Chapter 15

467 102 24
                                    

15 | Kitsune's Claim

Aku berhasil menghentikan mobil kami, meskipun aku yakin ujung bumper depannya agak penyok sedikit. Napasku kacau sedangkan Jungkook ikut bernapas berat di sebelahku. "Kau baik-baik saja, Dahyun? Kau terluka?" tanyanya panik.

"Apa itu?"

"Bangkai, kurasa."

Aku melongok takut. Mengapa ada bangkai di dalam sini? Seketika aku menurunkan jendela, melepas sabuk pengamanku, tapi Jungkook menahanku agar tidak lekas membuka pintu mobil.

"Jangan, kita tidak tahu apakah dia masih hidup atau tidak," katanya tegas. "Tunggu sebentar."

"Tapi itu terlihat seperti bangkai, seperti katamu."

"Tapi kau tidak tahu siapa yang memangsanya hingga jadi bangkai, bukan? Jadi tunggu sebentar." Tidak berapa lama aku melihat sesuatu sebesar serigala besar mendekati bangkai itu. Matanya agar berkerlip karna sinar lampu sorot mobilku. Tapi moncongnya tidak asing, begitupun tubuh ramping yang memudahkan dia bergerak anggun atau ekornya yang meruncing banyak.

"Kitsune?"

"Yang ini agak buas."

Mendengar Jungkook mengatakan itu, aku jadi merinding. Seketika aku lihat pemangsa itu menarik bangkai rusa dengan moncong besarnya, menyeretnya menjauhi kami sampai dia tidak terlihat. Menyaksikan itu semua hanya menimbulkan sensasi ganjil di perutku. Apalagi melihatnya secara langsung dan teramat jelas. Aku tidak tahu apa yang rusa itu harus alami sampai tubuhnya terkoyak dengan genangan darah di aspal. Aku juga belum mau tahu apalagi dengan aroma memualkan di sekitar. "Apakah mungkin .. kecelakaan waktu itu ulah Kitsune pula?"

"Mungkin."

Ternyata aku memang sedekat itu dengan kematian. Aku meneguk ludahku kemudian melanjutkan perjalanan. Meskipun aku masih mual, ngeri dan berkeringat dingin, aku tahu kami harus cepat-cepat sampai ke pondok Jungkook kemudian menghubungi ibuku atau beliau akan sangat panik.

.

.

Paman Seo belum tahu jika aku akan berkunjung. Aku yakin, beliau tidak begitu kaget tapi juga tidak terlalu mengira aku datang lagi ke Daegu apalagi dia juga tahu betapa sibuknya aku di kantor sekarang. Paman Seo sudah seperti ayahku sendiri terlebih kami lebih dekat ketimbang aku dengan ibuku sendiri. Ada hal-hal absurd yang kami bagikan satu sama lain termasuk dongeng-dongeng mengerikan ini yang untuk ibuku hanya takhayul tapi Paman Seo menceritakannya seperti itu bagian kehidupannya, satu hal terpenting dari dirinya.

Mungkin hari ini dia ke kuil lagi. Aku bertanya-tanya apakah dia sepanik ibuku waktu Yoongi pergi ke Seoul, tapi nampaknya tidak demikian.

"Sebentar," Jungkook menahan tanganku. "Apakah perlu aku temani?"

Setibanya di pondok Jungkook tidak banyak yang berubah. Bahkan aku masih hafal nyamannya pondok itu, yang meskipun agak terpencil dan tersembunyi di balik pohon-pohon tua nan kokoh kehijauan, pondok Jungkook seperti satu tempat istirahat ternyaman, satu surga tersendiri untuk kami. Aku bahkan masih dapat melihat aliran sungai di mana Jungkook pernah mandi di sana, kemudian ekor-ekornya yang terkena sinar matahari dengan helai surai yang mengkilat. Aku tahu, ini sudah seperti rumah.

"Kurasa tidak perlu. Toh kau harus makan, bukan? Kita akan bertemu nanti." Sebelum pergi, aku merogoh tasku lantas memberikan ponsel dalam kantung kecil bertali kepada Jungkook. Pria itu agak mengerjap bingung sampai aku menjelaskan, "Ini akan menghubungkan kita. Kau bisa langsung menekan nomor satu dan kau dapat langsung meneleponku. Kita memang sudah menjadi mate atau apapun itu, tapi tetap saja, aku ingin kita saling menelepon. Jaga dirimu."

KITSUNE'S KISS | jeon jk (Full-Length Version) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang