D • perih

107 16 16
                                    

"Lebih baik perjanjian itu dihentikan sampai di sini. Saya tidak mau ambil resiko jika tetap diteruskan. Lagi pula selama ini Derla tidak memanfaatkan perjanjian yang telah disepakati."

Bu Ningsih, guru kesiswaan SMA Dandelion sudah menentukan jalan keluar dari masalah yang sejak kemarin beritanya masih booming. Yaitu dengan menghentikan perjanjian yang telah mereka sepakati sejak lama.

Di ruangan yang hening, mereka yang terlibat dalam perjanjian hitam di atas putih berkumpul untuk mencari jalan keluar. Beberapa guru, Dipta, dan juga Derla duduk melingkari meja berukuran besar. Mereka sangat serius untuk menghadapi masalah ini.

Berita penyuapan yang sempat mengegerkan satu sekolahan kemarin adalah benar adanya. Dipta sudah melakukan perjanjian itu sejak lama, tapi seperti yang telah diketahui bahwa Derla tidak pernah memanfaatkan kesempatan itu dengan baik.

Namun, guru yang sudah menerima uang suap itu tidak mungkin akan membiarkan Derla tidak mendapat keuntungan apa pun, terlebih uang yang mereka terima berjumlah sangat besar. Itu sebabnya selama ini Derla diberi perlakuan khusus dari sekolah. Nilainya yang selalu sempurna merupakan salah satu contohnya. Tapi entah setelah ini, karena perjanjian itu sudah sepakat dihentikan.

"Saya setuju, tapi bagaimana dengan berita yang sudah terlanjur menyebar? Bahkan saya mendapat laporan dari SMA Pandhita bahwa berita itu sudah menyebar di sana," ucap Pak Setyo Pambudi yang merupakan kepala sekolah di SMA Dandelion. Dia juga terlibat.

Bu Hayati sedikit bergerak membenarkan posisi duduknya. "Saya sudah bicara dengan anak-anak jurnalis untuk menyebarkan bahwa berita yang kemarin tersebar adalah hoax, dan kita semua sebagai guru juga harus menyampaikan kepada murid-murid secara langsung untuk meyakinkan mereka," jelasnya.

Mereka semua setuju dengan penyelesaian masalah ini. Derla sendiri hanya diam seribu bahasa sejak awal tadi. Jangankan satu kalimat, satu kata pun tidak terucap.

"Terima kasih pa-" Ucapan Bu Hayati terhenti ketika menyadari seorang wanita yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan dengan wajah murka. "Ada apa, Bu? Kalau ada urusan, kita bisa bicarakan nanti di ruangan saya."

Wanita itu mendekat ke arah Derla dan menamparnya hingga Derla tertoleh, itu membuat semua orang yang ada di ruangan terkejut dibuatnya.

"Mahh, udah Mah!" pinta Jihan yang menyusul ke dalam ruangan, meminta wanita itu untuk menghentikan apa yang dilakukannya. Wanita itu Mira, Ibu dari Jihan.

"Diam kamu Jihan!" bentaknya dengan wajah memerah, matanya melebar, dan urat leher yang sudah menegang. Amarahnya begitu memuncak, apalagi setelah ia berhadapan langsung dengan Derla. "Dia orang yang udah ganggu kamu selama sekolah di sini! Dia pembully!" tudingnya.

Seketika semua terdiam, begitu juga Dipta yang dibuat terkejut setelah mendengarnya.

"Berdiri kamu!"

"BERDIRI!" ulang Mira berteriak. Ia menarik lengan Derla agar perempuan itu berdiri hingga mereka kini saling berhadapan. "Kurang ajar! Berani-beraninya kamu ganggu anak saya!"

"Sudah kamu apakan saja Jihan?!"

"Apa kamu nggak ada kerjaan lain selain ganggu anak saya?!"

"Salah apa Jihan sama kamu?!"

"APA SALAH ANAK SAYA?!!"

Mira mengguncang tubuh Derla dengan keras dan mengacaukannya. Dan itu membuat beberapa guru dan juga Dipta segera bergerak melerainya. Mira masih saja berteriak seperti kesetanan. Guru yang berada di sana sampai kewalahan menghadapinya.

DERLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang