Hinata memakai ranselnya menuju mobil hitam yang terparkir di depan bangunan tempatnya bekerja.
Di dalam hati ia mengucap seribu sumpah serapah pada si sombong komaeda yang sedang menunggunya di sana.
Pria albino itu bersandar pada pintu mobilnya sambil bersedekap dada. Tidak ada keramahan dari sinar matanya.
Mengapa orang seperti itu bersi keras memintanya untuk tinggal di rumahnya?
Hinata masih belum menemukan jawaban yang tepat atas pertanyaan tersebut.
"Apa cuma itu bawaanmu?" tanya komaeda lalu mengulurkan tangannya untuk membantu Hinata memasukan barangnya kedalam jok belakang mobil.
Hinata mengangguk kecil. Mulai hari ini dia harus membiasakan diri berbicara dengan komaeda----yang kurang lebih merupakan trauma yang berasal dari masa lalu.
Keduanya masuk kedalam mobil dengan komaeda yang menyetir.
Hinata tidak berhenti menatap ke luar jendela. Berduaan bersama komaeda di ruangan sempit seperti ini merupakan hal terburuk yang pernah ia alami dalam kurun waktu setahun terakhir ini---setelah insiden yang membuatnya menjadi gelandangan tanpa rumah.
Padahal AC mobil menyala namun di dalamnya masih terasa sesak.
Hinata berusaha menenangkan dirinya---bersandar dan menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya.
Lebih baik ia juga mengosongkan pikirannya.
Ia sama sekali tak menyadari Komaeda yang sedari tadi memperhatikan kegugupannya.
Mobil mereka berhenti di depan lampu merah. Di dalam hati Hinata merutuki nasibnya yang harus bertahan lebih lama lagi di tengah situasi canggung tersebut.
Sekujur tubuhnya membatu saat Komaeda mendekatinya.
Pria albino itu membuka jendela di sisi sebelahnya lalu membenahi kaca spionnya.
Hinata memperhatikan bagaimana tangan pucat itu bergerak---dia terlalu waspada terhadap setiap pergerakan komaeda. Menyadari betapa bodohnya dia karena telah membuat dirinya sendiri tak nyaman oleh hal sepele semacam itu.
Lampu merah masih terus menyala--bertanda buruk bagi Hinata.
Setelah selesai komaeda kembali menutup jendelanya.
Ia tidak langsung duduk di kursinya melainkan berhenti sejenak untuk mengamati ekpresi canggung yang di buat Hinata.
Sudut bibirnya terangkat. Kelihatannya ia menikmati kegundahan yang dialami Hinata.
Tanpa di sangka ia mendekatkan wajahnya. Hinata telat menyadari sesaat setelah bibirnya menyentuh sesuatu yang lembut, kenyal dan basah----yang kemudian ia baru sadari kalau itu adalah bibir Komaeda.
"Tu---ha!!?" teriakannya tertahan. Dengan telapak tangannya sendiri ia membungkam mulutnya.
Wajahnya memerah total sampai binggung harus bagaimana ia bereaksi atas terengutnya ciuman pertamanya.
Komaeda menertawakan reaksinya setelah itu menjalankan mobilnya untuk kembali melaju di atas jalanan beraspal.
OXO
Ini kedua kalinya ia menginjakan kakinya ke kediaman komaeda tapi dia masih sibuk mengangumi kemewahan rumah tersebut.
Hinata menoleh kesana kemari memperhatikan sekeliling. Dia ingin cepat beradaptasi di lingkungan barunya.
Jadi orang kaya memang enak. Namun bangunan itu terlalu berlebihan kalau hanya di tinggali satu orang saja---paling tidak rumah ini bisa menampung 5-6 orang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter Sweet Moments
FanfictionHanya sekumpulan cerita KomaHina (Komaeda x HInata) Ini dibuat pada waktu senggang dengan alur cerita yang ringan dan langsung pada intinya. WARNINGS: Mature Contents! Boys Love! Vulgar Languanges! (18+)