5

26.1K 3.2K 638
                                    

Berkali-kali Jaehyun melempar senyum lembut pada sosok didepannya. Sosok yang nampak rapuh dengan alat medis menempel ditubuhnya. Tidak ada raut cerah seperti biasa, tidak ada ocehan riang yang selalu mengganggunya.

Hari semakin larut, ia masih betah berdiam diri disana. Menemani Taeyong yang tengah melakukan kemoterapi. Ia sadar ini salah, namun tidak bisa meninggalkan Taeyong sendirian disana. Bukan tak ada orang lain. Hanya saja, ia tahu bahkan sangat paham bagaimana kehidupan sahabatnya itu.

Ya, hanya sebatas sahabat. Namun banyak orang yang salah mengartikan hubungan mereka. Jaehyun dan Taeyong tidak lebih dari sekedar sahabat. Berteman sejak kecil membuat keduanya tahu masalah pribadi satu sama lain. Terkecuali status Jaehyun untuk saat ini.

Pria berlesung pipi itu tahu jika Taeyong menyimpan perasaan lebih padanya. Maka dari itu, ia merahasiakan hubungannya dengan Renjun. Tidak ingin membebani Taeyong dengan hal berat semacam itu. Taeyong tidak sekuat dirinya, sosok itu harus bergelut dengan alat-alat medis setiap kali mendapat tekanan. Kanker darah, hal mengerikan yang menggerogoti tubuh itu lebih dari satu tahun.

Anggap saja Jaehyun egois pada Renjun, karena bertindak seolah ia benar-benar mencintai Lee Taeyong. Walau nyatanya ia hanya ingin melindungi sahabat kecilnya itu. Taeyong tidak punya tempat mengadu selain dirinya. Hidup sebatang kara setelah kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan beberapa tahun lalu. Keluarganya memang kaya, namun tidak mengukur kebahagiannya.

"Jika ingin pulang, pulang saja. Aku tidak masalah disini sendirian. Lagi pula, aku baru boleh pulang besok atau lusa," ujar Taeyong tidak tega melihat raut lelah diwajah tampan Jaehyun. Wajar, pria itu datang dari siang hanya untuk menemaninya melakukan serangkaian pemeriksaan hingga kini.

"Nanti saja setelah ini selesai dan kau tidur," jawab Jaehyun pelan.

"Terimakasih." Taeyong meraih tangan yang lebih besar untuk kemudian ia genggam dengan jemari lentiknya.

Keterdiaman mereka menjadi akhir dari percakapan singkat. Jaehyun memandangi wajah pucat itu dengan lembut. Tak bisa dipungkiri bahwa hatinya tidak rela melihat Taeyong kesakitan. Tubuh kurus itu semakin kurus dan ringkih. Mungkin Taeyong tampak normal jika dalam keadaan baik, tapi itu hanya terlihat dari luar. Jaehyun memperlakukan Taeyong dengan baik hanya karena tak ingin menempatkan luka baru pada sosok itu.

Pemilik marga Jung itu tersentak saat ponsel didalam sakunya bergetar. Diambilnya benda pipih itu. Mengernyit bingung saat mendapati nomor tak asing disana. "Ya, ada apa?" Tanyanya setelah mengangkat panggilan itu.

"Kapan kau akan pulang? Ini sudah lewat pukul sepuluh," ujar seseorang diseberang sana dengan suara takut-takut.

Jaehyun menghela nafas. "Sebentar lagi," balasnya.

"Ya sudah, aku hanya ingin bertanya itu."

Pria Jung itu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku. Mundur saat beberapa perawat dan dokter datang menghampiri lebih tepatnya ke arah Taeyong yang kini memejamkan matanya dengan tenang. Setidaknya sekarang ia bisa pergi, untuk kembali esok hari. Memastikan keadaan Taeyong sudah lebih baik.

.
.
.
.

Derap langkah terdengar saat Renjun tengah mematut diri didepan cermin. Tidak ada yang dilakukannya selain menilai diri sendiri, sudah larut malam. Namun matanya tak kunjung merasakan kantuk. Pikirannya sepanjang hari tertuju pada suaminya. Tentang apa yang dilakukan Jaehyun hingga selarut ini padahal jam kantor sudah berakhir sejak siang.

Siluet seseorang tertangkap ekor matanya. Jaehyun berjalan ke arahnya dengan bahu terkulai lemas. Biasa memang, namun rasanya tetap aneh. "Dari mana?" Tanyanya memberanikan diri.

DESTINY | JaeRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang