D • menyebalkan

246 50 130
                                    

Tininit tininit

Derla mematikan alarm itu dengan membantingnya ke lantai. Berisik. Ia tidak tertidur dan tetap terjaga semalaman. Itu membuat Derla merasa pusing dan kekurangan tenaga pagi ini.

Kalian pasti tahu rasanya dikecewakan oleh seseorang yang kalian percaya, atau bahkan kalian pernah merasakannya. Apakah kalian juga mengerti bagaimana rasanya ketika yang membuat kalian kecewa adalah orang tua kalian sendiri?

Meski merasa tidak bertenaga, Derla memaksakan diri untuk beranjak menuju ke kamar mandi membersihkan diri. Setidaknya ia merasa sedikit segar. Setelah itu ia mengambil wudhu dan melaksanakan sholat subuh.

Derla bersiap-siap untuk pergi ke sekolahnya. Memakai seragam lengkap, menyiapkan alat tulis, lalu merias tipis wajahnya agar tidak terlihat terlalu pucat. Jujur saja, sebenarnya Derla tidak suka memakai riasan, jika bukan karena untuk tidak terlihat pucat juga pasti Derla tidak akan memakainya. Sentuhan terakhir Derla memoles bibirnya dengan lip tint berwarna peach.

Setelah semua dirasa sudah siap, Derla mulai turun ke lantai satu untuk sarapan. Namun, pemandangan pertama yang ia lihat di ruang makan membuatnya mual. Ayahnya sudah berada di hadapan meja makan dengan orang baru di rumahnya. Siapa lagi kalau bukan Liona, mamah tirinya.

"Ayah, Derla pamit langsung berangkat aja." pamit Derla menjulurkan tangan kanannya ingin menyalami Ayahnya. Dipta hanya diam dan bingung tanpa membalas ucapan maupun uluran tangan Derla.

"Duduk dulu Derla, kita sarapan sama-sama." ucap Liona sambil mengoles selai strawberry ke atas roti. "Supaya kamu bersemangat sekolahnya." lanjutnya dengan tawa kecil yang membuat Derla bergidik geli mendengarnya.

Derla menyila tangannya di depan dada. "Semangat? Lebih tepatnya gue bisa sakit perut kalo makan sama orang yang gue nggak suka." sindir Derla mendapat tatapan tajam dari Dipta.

"Ngomong yang bener di depan orang tua." tegur Dipta membuat Derla menutup mulutnya dengan tangan. "Sarapan dulu, nanti kita berangkat bersama."

Derla mengendus malas. Ia hanya mengambil sandwich buatan Bi Ike dan memasukkannya ke dalam tas seperti hari-hari sebelumnya. Bedanya, ia tidak nafsu sarapan pagi ini. Terlalu malas baginya untuk sekedar makan bersama dengan mereka.

Seseorang yang baru saja datang menarik perhatian Derla. Lagi-lagi ia terkejut dengan sesuatu. Gadis dengan seragam yang sama dengannya membuat Derla mengerjapkan kedua matanya beberapa kali. Sejak kapan Fio menjadi bagian dari Dandelion? pikirnya.

"Gimana? Fio cocok kan pakai seragam Dandelion?" tanya Fio melebarkan rok selutut itu dengan bangga.

"Cocok sayang!" sanjung Liona bangkit dari duduknya dan menuntun Fio untuk duduk dan sarapan bersama.

Sedangkan Derla, ia hanya memutar bola matanya jengah. Ia segera menjauh dari ruang makan dan memutuskan untuk langsung berangkat saja ke sekolahan.

"Mau kemana? Kita berangkat sama-sama." ajak Dipta. Namun, Derla tidak peduli itu dan tetap melangkahkan kaki keluar dari kediamannya. Malas sekali jika ia berada satu mobil dengan Fio. Itu hanya akan membuat emosinya semakin meningkat saja.

Derla berjalan sedikit jauh agar sampai di jalan raya untuk mencari angkutan di sana. Ya tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Derla sedang marah dan kesal. Meskipun bisa saja ia meminta dijemput oleh Fathur, namun Derla tidak mau memanfaatkannya untuk saat ini. Jujur saja jika Derla tidak terlalu nyaman di dekatnya karena Derla memang tidak benar-benar menyukai Fathur. Itu adalah bagian dari permainannya.

Sudah beberapa menit terbuang hanya untuk berjalan menuju jalan raya dan menunggu angkutan. Ia menoleh ke arah jam yang melekat di tangan kirinya menunjuk pukul 7 kurang tujuh menit. Yang benar saja! Derla tidak tidur semalaman. Masa iya mau terlambat.

