D • perjanjian bodoh ¹

119 17 69
                                    

Sekumpulan remaja bercanda ria di sebuah klub malam. Meja persegi panjang di depannya sudah dipenuhi dengan botol-botol dan gelas yang lumayan banyak. Entah sudah berapa botol minuman yang mereka habiskan malam ini.

Kini, Derla berdiri menatap tajam seorang laki-laki yang berada di tengah perkumpulan itu. Giginya bergemelutak menggambarkan seberapa marah dirinya sekarang. Derla melangkahkan kakinya maju.

Sebuah tangan menahan bahunya dari belakang, menghambat Derla untuk mendekati perkumpulan itu. Derla pun berbalik, alangkah terkejut ia ketika menyadari bahwa yang mencegahnya adalah Darren. Tapi ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan bagaimana Darren ada di sana, untuk apa, dan lain sebagainya. Itu hanya akan buang-buang waktu.

"Ngapain lo di sini?" tanya Darren. Dari tatapannya laki-laki ini memang terlihat terkejut. Ya tak beda dengan apa yang Derla rasakan.

"Lepas! Bukan urusan lo!" Derla menggerakkan bahunya agar Darren menurunkan tangannya. Derla terlihat sangat marah bahkan ketika berbicara kepada Darren.

Detik berikutnya Derla melanjutkan langkahnya semakin dekat dengan perkumpulan itu. Ia mendorong salah satu laki-laki yang ada di sana dengan tenaga yang besar hingga laki-laki itu jatuh terduduk ke sofa di belakangnya.

Semua yang ada di sana terkejut dengan Derla, satu-satunya perempuan yang berani melakukan hal yang mengejutkan. Karena selama ini memang tidak ada satu pun yang berani mendorong, menyentuh, bahkan semua orang takut meski hanya melihat.

"Berani-beraninya lo hubungin gue!" Derla berteriak di depan wajah seorang laki-laki yang sedang ia tahan di bawahnya.

Dia adalah, Gino Argantara. Ketua Black Wolf yang katanya sangat ditakuti semua orang, namun tidak berlaku bagi Derla. Beberapa orang lain yang merupakan bagian dari gangster ini mendekat berniat menolong Gino. Dengan cepat Gino memberi kode dengan mengangkat tangannya agar mereka tidak mendekat.

Gino menyeringai sebelum akhirnya ia membalikkan posisi yang semula ia berada di bawah menjadi Derla yang berada di bawahnya. Tertahan di sebuah sofa yang memang tersedia di sana.

"Anjing! Jangan sentuh Derla!" marah Darren yang tiba-tiba muncul. Darren sendiri masih bingung mengapa Derla berada di sana bahkan dengan tidak tanggung-tanggung berani menyerang ketuanya sekaligus. Ia ingin membantu Derla yang tertahan oleh Gino yang menahan kedua bahunya agar perempuan itu tetap duduk di sana. Tapi, tidak bisa. Anggota Black Wolf dengan sigap menahan lengan Darren agar tidak mengusik urusan mereka.

"Take it easy Derla, udah lama kita nggak ketemu." Sebuah kalimat pembuka yang sangat Derla benci. Rasanya ingin sekali mencakar-cakar wajah Gino, namun apa boleh buat yang ada ia mati hari ini. "Lo nggak nanya gimana kabar gue? Kapan pulang dari Belanda?"

"It's okay." lanjutnya.

Derla diam tidak menjawab apapun dan terus menatap tajam manusia di hadapannya.

"Oh iya, gue turut berdukacita atas meninggalnya Kakak lo."

"BANGSAT!" Derla berteriak bahkan berusaha meludahi wajah Gino meski sasaran meleset. Ia mendorong Gino hingga laki-laki itu terbaring ke atas meja di belakangnya. Dengan sigap ia mengambil salah satu botol di dekatnya yang ia arahkan tepat ke depan Gino.

"Lo jahat! Karena tantangan dari lo, Kakak gue meninggal!" ucap Derla dengan suara bergetar. Namun bukan permintaan maaf yang Derla dapat, justru Gino menertawakannya seolah ucapan Derla adalah sebuah lelucon. Sedangkan Darren semakin bingung dibuatnya.

