membuatnya terlihat seperti mayat hidup.
Mengapa ia masih berdiri tegak di sini? Untuk apa ia masih bertahan hingga detik ini? Di saat semua orang berusaha menjatuhkan dirinya.
Sesekali ia ingin mengadu tentang hidupnya. Tentang Derla yang selalu dihantam oleh rasa sakit. Ia tak sekuat itu untuk menerima semua ini, ia sungguh tak sekuat itu untuk menghadapinya.
Ia mendongakkan kepalanya dan memejamkan kedua matanya. Merasakan bagaimana rintikan air dari langit jatuh mengenai wajahnya. Ia selalu berharap hari esok akan jauh lebih baik. Tapi kembali pada kenyataan bahwa kemarin, sekarang, atau besok pun akan sama saja.
Tak ada yang berubah. Tidak akan ada.
Derla kembali membuka mata, pandangannya turun hingga ia bisa melihat bagaimana air yang mengalir tenang di bawah jembatan. Dengan pelan Derla mulai menaikkan kakinya bergantian agar memudahkannya untuk... terjun?
Ia menutup kedua matanya kembali.
Jika sakitnya tak kunjung berakhir, maka ia akan mengakhirinya sendiri.
Ia muak dihadapkan dengan dunia yang kejam ini. Yang dirasa tak pernah ada di pihaknya. Apakah ia hidup hanya untuk derita?
Derla menyerah, ia putus asa.
Derla menjatuhkan diri. Tubuhnya melayang di udara sebelum terhempas kasar memecah permukaan air yang tenang di bawah jembatan sana. Ia tenggelam. Perempuan itu diam meski dirinya sudah kesulitan bernapas. Lalu tak sadarkan diri.
Itu yang ia mau. Namun...
Grappp
Dengan cepat seseorang menarik tubuhnya dari atas sana hingga Derla terjatuh ke belakang. Darren melakukannya, entah dari mana laki-laki itu tiba-tiba ada di sana. Ia selalu saja datang disaat yang tak bisa diduga-duga.
"Lepas..." ucap Derla lirih dengan tatapan kosongnya, bibir pucatnya bergetar kedinginan.
Darren mencekal lengan Derla begitu erat, dan Derla yang merasa marah pun berusaha berontak. Namun, semakin Derla berusaha lepas, semakin Darren mempererat genggamannya. Laki-laki itu menarik lengan Derla hingga tubuh perempuan itu jatuh dalam dekapannya.
"LEPAS!"
"LEPASIN GUE DARREN!!!"
Seolah tuli dengan teriakan yang sudah Derla lontarkan ke arahnya. Darren tetap mendekap Derla dengan erat dan tak mau merenggangkan apalagi melepasnya. Ia tidak peduli seberapa keras Derla terus memukul dada bidangnya bertubi-tubi.
Kedua mata Darren memerah dan berair. Ia hanya diam tanpa berkata apa pun. Melihat keadaan Derla yang sampai ingin mengakhiri hidupnya membuat ia lemah. Perempuan itu terlihat kacau.
Semakin keras isak tangis yang keluar dari mulut Derla, semakin teriris hatinya. Tubuhnya bergetar, antara tangis dan kedinginan.
"Semesta yang terlalu jahat atau gue yang terlalu lemah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DERLA
Misteri / Thriller[Ketika Ambisi dan Balas Dendam Bersatu] Derla Pradiptya, gadis dengan tatapan tajam itu memiliki masa lalu kelam yang membuat dirinya menjadi Derla seperti saat ini. Terbunuhnya Darren Pradipta-saudara kembarnya masih menjadi tanda tanya besar bagi...