26 | One Wish
Aku mengepalkan tanganku gemas. Baru setengah jam berada di mobil Tuan Ryu, aku tidak yakin bisa tahan lebih lama. Akhirnya, aku berani angkat suaraku. "Tuan, cara menyetirmu buruk... astaga, apakah kau tidak pernah menyetir selama ini?! Ayo, kita bertukar tempat."
Tuan Ryu melotot. "Kau?! Kau berani menyuruhku?" Di balik roda kemudi, pria itu tetap terlihat angkuh. Bahkan dari caranya duduk, bahunya dinaikkan atau dagunya yang turut naik, Tuan Ryu jelas, tidak ingin ada wanita yang bahkan bawahannya berani berkata demikian, tapi aku tidak tahan! "Aku akan menyetir sampai kita sampai. Kalau kau tidak senang, naik taksi sana."
Aku mencebik. "Aish, terserah. Asalkan kita sampai dengan selamat."
Sejenak aku menengok ke kursi belakang. Kami tidak membawa banyak barang, apalagi koper besar, tapi mengapa rasanya mobil ini jadi lebih lamban karena beban muatan, ya? Aku melirik Tuan Ryu lagi. "Tuan, kau tidak membawa banyak barang berlebih, kan?"
"Tentu saja tidak. Merepotkan."
Aku mengangguk ringan. Perjalanan akan berlangsung sekitar dua jam lebih, dan aku harus rela bersabar-sabar ria dengan Bosku ini. Oke, Tuan Ryu tidak seburuk itu dalam menyetir, tapi aku bisa menyadari bagaimana dia gugup dan masih kaku dalam menyetir. Selama ini terus disupiri, atau selama ini terus menggunakan kakinya sebagai Kitsune? Entahlah, dia payah. Akhirnya, aku sadar, makhluk ini punya kelemahan juga, di balik semua kelebihan yang berlimpah di sisinya.
Tuan Ryu berdeham pelan. Di belokan jalan tol, dia akhirnya tancap gas kemudian mulai menyetir dengan lebih rileks. Aku penasaran, apakah aku bahkan perempuan pertama yang disupiri olehnya? Begitukah? Oh ya, kami tidak membawa Snowy—Tuan Ryu memprotes keras—dan aku juga khawatir kalau perlu membawa Snowy. Anjing menggemaskan itu sudah seperti anakku sendiri, jadi aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi selama perjalanan ini. Apalagi, aku punya misi penting, dan aku sangat anti kalau harus mengabaikan Snowy yang ikut bersamaku. Yah, tadi kami mengantarkannya dan jelas, ibuku terkejut.
"Oh, Dahyun-ah, siapa pria tampan ini?"
Memutar bola mata, aku memperkenalkan dengan setengah menggerutu. Ibuku langsung sumringah bagaikan memenangkan undian mobil dan rumah. "Wah, Bosmu.. mengapa baru ceritakan sekarang?"
"Nyonya, terima kasih sudah membesarkan Dahyun dengan baik. Sejujurnya, dia bekerja dengan gigih di kantor. Walaupun, dia sering cuti, tidak masalah kalau dia bisa diandalkan."
Aku langsung menyenggol lengan Tuan Ryu sebelum pria itu makin mengoceh panjang lebar di depan ibuku padahal kami hendak berangkat. "Eomma, aku akan pergi perjalanan bisnis dengan Bosku ini. Jadi, aku pamit, oke?"
.
.
Udara sejuk mulai menyambut kedatangan kami. Aku menurunkan sedikit jendela setelah kami keluar pintu tol dan mulai melihat banyak pepohonan. Wilayah kaki gunung Palgong-san masih satu wilayah dengan Daegu bahkan Desa Yoon, jadi aku merasa seperti pulang. Apakah Yoongi sudah tahu aku berkunjung lagi? Apakah Jungkook juga sadar aku kembali? Apapun itu, aku lega setelah kami dengan selamat berada di jalanan.
"Menurut peta, lokasinya masih jauh, tapi kau terlihat senang sekali," cibir Tuan Ryu. "Jadi ini tempat yang sering kau datangi?"
"Tidak juga, dan bukan urusanmu, Tuan."
Ia mencebik samar, kemudian fokus lagi dengan setirnya. Sementara itu, Dahyun menghirup napas dalam-dalam kemudian melihat pohon-pohon, banyaknya mobil lain di sekeliling mereka. Apakah ini sudah masuk waktu liburan? Kalau di Seoul, ini masih waktu-waktu tersibuk untuk bekerja, tapi, entahlah. Dahyun bersyukur karena mereka tidak menyewa hotel bersama yang lain, atau vila yang terlalu terpelosok sampai membuat ngeri. Vila Tuan Ryu pasti bagus dan besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
KITSUNE'S KISS | jeon jk (Full-Length Version) ✔
Fanfic(Fantasy - Romance) Im Dahyun pikir dia sudah tewas di tempat. Kunjungan ke rumah Pamannya di pedalaman Daegu memang bukan hal yang main-main. Melewati medan yang terjal, perbukitan curam serta berada di sekeliling hutan bercurah hujan tinggi. Dahyu...