Derla membanting tasnya ke atas kasurnya, melonggarkan ikatan dasi yang dari pagi melekat di lehernya itu dengan kasar, melepas sepatunya dan melemparnya ke sembarang tempat.
"Aaarrrggghhh!!!"
Teriaknya menumpahkan segala sesuatu yang masih terasa mengganjal di hatinya. Barang-barang disekelilingnya pun tidak luput jadi sasaran pelampiasannya. Setelah itu menangis tanpa keluar air mata.
Palsu.
Terlihat kejam dan tidak punya hati adalah cara untuk menutupi kesedihannya. Hingga saat ini pun Derla masih melakukan hal yang sama. Membuat Jihan selalu menderita adalah tujuannya.
"Derla!"
Panggilan dan ketukan dari seseorang dibalik pintu kamarnya memaksa Derla untuk mengubah lagi ekspresinya seperti biasa. Dingin. Ia menepuk-tepuk kedua pipinya. Derla segera membuka pintunya untuk mengetahui siapa yang memanggilnya.
"Ada apa, Bi?" tanya Derla.
"Makan dulu, Bibi sudah siapin makanan buat kamu." ucap Bi Ike. Bi Ike adalah orang yang bekerja di rumahnya. Ibu Derla sudah tiada sejak lebih dari satu tahun yang lalu, tidak ada lagi yang mengurusi Derla bahkan Ayahnya pun selalu sibuk dengan pekerjaan dan kekasih barunya. Jadi, keberadaan Bi Ike sangat penting bagi Derla. Setidaknya untuk menemani Derla saat sendiri.
"Sudah Derla bilang kan, Bi? Jangan repot-repot siapin ini itu buat Derla, Derla bisa sendiri kok!" ujar Derla lembut menatap Bi Ike.
Bi Ike hanya berdecih mengejeknya. Sejak Bi Ike bekerja di rumahnya, tepatnya saat Derla masih kecil hingga sekarang tidak ada yang berubah dengan Derla. Di mata Bi Ike, Derla tetaplah anak manja.
"Bibi percaya deh!" ledek Bi Ike dan Derla membalasnya dengan memalingkan wajahnya pura-pura merajuk. "Jangan teriak-teriak lagi ya cantik! Kalo butuh sandaran, Bi Ike bersedia!"
Teriakannya tadi ternyata didengar oleh Bi Ike. Derla mengembalikan ekspresinya menjadi datar kembali. Terlintas sesuatu di benak Derla. Sesuatu yang memang tidak akan pernah lepas dari ingatannya, dan sesuatu yang membuatnya menjadi Derla yang sekarang.
Bi Ike menepuk pundak Derla pelan lalu berbalik akan turun ke lantai bawah kembali. Namun, Bi Ike menundanya dan kembali menghadap ke Derla seperti ada hal lain yang ingin Bi Ike sampaikan lagi.
"Pak Dipta baru saja pulang." ucap Bi Ike, lalu melanjutkan langkahnya yang tadi sempat terhenti.
Berita yang baru saja disampaikan membuat Derla bersorak dalam hati. Bahkan ia tidak bisa menyembunyikan senyumannya saat ini, agak lupa dengan apa yang ia rasakan beberapa menit yang lalu. Derla segera berlari menuruni tangga menuju lantai bawah dengan seragam Dandelion yang masih melekat di tubuhnya.
Ayahnya yang pergi ke luar kota sejak dua bulan yang lalu dengan alasan pekerjaan membuatnya selalu kepikiran dan sudah pasti Derla merasa rindu dengannya. Hari ini mungkin rindu itu akan terbayar lunas! Derla menuju ke ruang tengah di rumahnya. Karena biasanya Ayahnya selalu berada ruangan itu setiap pulang dari mana pun. Namun, sesuatu membuat langkahnya terhenti sebelum ia tiba di hadapan Ayahnya.
Seorang wanita berumur hampir berkepala empat yang duduk bersebelahan dengan Ayahnya membuat Derla mengurungkan niatnya untuk mendekat, apalagi mengajak berbincang dan bertanya tanya tentang keadaan Ayahnya saat di luar kota. Meski Derla sangat ingin melakukan itu.
Derla berdecak dan berkacak pinggang, wanita itu! Derla tidak menyukainya sejak pertama kali dia menginjakkan kaki di rumahnya. Jika bukan karena perintah Ayah, mungkin wanita itu pulang dengan keadaan yang buruk karenanya.
"Ayah!" panggilan itu membuat keduanya menoleh dan tersenyum.
Dipta beranjak dari sofa dan mendekati Derla, merentangkan kedua tangannya hendak memeluk namun segera ditepis oleh Derla. Tentu membuat Dipta bingung dibuatnya. Karena Derla tidak pernah menolak pelukan Ayahnya sebelumnya.
Pandangan Derla yang tetap mengarah ke wanita itu membuat Dipta sedikit paham apa yang Derla pikirkan. Dipta pun menangkup wajah Derla dan mengarahkan padanya.
"Mulai sekarang kamu bisa panggil Tante Liona dengan sebutan Mamah."
Derla sedikit tertawa mendengarnya, perasaan sudah membersihkan telinga tadi pagi deh masa sih Derla salah dengar? Apa katanya? Panggil wanita itu dengan sebutan Mamah?