"Lo nggak ingat siapa yang bikin perjanjian di awal?"

Satu setengah tahun yang lalu, tepatnya ketika ujian nasional akan diselenggarakan beberapa minggu lagi. Derla yang baru saja akan keluar dari kelasnya sudah dihadang oleh Gino di pintu. Ia tersenyum jail kepadanya dengan bersidekap dada dan bersandar.

Derla tidak peduli, ia terburu-buru ingin menyusul Darren-Kakaknya yang mungkin sudah sampai di parkiran sekolah. Tapi langkahnya terhenti ketika Gino membuka suara.

"Yang katanya pengin sekolah di Dandelion gimana? Nggak yakin gue sama nilainya." ujar Gino remeh.

Derla berhenti tanpa membalikkan badannya. "Bisa nggak sih lo nggak bikin gue naik darah sehari aja?" tanya Derla. Ia sebenarnya malas untuk berdebat dengan Gino. Tapi laki-laki itu memang harus diberi paham.

"Ya muka lo yang jutek ngajak gue ribut." ledeknya.

Derla membalikkan tubuhnya menghadap Gino. Ia merasa jengkel. Karena setiap hari manusia di hadapannya ini selalu membuatnya kesal dengan ucapan maupun tingkahnya. "Dengar ini ya! Gue pasti bisa masuk SMA Dandelion!" tegas Derla menunjuk wajah Gino.

Namun, laki-laki itu tertawa ejek. "Dengan nilai pas-pasan lo?"

Derla menurunkan tangannya. "Gini aja, siapa di antara kita yang nanti dapat peringkat lebih tinggi maka dia ngasih tantangan dan siapa yang peringkatnya lebih rendah maka dia harus terima tantangan itu."

Gino mengubah ekspresinya datar. Apakah perempuan di hadapannya ini bersungguh-sungguh untuk menantangnya? Menantang seorang Gino yang merupakan peringkat dua tetap setelah Darren-kakak Derla. Sedangkan Derla sendiri mendapat peringkat sepuluh besar pun belum pernah.

Mengangkat tangannya untuk mengajak bersalaman. Derla pun menerimanya sebagai tanda mereka telah sepakat dengan perjanjian itu.

Beberapa minggu berlalu, hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Peringkat hasil ujian mereka sudah keluar beserta peringkat paralel satu sekolah dari hasil belajar mereka selama satu semester terakhir.

|Derla Pradiptya | peringkat 8|

Sedangkan di bagian lain.

|Gino Argantara | peringkat 1|

Derla memejamkan matanya sejenak. Sekarang Derla harus senang, marah, sedih, gelisah, atau yang lain? Peringkat kali ini mungkin akan membuat orang tuanya senang meski tetap saja Derla harus siap untuk dibanding-bandingkan dengan Darren. Tapi, bagaimana soal perjanjian bodoh yang ia buat dengan Gino?

"Derla."

Panggilan itu membuat Derla menghadap ke arah sumber suara. "Apa?"

"Lo lupa?"

"Nggak."

Gino tersenyum, ia mendekat ke arah Derla dan menepuk bahunya pelan. "Sebelumnya, gue salut sama lo yang udah naik peringkat sejauh ini." ucapnya.

"Tapi, lo masih di bawah gue." lanjutnya tertawa mengejek.

"Bahkan Darren Kakak lo bukan lagi peringkat pertama sejati. Dan yang paling penting lo harus terima tantangan dari gue."

Derla terdiam. Ia memang menantang orang yang salah. Gino laki-laki pemilik kecerdasan dari lahir sedangkan dirinya yang sudah belajar mati-matian tidak pernah bisa mendapat nilai yang memuaskan. Derla selalu berada di bawah.

"Kenapa gue harus terima tantangan lo? Setidaknya gue udah naik peringkat sejauh ini kan?"

"Tetap aja nama lo di bawah gue, dan lo juga harus ingat siapa yang buat perjanjian di awal. Jangan jadi pengecut!" ucap Gino menekan kata pengecut.

"Okey, apa tantangannya?"

✂- - -

Bersambung... Lanjut besok

DERLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang