"Aku tidak membunuhnya," saat Hinata mengatakannya. Tidak ada sedikit pun jejak yang menunjukan dia ingin menjelaskan dirinya ataupun membela dirinya.
"Apa yang ku lakukan sekarang cuma untuk bertahan hidup. Aku pemangsa dan kalian adalah mangsaku. Atau jangan bilang kau menganggap para manusia sudah tidak lagi termasuk dalam rantai makanan?"
Hinata memberikan tatapan maut dan buas bagaikan predator. Walau betapa ramahnya para murid mengenalnya. Iblis adalah iblis. Aura jahatnya dan senyum sadisnya merupakan wajah asli di balik topeng manisnya, sedangkan tatapan merendahkannya pada manusia dan bagaimana buruknya moral yang dimilikinya tak lain adalah insting abadinya.
Hanya dengan berhadapan dengan makhluk tersebut. Komaeda merasakan merinding dan ketakutan yang sukar dijelaskannya. Tetapi albino itu tak mengalihkan pandangannya. Dia menghadapi Hinata sebagaimana dia harus menghadapi murid lainnya.
"Lalu? Apa kau akan membersihkan saksi mata?" Komaeda masih bertanya meskipun sekujur tubuhnya mulai berkeringat dingin. Karena tatapan agresif Hinata seolah sudah meng-iyakan pertanyaannya.
Cara Hinata melihatnya dengan sinar merah permata rubi berdarah, seolah-olah dimatanya Komaeda adalah seekor kelinci putih kecil yang siap diterkamnya.
Ketakutan yang berusaha di sembunyikan Komaeda mungkin telah tertangkap oleh jarak pandangnya. Menyadari Komaeda Nagito yang selalu melihatnya dengan tatapan sebelah mata, kini terlihat begitu rapuh di hadapannya. Ada rasa kemenangan yang memuaskan mengembang dalam dadanya, yang membuatnya tak bisa berhenti tersenyum.
"Awalnya kukira juga begitu......tadi aku berniat memisahkan kepala kecilmu dari pundak mu," Hinata berbisik seraya mengulurkan tangannya. Masih tersenyum sadis ia mencengram leher pucat si pemuda albino dengan tenaga yang cukup untuk meninggalkan jejak tangan kemerahan.
"Tapi mubazir kalau aku membunuhmu sekarang," sambung Hinata setelah dia merasa puas akan cap tangan yang baru ditinggalkannya. Cukup lama dia mengagumi hasil karyanya sambil menyeringai. Lalu tanpa segan Hinata membentangkan tangannya, untuk memeluk Komaeda dan bergelayutan dengan manja di leher pemuda malang itu.
"Kau pasti tahu kalau aku sedang dalam posisinya yang tak menguntungkan. Nona Ultimate Detective sudah mencurigaiku dan sebentar lagi aku akan menjadi gelandangan tanpa rumah...." bisiknya kemudian.
Tentu Komaeda tahu situasi Hinata dan Kirigiri. Komaeda selalu terobesesi pada kegiatan para murid bertalenta. Dia pasti sudah tahu betapa keras kepalanya Kirigiri dalam beberapa pekan ini, si nona detektif selalu mencatat keseharian Hinata dan mengikuti targetnya kemana pun.
Walau di situasinya yang tak memberikannya leluasa untuk berburu. Hinata sangat cekatan dalam mencari kesempatan dalam kesempitan. Karena Kirigiri menyelidikinya, Hinata juga ikut menyelidiki si nona detektif.
Tetapi Komaeda sama sekali tak menyangka adanya kondisi kedua yang dimiliki Hinata. "Gelandangan tanpa rumah?" tanyanya yang dalam sesaat rasa takut sirna begitu saja. Dia tak pernah membayangkan apabila iblis seperti Hinata bisa-bisanya memiliki masalah keuangan.
Sebagai jawaban, Hinata langsung mengangguk mantap dengan senyuman ceria yang biasa ditunjukannya pada orang-orang. Kini aura gelap milik sang iblis telah lenyap tertelan udara pengap gudang penyimpanan.
"Biarkan aku tinggal di rumahmu? Tenang saja. Anggap saja kau sudah berbuat baik dengan memungut anjing atau kucing liar di jalanan. Aku janji tak akan melakukan apapun padamu..."
OXO
Begitulah bagaimana awal mula Komaeda mendapatkan seorang Incubus sebagai teman serumahnya. 3 bulan telah berlalu semenjak Hinata mengancamnya. Selama mereka tinggal bersama, tidak pernah ada masalah diantara mereka. Ingatannya mengenai waktu itu pun berlahan-lahan dilupakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter Sweet Moments
FanfictionHanya sekumpulan cerita KomaHina (Komaeda x HInata) Ini dibuat pada waktu senggang dengan alur cerita yang ringan dan langsung pada intinya. WARNINGS: Mature Contents! Boys Love! Vulgar Languanges! (18+)