D • pertemuan singkat

117 28 24
                                    

Derla berjalan menenteng tas kecil di tangannya memasuki kafe Edelweis. Ia melangkah seraya mengedarkan pandangannya mencari orang yang akan ia temui dan menghampiri salah satu bangku setelah Derla berhasil menemukannya.

"Derla!" panggil salah satu dari kedua orang dalam bangku tersebut. Mereka berdua berdiri lalu memeluk Derla bergantian.

Mereka adalah Mona dan Nata, sahabatnya di SMP dulu. Sejak kelulusan SMP tepatnya setelah kejadian memilukan di klub waktu itu mereka sudah tidak lagi bertemu. Hari ini untuk pertama kalinya mereka berhasil membuat janji untuk berkumpul.

Derla duduk di salah satu bangku yang tersedia dan menaruh tas di pangkuannya. Bertemu dengan mereka membuat perasaannya sedikit membaik.

"Kalian apa kabar?" tanya Derla tersenyum tipis.

"Baik," balas Nata menyuap kue ke dalam mulutnya. Ya, Nata memesan lumayan banyak. Di atas mejanya saja sekarang sudah ada lima jenis kue, belum lagi minumannya.

"Sama, gue juga baik." balas Mona meminum smoothie dengan serutan di hadapannya. "Ngomong-ngomong, lo nggak berubah ya, Der?" tambahnya.

Derla menatap Mona, ia tahu maksud dari apa yang dikatakan cewek berambut panjang itu. Dari dulu Derla memang irit bicara, mereka juga paham.

"Lo mau gue berubah jadi apa emangnya? Pak Jaja?" canda Derla tangannya bergerak mengambil kertas menu di atas meja. Candaannya mengundang gelak tawa kedua sahabatnya. Pak Jaja itu guru mereka saat SMP, beliau memang banyak bicara.

"Pak Jaja nggak ada lawan sekali bicara ngelebihin panjang kereta!" celetuk Nata disambung tawa mereka yang semakin keras.

"Ya nggak gitu, aura lo makin dingin... Suram." Mona memperjelas sambil menyipitkan kedua matanya mendramatisir.

"Bukannya yang suram hidup lo, Mon?" sarkas Nata hanya bercanda. Mona mengerucutkan bibirnya, sebenarnya ia agak setuju dengan ucapan Nata yang lumayan menusuk itu.

"Tau aja hidup gue berantakan." ucap Mona, meski ia sedikit tersinggung tapi biasa lah candaan temannya memang begitu. Suka bener. Keadaan keluarga Mona memang jauh dari kata harmonis, bahkan bisa dikatakan terpecah-belah. Orang tuanya menikah lagi dengan pilihan barunya masing-masing sedangkan ia dibuang begitu saja. Sekarang Mona ikut dengan tantenya.

"Eh, lo mau pesan apa, Der? Gue traktir kalian!" ujar Nata. Cowok ini memang tidak pernah pelit. Saat masih SMP dulu selalu Nata yang membayar jajan semua sahabatnya ini. Bahkan pernah suatu hari hampir sampai kantinnya dia bayar. Gila nggak tuh! Siapa sih yang nggak mau berteman sama dia? Tapi jangan salah, sahabat Nata nggak ada yang mandang dari uangnya. Nggak jarang mereka justru berebut siapa yang mau bayar semua jajan yang dibeli.

Ngomong-ngomong, kehidupan Nata sangat berbanding terbalik dengan Mona. Keluarga yang hangat dan harmonis, selalu mendukung apapun yang Nata inginkan. Selama itu bukan hal yang buruk.

Kembali lagi ke Mona yang sedang melebarkan kedua matanya. "Nggak usah sombong deh, Nat! Secara nggak sengaja lo ngejek dompet gue!" canda Mona.

Nata terkekeh menanggapinya. "Gue nggak sombong, cuma kelewat dermawan aja."

"Iya deh percaya!"

Derla hanya tersenyum tipis menyaksikan perdebatan mereka. Derla sendiri masih bingung membolak-balikkan kertas menu di tangannya. Hingga seseorang datang menghampiri meja mereka.

DERLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang