"Kesempatan selalu datang untuk dia yang mampu bertahan."
Fenly terlelap dengan air mata yang merembas keluar dari sudut matanya.Sementara di belahan bumi lain :
"Udah miskin gini, seharusnya Ricky pintar bu."
Ricky mengaduk adonan kue dengan sekuat tenaga, kekesalan ketika beasiswa sekolah menengahnya dicabut karena nilainya turun."Siapa yang mau miskin toh nak, ibu juga kalau boleh milih dulu nggak usah nikah sama bapakmu. " Timpal ibu Ricky tak kalah kesal, namun dia buat santai agar anaknya tidak terlalu terbawa emosi.
"Maaf ya bu," Ucap Ricky lirih, membuat ibunya sejenak menghentikan tangannya.
"Bukan salahmu jadi miskin nak, ibu juga pengennya kamu itu gak usah jadi anak ibu.."
"Loh kok gitu bu? Karena Ricky bodoh gitu?" Ricky memasang wajah melas, membuat ibunya tak kuasa menahan tawa.
"Kamu ini.." Ibunya terkekeh lantas mengusap wajah Ricky dengan tangannya yang penuh tepung.
"Aduh ibu.." Ricky menggeleng-gelengkan kepala, lantas tepung-tepung di wajahnya berjatuhan.
"Kalau kamu gak jadi anak ibu, kamu pasti lahir di keluarga kaya nak." Lanjut ibunya, membuat suasana kembali mencekam.
"Ricky tetep mau jadi anak ibu, apalagi kalau ibu kaya." Ricky tertawa getir, disusul senyuman ibunya yang mengisyaratkan kepiluan.
Bercandaan itu yang selalu mereka katakan sejak dulu, ibu dan anak ini sejak lima tahun yang lalu sudah menetap di sebuah rumah kecil di dekat sungai.
****
Kesempatan selalu datang untuk orang-orang yang bertahan, begitulah nasib Ricky walaupun selalu dihadapkan pahitnya kenyataan namun selalu saja mendapat kesempatan. Semester depan dia naik kelas sebelas, namun beasiswa sekolah sudah dicabut. Membuat dia berpikir keras agar mendapatkan uang untuk biaya sekolah yang tak sedikit, apalagi ini adalah Jakarta.
Bak dijatuhi rembulan, dia mendapat infomasi tentang sekolah swasta yang menyediakan beasiswa untuk keluarga tidak mampu. Seleksi penerimaan siswa baru tinggal dua hari, dia akan ikut jalur beasiswa bersama lulusan SMP namun dia tak perlu mengulang tahun pertama.
"Kalau Ricky belajar hari ini, besok atau lusa pasti inget bu materinya. Tapi kalau minggu depan di tes lagi, Ricky cuma hapal judulnya."
Ucap Ricky seraya menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya, ibunya tersenyum gemas lantas menepuk-nepuk pundak anak semata wayangnya itu."Janji ya, nggak usah sedih kalau nggak lolos. Ibu juga bisa biayain kamu sekolah reguler!" Tangan ibu Ricky semakin bersemangat menepuk bahu anaknya untuk mentransfer kekuatan kasih sayang. Namun bukannya senang, Ricky justru tersentuh dan membuat nafsu makannya mendadak hilang. Semangat ibu untuk menyekolahkannya bahkan lebih besar daripada rasa semangatnya yang akan seleksi besok lusa.
"Kenapa toh? Nggak enak sayurnya?" Ibu menatap Ricky yang berhenti makan, Ricky terdiam cukup lama.
"Kalau bosan, besok kamu beli sate Mang Ade deh di gang depan. Katanya kalau sama ibu dikasih diskon lima persen!" Ucap Ibu Ricky bersemangat, membuat mata Ricky perlahan berlinang.
Ibu Ricky berdiri, memalingkan wajah dari anaknya. Keduanya sama-sama membuang muka tidak ingin terlihat sedih di hadapan orang yang dicintai. Bak berada di palung Mariana, mereka seolah sangat jauh dari kehidupan bahagia di semesta.
Ibu Ricky melangkah menuju kamar, dan menghilang di balik tirai kain lusuh yang tidak pernah diganti sejak mereka menempati rumah ini.
Perlahan Ricky mengusap sudut matanya yang berair, tangannya kembali menyuapkan sesendok nasi dan berusaha menelannya. Biarlah kepahitan hidup tertelan bersamaan dengan nasi yang dia makan.
****
"Bu! Ricky lolos!"
Ricky mendorong pintu rumahnya lantas menghamburkan tubuhnya ke pelukan wanita yang sangat dia cintai. Seketika suasana menjadi haru, ibu Ricky menangis seraya menepuk-nepuk punggung anaknya yang telah berhasil."Bu, Ricky gak bodoh hari ini!"
Ricky melepas pelukannya, menatap ibunya yang menangis haru."Hebat nak!" Ibu mengangguk tersenyum, lantas kembali memeluk anaknya itu.
Kasih komentar dong gaess!!😍
KAMU SEDANG MEMBACA
TERBUNUH SEPI (END) || UN1TY
Fiksi PenggemarSetidaknya satu detik dalam hidup manusia pasti bertemu dengan kesendirian. Penantian menjadi hal yang wajar dalam kehidupan, dan kehilangan menjadi sebuah bumbu dalam pertemuan. Fenly, lelaki yang menganggap kesendirian adalah teman dan penantian...