D • conspire

93 17 8
                                    

Hari ini Derla kembali bersekolah, setelah semalaman ia berpikir seribu satu kali untuk memutuskannya. Awalnya Darren mencegahnya, menyuruhnya untuk tetap istirahat di rumahnya itu sampai keadaan Derla membaik.

Perempuan itu demam, suhu tubuhnya meningkat. Hingga Darren keluar tengah malam untuk membeli plester kompres untuknya. Darren juga menemaninya di dalam kamar untuk memastikan Derla benar-benar mengistirahatkan tubuhnya. Darren baru keluar dari kamar itu setelah memastikan Derla tertidur, yang sebenarnya perempuan itu hanya pura-pura saja. Ia tahu Darren pasti juga lelah dan ingin istirahat.

Pagi tadi, Darren mengantarnya. Laki-laki itu memaksa agar Derla mau berangkat bersamanya. Dan sesuai dugaan, para siswi mencerca dirinya dengan sebutan 'pelakor' setelah Derla sampai di tempat mengerikan itu. Mereka mengatakan dirinya merebut pacar Adik tirinya.

Sepertinya semua orang sudah tahu kalau Darren berpacaran dengan Fio.

Tapi, Darren bilang, "nggak usah dengerin! Gue nggak ada apa-apa sama tuh Lampir!" Dia bilang Lampir? Fio maksudnya? Derla hanya tersenyum samar mendengar itu. Darren terus mengulang kalimat 'tidak ada apa-apa' seolah tahu bagaimana perasaan Derla untuk laki-laki itu.

Kini Derla berada di kantin, ia sedang menikmati nasi goreng di tempat ini. Untuk yang pertama kalinya, mari garis bawahi untuk yang pertama kalinya. Sebelumnya ia selalu membawa makanan dari rumah. Perempuan itu sendirian di bangku yang sebenarnya masih muat untuk empat bahkan lima orang. Sedangkan Darren? Laki-laki itu berada tak jauh darinya, dia bersama dengan Artha dan Bian. Mungkin mereka sudah menjadi bestie?

Derla terlonjak ketika seseorang melempar nasi goreng ke wajahnya. Nasi goreng yang sedang ia makan itu terbuang begitu saja. Mengotori wajah dan seragam yang ia kenakan.

Penindas. Mungkin mereka akan memulainya lagi? Hidup Derla memang tidak bisa tenang akhir-akhir ini.

Sekarang beberapa orang itu duduk di sekelilingnya, salah satunya bahkan mengalungkan lengannya itu di bahu Derla. Mereka menatap Derla mengintimidasi, beberapa diantaranya tersenyum sinis. Dua laki-laki dan tiga perempuan.

"Salut loh gue sama Fio, dia baik banget biarin saudaranya deket-deket sama pacarnya," ujar perempuan berambut coklat, salah satu dari mereka.

Lalu mereka tertawa menatapnya bersamaan.

"Dasar gatel!" Itu siswi perempuan lainnya.

Lalu salah satu laki-laki di antara mereka dengan entengnya mendorong kepala Derla hingga perempuan itu sedikit tertoleh. Lalu menarik dagu Derla hingga perempuan itu mendongak menatapnya.

"Mau gue garuk nggak?" tanyanya dengan kata yang tak pantas untuk diucapkan. Kemudian melepas cengkeraman Derla dengan kasar.

Yang lain hanya tertawa.

Derla menunduk, menghembuskan nafasnya kasar. Sepertinya Derla tidak bisa seperti ini terus menerus. Ia sudah mengatakan kepada Darren semalam bukan? Bahwa Derla akan membalas perlakuan mereka. Hari ini. Meskipun itu sekedar kata yang Derla ucapkan secara asal, tapi ia tidak main-main.

Dengan senyuman Derla mengangkat kepalanya itu, menatap mereka satu-persatu sebelum membenturkan kepala siswa bermulut sampah itu. Membenturkan pada meja di hadapannya. Aksinya itu membuat semua orang yang berada di kantin terkejut, kecuali Darren yang tengah tersenyum dengan puas melihatnya.

Sementara siswa itu kesakitan, yang lain memandangnya dengan tatapan tak terima. Mereka hendak menyerangnya, tapi Derla sudah lebih dulu mengangkat sebuah piring yang siap untuk dilempar ke siapa saja yang berani mendekat padanya.

Pandangannya bergeser pada siswa laki-laki yang memandangnya dengan tatapan marah. Iya, siswa yang Derla benturkan kepalanya ke tepi meja membuat darah segar mengucur dari pelipis laki-laki itu. Ia tidak tahu namanya, tapi dia adalah salah satu berandal yang mengganggunya.

DERLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang