08 | Following Me
Minju yang memijamkan aku syal tebal. Karenanya, setelah keluar dari lift, aku berhambur ke toilet untuk dapat memperhatikan dengan jelas ruam apa yang sudah berjejak di leherku. Aneh. Aku tidak pernah punya riwayat alergi atau semacamnya. Apartemenku baik-baik saja sejauh ini jadi ini cukup misterius.
Di hadapan cermin lebar, aku melipat ruam mirip kelopak mawar kecil yang tersebar di sepanjang leherku. Akhirnya, aku pun membenahi rambutku ke belakang punggung dan mengeratkan syal warna biru gelap itu. Untung saja Minju membawa benda itu atau aku akan nekat meminta izin kepada Tuan Ryu karena merasa tidak enak badan.
Tuk. Tuk. Tuk. Tuan Ryu mengetukkan jarinya sembari memperhatikanku tepat ketika aku melangkah masuk ke ruangannya. Pria itu mendelik menatapku. "Apakah sudah masuk musim dingin, Nona Im?" tegurnya dengan suara berat. Ia menerima map yang aku berikan untuk ditandatangani pagi ini. Setelahnya, pria itu lebih sibuk memperhatikan benda itu daripada aku yang gugup setengah mati. Pertanyaannya tetap menggantung di udara, itu mungkin alasan dia bergegas menutup map untuk meluruskan pandangannya kepadaku. "Uh?" Ia menaikkan alis, masih menunggu jawaban.
"Ak .. aku hanya tidak enak badan."
"Jadi, bagaimana dengan liburannya?"
Oh. "Semuanya bagus, baik, lancar," kataku cepat. Aku bahkan menemukan banyak kejutan mulai dari hampir mati sampai jadi incaran polisi setempat. "Bagaimana dengan Anda? Apakah menikmati waktu Anda?"
Ryu terkekeh sinis. "Aku selalu bekerja. Kumohon, lepas syal itu, Dahyun. Kau tahu, ini wilayah kantor dan ini bahkan belum masuk musim gugur dan kerjakan tugasmu."
"Ta—tapi aku sungguhan tidak enak badan," desahnya pelan. "Apalagi pendingin udara tidak cocok dengan tubuhku. Kumohon, hanya hari ini saja dan besok aku akan membaik."
"Kau tahu, kau selalu menuntut banyak hal."
Aku mengerang samar. Dia ini pria congkak yang selalu saja mengungkit hal yang sudah berlalu. Aku tidak akan heran jika ternyata para mantannya masih dia terror karena ada urusan di tengah mereka yang belum selesa. Tapi masa bodoh, toh aku tetap dapat mengenakan syal ini. "Maaf, Tuan," kataku kemudian membungkuk pelan.
.
.
Tidak banyak yang terjadi saat aku bekerja. Menenggalamkan diri di kubikel, menyiksa tuts keyboard dan membuat bahuku tebal, itu bukan hal baru. Apalagi Tuan Ryu jadi ekstra bengis menyuruh ini itu. Entah karena mood-nya tengah terjun bebas, atau dia memang melankolis mengesalkan, dia terus menggempurku dengan banyak sekali berkas yang harus aku periksa, aku salin, aku periksa ulang kemudian diserahkan kepadanya sebelum jam kantor berakhir. Bukannya aku senang mengeluh tapi Tuan Ryu itu memang bajingan.
Sebelum masuk ke perusahaan ini, aku sudah dengar rumor soal dia berganti-ganti asisten lebih cepat daripada dia mengganti dasinya. Aku juga dengar para asistennya itu jadi muak kemudian angkat kaki dari sini. Namun, sejauh ini, nampanya aku yang memang keras kepala. Tuan Ryu itu bikin kesal tapi itu bukan alasan agar aku kehilangan pekerjaan di sini. Lagipula, dia juga kadang sama jengkelnya denganku jadi anggap saja kami cukup seri.
Sembari menunggu bus datang, aku duduk melamun. Oh ya aku juga sudah mematikan ponselku karena takut mendadak Tuan Ryu menyuruhku balik ke kantor dan kembali terjebak bersamanya. Yah, dia masih melajang di usia hampir tiga puluh tahun, aku tidak tahu itu benar atau tidak, tapi nampaknya dia jadi sering ingin menghabiskan waktu di kantor denganku. Aku tidak mau percaya diri selangit, tapi itulah yang aku alami tiga bulan terakhir. Mungkin untuknya bekerja segila itu keren tapi kalau sampai menyeretku agar gila kerja dan "berkencan" buta dengan tumpukan berkas serta bercangkir-cangkir kopi, itu jauh dari kata romantis.
KAMU SEDANG MEMBACA
KITSUNE'S KISS | jeon jk (Full-Length Version) ✔
Fanfic(Fantasy - Romance) Im Dahyun pikir dia sudah tewas di tempat. Kunjungan ke rumah Pamannya di pedalaman Daegu memang bukan hal yang main-main. Melewati medan yang terjal, perbukitan curam serta berada di sekeliling hutan bercurah hujan tinggi. Dahyu...