"Argh! Kenapa angkutan nggak lewat-lewat sih?"

"Bisa-bisa telat nih gue!" gerutu Derla tak ada hentinya sambil menghentakkan kakinya kesal dengan mata terus memantau sekelilingnya.

Derla merasa tertolong dan sedikit lega ketika menyadari ada angkutan yang datang dari arah kanannya. Ia pun melambaikan tangannya agar angkutan itu terhenti. Dan Derla pun segera menaikinya.

Selama perjalanan Derla terus berdoa dan berharap agar ia sampai sebelum bel masuk dibunyikan. Meskipun itu terdengar mustahil namun, tidak ada yang tidak mungkin kan? Derla yakin ia akan sampai sebelum waktu itu tiba.

"Bang berhenti!"

Derla membayar ongkos lalu segera turun dari angkutan. Sesekali ia melihat jam tangannya lagi dan waktu sudah menunjuk pukul tujuh pas. Bel masuk berbunyi bahkan sebelum kaki Derla melangkah melewati gerbang sekolah. Keluarlah mobil hitam dari area dalam area, ya itu mobil ayahnya. Dan memang benar jika Ayahnya mengantar Fio menggunakan mobil itu. Haruskah ia marah? Ah sudahlah.

Derla melanjutkan langkahnya lagi. Rasanya lega ketika ia sudah berada di area parkiran. Derla mengedarkan pandangannya untuk memastikan tidak ada pengurus OSIS karena jika mereka melihatnya maka untuk apa Derla terburu-buru.

Tiinnnn

Derla menutup matanya rapat-rapat ketika ada pengendara motor yang melaju ke arahnya. Namun, hingga beberapa detik tidak terjadi apapun dan Derla pun kembali membuka kedua matanya perlahan.

"Heh, jalan tuh pake mata!" tegur pengendara yang nyaris menabraknya.

Seperti biasa, Derla hanya menampangkan wajah datarnya. "Iya maaf, gue jalan pake kaki." Jawab Derla singkat dan segera pergi dari tempat itu. Ia hanya tidak mau memperburuk perasaannya dengan cara ribut apalagi dengan orang yang tidak ia kenal.

Sambil berjalan terlintas pertanyaan siapa cowok yang barusan hampir akan menabrak dirinya? Derla belum melihat atau bertemu sebelumnya. Jika dia siswa baru? Itu berarti ada dua siswa baru di Dandelion hari ini. Fio dan cowok barusan.

"Derla, kamu terlambat." Langkah Derla terhenti, ia mengumpat dalam hati. Salah satu pengurus OSIS memanggilnya.

Sedangkan disisi lain, cowok yang tadi hampir menabrak Derla pun sama-sama sedang memikirkan kejadian belum ada satu menit yang lalu. Cewek itu membuatnya penasaran yang entah jelasnya karena apa. Terlihat beda dengan cewek yang biasanya akan banyak omong dan sulit mengakui kesalahan.

Darren Adelio, nama itu yang tertera di nametagnya. Benar jika dia adalah siswa baru di Dandelion. Mulai hari ini ia akan menoreh tinta pengalaman hidupnya di Dandelion. Setelah ia selesai memarkirkan motor maticnya. Darren segera menuju ke kantor guru untuk mengurus sebentar tentang berkas pendaftarannya.

Setelah dirasa semua sudah selesai, Darren keluar dari ruang guru dan berjalan di koridor menuju ke kelas barunya yang sudah ditentukan. Sambil memasang airpods di telinganya yang memutar lagu dengan judul Dandelion-Ruth b, matanya tak sengaja menangkap pemandangan yang membuat dahinya mengerut.

Cewek yang belum Darren ketahui namanya itu sedang berdiri tegap di tengah lapangan dan dibawah teriknya matahari pagi dengan beberapa siswa yang melanggar peraturan sekolah. Itu membuat kedua sudut bibirnya terangkat lalu menggelengkan kepalanya pelan. Terlambat, hampir tertabrak, lalu dihukum. Kasihan sekali, pikirnya.

Darren melanjutkan langkahnya kembali. Ayunan kakinya mengikuti ketukan tempo dari musik yang mengalun. Sepagi ini ia sudah dipertemukan dengan seseorang yang wajahnya masih berputar di pikirannya hingga detik ini. Itu semakin membuatnya ingin tahu lebih tentang dia.

Lalu, apa lagi yang akan terjadi setelah ini? Entahlah.

✂- - -

DERLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang