21 | Save Me More
Meski aku sudah memblok pikiranku, aku tidak bisa berhenti memikirkan Kitsune. Jika aku bisa menjabarkan secara jelas, aku terus berusaha menyambungkan satu informasi ke informasi lain sampai tubuhku gugup. One dot, two dots, it will be connected somehow. Aku terus meneguk kopi, menjaga kewarasanku tetap di ambang batas kemudian mengetukkan tuts keyboard dengan tergesa-gesa untuk mengerjakan beberapa tugasku hari ini.
"Mau makan siang?"
Aku menggeleng, tetap terfokus pada monitorku. "Aku akan memesan makanan saja, aku tidak ingin keluar," kataku. Minju pun mengangguk lantas menatapku khawatir. "Atau aku bisa turun ke food court, aku pasti makan."
"Yah, jangan bekerja terlalu keras," sahut Minju. Ia mulai bergabung bersama yang lain, menuju lift dan mulai mengobrol santai.
Sejak bekerja di sini, aku sadar bahwa aku kadang membatasi pertemananku. Aku juga hanya beberapa kali bergabung untuk makan bersama staf lain. Aku makin sadar mungkin kepribadianku tidak banyak berubah seperti waktu aku SMA. Tapi intinya adalah aku tetap dapat menyesuaikan dengan baik, kan?
"Kau .. tidak pergi." Satu sosok keluar dari ruangan di depanku. Pria itu cukup tinggi, wajahnya segar tapi matanya garang dan dia fokus kepadaku. Tuan Ryu. "Biasanya kau paling bersemangat jika makan siang. Ada apa ini? Kau jadi rajin?"
"Ak ... aku sedang tidak berminat."
Tuan Ryu melenggang santai dan menyandar di sisi kubikelku. Ia menatapku turun. "Kau sakit? Begitu? Apakah perjalanan seru ke Daegu membuatmu jadi ingin di rumah saja?" cercanya. Aku tidak dapat menahan diri untuk tidak memutar bola mata. Tetapi karena sadar Tuan Ryu terus menancapkan perhatian, jadi aku hanya menggeleng. "Sebaiknya kau jangan kebanyakan cuti, atau aku akan memotong gajimu."
"Oh ya?"
"Oh ya?! Kau bicara begitu kepada bosmu sendiri, Dahyun-ssi?"
Aku menunduk. "Maaf, tapi Tuan, aku janji aku tidak akan cuti ke Daegu lagi. Tenanglah," aku menggerutu singkat. Lagipula, pergi ke Daegu atau bukan, mengapa dia ikut campur?! Kadang dibanding staf perempuan lain, aku sadar Tuan Ryu jadi lebih repot kalau menyangkut denganku; Mana, Im Dahyun? Apakah dia terlambat lagi? Di mana dia? Bagaimana bisa dia seceroboh itu? Dia jadi lebih persis ibuku.
"Kau pasti sedang mengumpat dalam hati."
"Tidak, kok," sahutku cepat.
"Dengar, sebaiknya kau makan siang atau kau akan pingsan dan itu akan membuat susah semuanya," katanya pelan. "Atau kau mau makan denganku?"
"Tidak, terima kasih."
Tuan Ryu mendengus. Ia langsung berjalan meninggalkanku. Sebenarnya, kalau dilihat-lihat, ia cukup tampan dan yah, jangan lupakan jabatan tinggi yang pria itu dapatkan di perusahaan ini di usianya yang masih muda. Tapi, sikapnya itu .. gezz, aku tidak tahan kalau sehari saja ia mulai mendumel seperti ibu-ibu tua. Berisik!
"Dahyun, cepat turun! Jangan sok bekerja keras, ayo makan."
.
.
Aku mengikat rambutku tinggi. Sesaat aku tiba di pelataran depan lobi, aku menghela napas dan mendongakkan wajah ke langit yang sudah gelap. Hari ini aku lembur lagi, tapi tubuhku lebih terasa remuk daripada sebelumnya. Aku terus memukul-mukul pelan sisi bahuku yang agak kebas, memaksakan diri untuk berjalan menuju halte.
Ada banyak pekerja lain yang baru keluar kantor sepertiku. Mereka berkerumun, beberapa ada yang jalan sendiri-sendiri dan fokus kepada ponsel. Malam ini cukup teduh, jadi cukup nyaman untukku berjalan-jalan pelan ke dekat beberapa pertokoan sembari berpikir mau membeli cemilan apa untuk tengah malam nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
KITSUNE'S KISS | jeon jk (Full-Length Version) ✔
Fanfic(Fantasy - Romance) Im Dahyun pikir dia sudah tewas di tempat. Kunjungan ke rumah Pamannya di pedalaman Daegu memang bukan hal yang main-main. Melewati medan yang terjal, perbukitan curam serta berada di sekeliling hutan bercurah hujan tinggi. Dahyu...