"Nggak!" tolak Derla mentah-mentah, rasanya tidak pantas jika ia menyebut wanita itu degan sebutan 'Mamah'. Tidak akan Derla lakukan. "Memangnya dia siapa? Sampai Derla harus menyebutnya dengan sebutan Mamah?" tanya Derla melirik sinis ke arah wanita bernama Liona itu.
Langkah kaki dari arah samping menarik pandangan mereka. "Ayah, nanti Fiona tidur dima-" ucapannya terhenti ketika baru menyadari ada keberadaan Derla juga di ruangan itu. Gadis yang menyebut dirinya bernama Fiona itu tersenyum ramah kepada Derla. Namun, Derla membalasnya dengan tatapan tidak percaya. Apa Derla tidak salah mendengar kata 'Ayah' yang keluar dari bibir Fiona? Dan gadis itu juga membawa dua tas sekaligus dengan satu koper. Punten, rumah ini bukan penginapan umum.
"Kamu yang namanya Derla?" tanya Fiona mendekat ke arah Derla lalu menjulurkan telapak tangannya. "Kenalin aku Fiona yang mulai sekarang jadi saudara kamu, dan kamu bisa panggil aku Fio."
Derla menoleh ke arah Ayahnya. "Ayah apa-apaan sih?" tanya Derla tidak paham dengan semua ini.
"Ayah kamu menikah sama Mamah aku." ungkap Fio membuat Derla menganga tidak percaya. Mimpi buruk apa Derla semalam? Hal yang paling Derla tidak harapkan kini malah terjadi. "Oh iya, kenapa kamu nggak datang di acara besar itu?"
"Kenapa ayah nggak bilang dulu sama Derla?" tanya Derla menatap Ayahnya marah.
"Ayah bisa jelasin itu nanti, sekarang kamu bantu Fio menaruh ba-"
"Nggak mau!" potong Derla tegas dan segera berlari ke lantai atas menuju ke kamarnya. Derla mungkin akan mengunci dirinya di dalam kamar hingga hari esok tiba. Hari ini sangatlah menyebalkan lebih dari apapun. Kamar yang memang sudah berantakan semakin berantakan dibuatnya. Kapal pecah lewat!
Derla sangat kecewa dengan Ayahnya. Membohongi Derla dengan pergi ke luar kota karena pekerjaan sebagai alasannya lalu mengambil tindakan sepihak tanpa persetujuan Derla. Itu sangat mengecewakan bukan? Akankah ia tinggal satu rumah bersama dengan wanita menyebalkan itu dengan anaknya selama sisa hidupnya? Derla harap Ayahnya segera berpisah dengan wanita itu!
Menangis tanpa suara memang sakit, tapi menangis dengan suara tersedu-sedu hanya dilakukan oleh orang yang lemah. Bukan hanya tanpa suara tapi juga tanpa air mata sedikitpun yang keluar dari kedua matanya. Derla menangis dan berteriak dalam hati dengan tangan mengacak-acak seisi kamarnya tanpa henti. Padahal barang-barang di kamarnya baru berusia beberapa hari, kini sudah banyak yang rusak.
"Bi, ini kamar aku?"
"Perintah Pak Dipta sih begitu."
Perbincangan dua orang dari luar terdengar hingga ke dalam kamar Derla. Kedengarannya seperti suara Fio dengan Bi Ike. Derla pun segera membuka pintu kamarnya untuk melihat ada apa mereka datang ke lantai dua. Benar saja, ada Fio dengan Bi Ike yang sedang berusaha membuka pintu kamar kosong yang berada tepat di depan kamar Derla.
Derla menghampiri Bi Ike dan merebut kunci dari tangannya. "Nggak ada yang boleh nempatin kamar ini!"
"Kenapa? Kamarnya kosong, sayang kalo nggak ada yang pakai." sela seseorang yang baru saja datang. Iya Ayahnya.
"Nggak boleh! Ayah lupa sa-"
"Kamu harus belajar ikhlas karena kehilangan! Mau sampai kapan kamu seperti ini terus? Terjebak di masa lalu sedangkan hidup kamu terus mengalir." tegas Dipta meninggikan suara. Ayahnya tidak mau jika Derla terus menerus hidup di masa yang sudah berlalu itu. Sepertinya kejadian satu setengah tahun yang lalu sangat membekas baginya.
Derla mengangkat kunci itu menggenggamnya erat lalu segera masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintunya rapat. Derla tidak peduli Ayahnya akan marah, Fio akan tidur dimana, atau kekacauan lain yang akan terjadi di rumahnya. Yang jelas Derla tidak mau ruangan di depan kamarnya itu tersentuh oleh siapapun. Termasuk Ayah.
Derla kecewa karena selalu percaya.
✂- - -
KAMU SEDANG MEMBACA
DERLA
Mystery / Thriller[Ketika Ambisi dan Balas Dendam Bersatu] Derla Pradiptya, gadis dengan tatapan tajam itu memiliki masa lalu kelam yang membuat dirinya menjadi Derla seperti saat ini. Terbunuhnya Darren Pradipta-saudara kembarnya masih menjadi tanda tanya besar bagi...