20 | Missing
"Kau sadar."
Aku membuka mata dengan berat. Suara familiar. Suara yang bisa kau kenali sekali dengar, layaknya lonceng-lonceng yang ada di rumah, suara angin yang bergemerisik saat meniup dedaunan di musim panas, atau suara sosok yang biasa kau temui setiap hari. Suara yang kau kenali betul. Sosok itu pun terlihat jelas.
"Di mana.."
Aku mengedarkan pandangan, merasa hilang arah dalam beberapa detik. Kuil? Aku menatap bangunan itu tidak percaya. Bahkan dalam setahun bisa dihitung berapa kali aku pergi ke kuil.
"Tenanglah, kau hanya mampir tadi karena kelelahan menyetir. Sekarang, biar aku antarkanmu pulang."
Perempuan muda itu berdiri anggun. Sesaat aku hendak mengekorinya dengan dia yang sudah menunjuk di mana lokasi mobilku berada, dia justru menghentikan langkah. "Oh ya, makan ini dahulu." Dari balik pakaiannya, ia mengeluarkan kue kacang merah yang terlihat lezat. "Makan sekarang."
Aku hendak bertanya tapi karena terlalu pusing, aku pun menerimanya dan menggigit kecil. Setelahnya, aku memberikan lagi kepadanya. "Hm, terima kasih." Tapi potongan kue itu terasa sulit untuk aku telan sekaligus. Waktu dia berjalan, aku cepat meludahkan potongan tadi sambil buru-buru mengejarnya.
Ibu selalu bilang untuk tidak menerima makanan dari orang asing. Apalagi perempuan muda itu terlihat cukup mencurigakan. Setelah menuruni banyak anak tangga, sungguh, rasanya seperti di neraka. Kami pun sampai juga di dekat mobil ibuku.
"Nah, silakan masuk. Beritahu aku di mana kau tinggal."
Aku mengeryit waktu meraih handle pintu. Sepertinya ada yang salah di sini, sepertinya ada bagian yang ganjil tapi aku masih kebingungan apalagi aku merasa seperti dicengkeram kuat di bagian kepala. "Oh, oke."
Perempuan itu tersenyum kecil, mengitari bagian depan mobil dan membuka pintu tepat di kursi pengemudi. Dia duduk dan mengenakan sabuk pengamannya dengan cekatan.
.
.
Selama perjalanan, aku lebih sering menatap keluar jendela. Awan terlihat mendung, sepertinya tengah berduka akan sesuatu. Aku mendongak, mendapati diriku ikut merasa melankolis karena terus memandang jejeran awan di langit.Dalam hati aku bertanya-tanya mengapa aku ke Daegu dan apa yang kulakukan serta siapa sosok ini?
"Aku adalah penjaga kuil Jaecheon. Jangan khawatir, aku tidak punya niat buruk apapun kepadamu."
"Begitu," jawabku, mengusap tengkukku. Sejenak, aku merasa kulitku terasa dingin menusuk, aku menekan sisi leherku dan kembali mengeryit. Apa yang salah ya. Selama ini aku tidak pernah bingung sampai kepalaku makin sakit. Selama ini aku tidak pernah terdampar mendadak di kuil dengan satu perempuan cantik yang bersedia mengantarkanku pulang sampai ke Seoul.
"Ma—maaf, Nona, tapi bukankah ini terlalu merepotkanmu? Aku bisa menyetir sendiri."
"Tidak apa. Aku memang ingin mengantarkanmu. Memastikan kau kembali dengan aman," katanya dan kembali tersenyum. Cara dia tersenyum hanya membuatku merinding jadi aku pun kembali memandang keluar jendela.
Titik hujan mulai berjatuhan, aku mendekap diriku dengan gigi bergemeletuk. Mungkin aku hanya kelelahan. Aku terus berusaha merilekskan diriku, membuat diriku tenang di saat ada banyak pertanyaan bersarang di kepalaku termasuk mengapa aku merasa aku telah meninggalkan sesuatu ya? Apa yang terjadi denganku?
Sesuatu terlihat di depan kami, mirip mulut monster. Aku sadar itu terowongan gelap. Aku meremang hebat, merasa asing namun merasa tidak begitu takut dengan terowongan panjang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KITSUNE'S KISS | jeon jk (Full-Length Version) ✔
Fanfic(Fantasy - Romance) Im Dahyun pikir dia sudah tewas di tempat. Kunjungan ke rumah Pamannya di pedalaman Daegu memang bukan hal yang main-main. Melewati medan yang terjal, perbukitan curam serta berada di sekeliling hutan bercurah hujan tinggi. Dahyu...