D • awkward moment

141 26 51
                                    

Derla melakukan sedikit peregangan pada lehernya. Ia berjalan menyusuri koridor menuju kelasnya. Jujur saja ia masih merasa kesal dengan Fio. Eh marah, ralat. Derla rela berangkat ke sekolahan dengan angkot daripada berada di mobil yang sama dengan Fio.

Melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas. Yang pertama kali ia lihat adalah mawar layu tergeletak di atas mejanya. Derla memejamkan kedua matanya sejenak lalu membukanya.

Tas yang semula di sebelah bahunya kini terlempar ke atas kursi. Dengan mawar yang Derla ambil dari atas meja, ia menghampiri Jihan yang tengah duduk dengan buku di tangan.

Sadar akan Derla yang berdiri di sampingnya, Jihan segera menutup bukunya dan menaruh dengan keras ke atas meja. "Kenapa? Mau nuduh gue? Nuduh itu pakai bukti, bukan pakai perasaan. Gue berangkat aja sampah itu udah ada di meja lo." jelas Jihan tahu apa yang akan Derla lakukan padanya. Menuduh tanpa bukti, memarahinya, menggertaknya, dan membuatnya malu.

Jihan menoleh ke arah Derla yang hanya bisa diam berdiri tanpa perlakuan apapun. Derla sendiri pun bingung siapa sebenarnya di balik barang-barang asing yang diberikan kepadanya. Ia memang tidak memiliki bukti apapun tapi entah kenapa hatinya selalu berkata tak jauh dari Jihan yang melakukan.

"Bye the way, Fio saudara tiri lo?" tanya Jihan berdiri dari duduknya sejajar dengan Derla. "Gue nggak tahu kapan Ayah lo nikah lagi, tapi selamat ya!"

Tanpa jawaban, Derla menatap Jihan yang menjauh dan keluar dari kelas. Bisik-bisik kecil mulai terdengar dari siswa lain yang ada di dalam kelas saat ini.

"Anjirr! Kenapa kita baru tahu!"

"Berbanding terbalik banget yah."

"Gimana maksudnya?"

"Sifatnyaa..."

"Kasihan Fio pasti disia-siain di rumah."

"Iya juga yah, kasihan."

"Tapi lo tahu nggak sih tadi pagi dia berangkat pake angkot!"

"Dibuang kali, jelas lah orang tuanya lebih milih Fio!"

Dan masih banyak lagi bisik-bisik pedas yang membandingkan Derla dengan Fio. Daripada Derla meladeni hal nggak penting yang nantinya malah bikin naik darah. Mending baca buku.

Derla memutar bola matanya jengah kembali lagi ke bangkunya, mengeluarkan buku dari dalam tas dan mulai membaca. Bagaimana ia tidak mendengar ucapan pedas mereka jika telinganya masih berfungsi dengan baik. Meski ia sedang membaca tetap saja ia bisa mendengar yang lain.

Gltak

Derla mengangkat pandangannya, seseorang menaruh minuman di atas mejanya. Seorang laki-laki. Dia menarik kursi menggesernya ke sebelah Derla.

"Gue ikut belajar." Itu Darren.

"Jangan lupa diminum." lanjutnya.

Derla menarik botol mineral pemberian Darren dan memasukkannya ke dalam tas karena Derla tidak mau terlalu banyak barang di atas mejanya. Itu mengganggu. "Makasih." ucapnya datar kembali fokus dengan halaman berikutnya.

"Sejak kapan lo sama Fio saudaraan?"

Derla melirik Darren tidak suka. Ia menutup bukunya dan menaruhnya di atas meja. Derla menghela nafasnya panjang. Sepertinya berita tentang hubungannya dengan Fio sudah menyebar. Entah mereka tahu dari mana.

"Nggak ada topik pembicaraan lain apa?"

"Nggak,"

"Sejak Fio sekolah di sini!" jawab Derla.

"Terus? Kenapa kalian keliatan asing?"

"Karena..." Derla menggantung ucapannya membuat Darren mengangkat satu alisnya. Tidak sabar apa yang akan Derla ucapkan setelahnya. "Penting banget dibahas?"

DERLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang