06 | Protecting Me
Aku takut Paman curiga dengan sikap defensifku. Jadinya, mau tak mau aku pun mengikutinya kemudian kami keluar dari area rumah. Bayangan Seoul menyergap kepalaku. Padahal, aku masih ingin berlama-lama di sini namun mengingat pekerjaan yang sudah menunggu dan Tuan Ryu tidak akan menoleransi aku yang malah berleha-leha setelah diberikan izin, maka besok atau lusa aku akan angkat kaki dari Daegu. Seperti sudah berlalu sekian bulan sejak aku pergi dari Seoul.
"Tapi adakah makanan yang mau kau makan? Secara spesifik?"
"Hm, tidak. Apapun itu, aku tidak masalah," jawabku pelan. Paman punya postur tubuh besar dan kekar, agak menakjubkan karena dia masih sesehat yang aku ingat. "Apakah .. cerita ini sangat penting?"
Pria itu mengangguk. Kami terus berjalan di jalan setapak, berpapasan dengan orang lain yang nampaknya teman-teman Paman kemudian mereka pun tersenyum singkat kepadaku. Aku balas membungkuk. Paman Seo mungkin cukup terkenal di daerah sini, mengingat dia memang jarang pergi dari desa Yeon, aku paham betapa dekat dirinya dengan sekitar. Tidak dengan orang-orang, tapi dengan lingkungan serta atmosfer yang ada. Beberapa langkah, aku terus meremas tanganku sendiri, agak resah. Akhirnya, kami berhenti di satu kedai panjang cukup ramai.
Paman tetap memimpin jalan, menyikap tirai pembatas yang memisahkan bagian kedai dengan wilayah luar. Aku mencium aroma yang menggiurkan di ujung hidung dengan hiruk pikuk mengelilingi sekitarku. Para pelayan dengan lincah membawa mangkuk bekas makan pelanggan, membawa nampan, mengelap meja-meja kemudian muncul dari arah belakang dengan setumpuk hidangan lain. Semuanya sibuk dan berisik.
"Aku mau pesan dua mangkuk sup tofu. Kau suka pedas?" tanyanya.
Aku mengangguk dan kami menempati kursi dan meja yang beres dibersihkan. Aroma menyengat melayang-layang dan aku hampir pusing karenanya. Hanya saja itu tidak berlangsung lama karena aroma sedap menggantikan. Dua piring mandu berisikan kimchi sudah tersaji.
"Silakan," ujar sang pelayan dan tersenyum. Ia pamit lagi untuk membawakan minum untuk kami sedangkan makanan utamanya masih dipersiapkan di belakang.
"Kau sering kemari?"
Paman meraih sumpitnya dan mencapit satu potong mandu yang ada di tepian piring. "Ini tempat favoritku dan Yoongi. Coba makanlah, ah mereka juga punya sup miso dan fried aburage yang lezat, aku akan pesankan setelah ini."
"Tidak, maksudku—"
"Kau akan kembali ke Seoul, kan?" Ia menuangkan poci kemudian mengisi dua cangkir kami yang baru dibawakan. "Aku tidak yakin kapan kau akan berkunjung lagi jadi nikmati waktu sekarang."
Aku menerima cangkir tadi dengan anggukan pelan. "Terima kasih."
Jujur saja dibanding anggota keluarga lain dari pihak keluarga ibu, aku memang sangat dekat dengan beliau. Bahkan dengan Yoongi saja aku masih canggung dan kikuk. Meskipun seringnya aku dan Yoongi bertengkar, tapi jika menyangkut obrolan santai sehari-hari, aku terus mengandalkan paman. Karena yah, kami hampir satu "frekuensi" dan menyenangkan betapa paman sangat tenang dan mudah diajak bicara. Kami seperti dua orang dewasa yang duduk dan membicarakan kehidupan tanpa jemu-jemu. Aku sering terpukau betapa paman punya pemilihan kata yang menarik serta dongeng-dongeng magis. Ketika ada banyak anggota keluarga yang salah paham kepadanya (mengira dia itu fanatik atau terlalu tertutup), aku memandang paman dengan rasa penuh hormat.
"Silakan." Pelayan itu muncul. Senyumnya menggantung dengan lebar dan dengan gerakan terlatih, ia menata panci berisikan sup tofu yang masih mengepul dan menggugah seleraku. Paman terus memancangkan perhatian kepadaku, samar-samar aku jadi bergidik karenanya, namun aku berusaha tenang dan menyantap sup itu hati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
KITSUNE'S KISS | jeon jk (Full-Length Version) ✔
Fanfic(Fantasy - Romance) Im Dahyun pikir dia sudah tewas di tempat. Kunjungan ke rumah Pamannya di pedalaman Daegu memang bukan hal yang main-main. Melewati medan yang terjal, perbukitan curam serta berada di sekeliling hutan bercurah hujan tinggi. Dahyu...