D • sebuah pembuktian

121 30 40
                                    

Senin, hari yang paling tidak disukai para pelajar. Harus upacara pagi, memulai belajar lagi, dan yang paling berat melawan rasa malas setelah hari libur. Tapi, senin kali ini berbeda. SMA Dandelion meniadakan upacara pagi.

Di kelas XI IPS 1, Jihan sedang membagi lembar jawab yang sudah diberi nilai oleh Bu Hayati. Ia mendatangi setiap bangku untuk memberi lembar jawab itu kepada pemiliknya masing-masing.

"Oh iya, teman-teman hari ini ada rapat guru jadi Bu Hayati nggak bisa ngajar karena ada rapat." Ujar Jihan menyampaikan informasi yang Bu Hayati berikan padanya sambil tangan masih bergerak membagi lembar jawab.

"Karena materi sudah selesai, Bu Hayati minta kita pelajari ulang dari bab pertama tentang Pendapatan Nasional. Berkelompok dengan dua anggota di setiap kelompoknya membuat dua puluh soal isian dan ditulis di selembar kertas."

"Kalau udah selesai taruh aja di meja gue, nanti gue setor ke Bu Hayati."

Setelah selesai, Jihan menatap kembali ke arah tangannya yang masih memegang tiga lembar jawab yang dua diantaranya adalah miliknya dan milik Derla.

Matanya membulat ketika mendapati angka 100 yang merupakan nilai sempurna di lembar jawab milik Derla. Sedangkan miliknya hanya mendapat 95 saja.

Jihan sangat ingat waktu itu ia menukar lembar jawab Derla dengan lembar jawab yang sudah ia buat asal-asalan. Tapi kenapa nilainya lebih tinggi dari miliknya yang sudah ia kerjakan dengan susah payah.

Jihan mengecek ke laci mejanya, ia menarik selembar kertas dari dalam sana. Dan memang tidak salah lembar jawab milik Derla yang asli masih ada.

"Mana lembar jawab punya gue?"

Jihan terlonjak kaget, reflek tangannya memasukkan lembar jawab asli milik Derla ke dalam lacinya kembali berharap Derla tidak melihatnya. Dan segera memberi lembar jawab di tangannya kepada Derla.

Derla tersenyum saat mengetahui ia mendapat nilai sempurna. Lagi. Derla segera memasukkannya ke dalam tas agar tidak hilang. Sedangkan Jihan tengah menatapnya penuh curiga.

Selama ini Derla selalu mendapat nilai yang sempurna padahal menurut Jihan, Derla tidak segigih dirinya jika soal belajar. Herannya, Jihan selalu mengecek jawaban puluhan kali sebelum diserahkan ke guru tapi entah kenapa selalu saja ada yang salah entah itu satu atau lebih.

Mungkin, Jihan akan melakukan hal yang sama lagi. Membuktikan bahwa dugaannya tentang nilai Derla itu benar atau salah. Jihan tidak bisa diam saja dengan posisinya yang selalu berada di bawah Derla.

Kreet

Decitan kaki kursi yang bergesekan dengan lantai membuat siapa yang mendengarnya merinding. Darren sengaja menggeser kursinya agar ia bisa dekat dengan Derla.

Derla menoleh ke arah sampingnya. Ia membuka lebar kedua bola matanya terkejut melihat wajah Darren tepat di hadapannya tanpa jarak. Beberapa teman di kelasnya sempat menengok namun setelah itu abai dan kembali ke aktifitas mereka masing-masing.

"Jauhin muka lo!" Derla mendorong wajah Darren dengan tangannya. Sedangkan Darren hanya terkekeh jail.

"Gue ikut lo."

Derla menoleh kembali ke arah Darren. "Gue nggak pergi kemana-mana." jawabnya singkat kembali fokus ke buku di hadapannya. Darren memang agak sedikit kesal dengan jawaban Derla, tapi jawabannya memang tidak salah.

"Maksud gue kelompoknya." ucap Darren memperjelas.

"Boleh." balas Derla sesingkat mungkin. Ia masih menulis sesuatu di atas kertasnya. Mengabaikan Darren yang menyangga dagu dengan tangannya.

DERLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang