17

21.1K 2.1K 198
                                    

Mematut diri didepan cermin dengan lagak tak percaya diri. Piyama satin selutut yang dikenakannya membuat dia terlihat persis seperti seorang wanita. Tangannya memegang seutas pengukur untuk mengukur lebar perutnya.

"Ahh," desahnya kecewa melihat angka yang tertera disana.

Kembali ia memandang tubuhnya yang jelas terpampang pada cermin besar itu. Apa setelah ini bobot tubuhnya akan kembali seperti awal? Bukan apa, ia takut. Takut Jaehyun pergi hanya karena tubuhnya yang tidak lagi sama. Bahkan tak jarang pria itu bercanda mengenai bentuk tubuhnya sekarang. Untuk ukuran ibu hamil, emosionalnya tidak menentu. Terlalu sulit untuk menerima candaan itu.

Satu minggu penuh suaminya selalu pulang larut malam. Tak jarang juga Jaehyun mengerjakan pekerjaan kantornya dirumah. Berkutat dengan tumpukan tugas yang seharusnya tidak lebih penting darinya. Kertas-kertas sialan itu kadang membuat Renjun dirundung cemburu. Tidak siang, tidak malam, tetap saja urusan kantor.

Sejak siang tadi, Jaehyun kembali disibukkan dengan proposal pengajuan kerja sama dengan perusahaan tetangga. Katanya, ia hanya tinggal memahami isi yang akan disepakati. Namun hingga kini, pria itu tidak kunjung keluar dari tempat peradabannya-- ruang kerja. Melewatkan makan siang, bahkan makan malam sekalipun tidak dipedulikannya.

Renjun bukan tidak ada inisiatif mengajaknya, namun ia terlalu malas untuk itu. Ia ingin marah, tapi cukup sadar diri. Apalagi sejak siang Jeno mendadak rewel sebab kemarin baru menjalani check up terakhirnya.

Tangannya mengelus perut yang kian membusung. Berisi satu makhluk yang lama dinanti. Lalu kakinya melenggang keluar kamar, ingin memastikan Jeno tidur dengan nyenyak atau tidak.

"Mommy!"

Teriakan itu menyambutnya saat ia baru saja membuka pintu bercat putih milik anaknya. Seonggok makhluk mungil tengah merenggut diatas ranjang dengan mata berkaca-kaca. Selimut dengan gambar iron man tergeletak mengenaskan saja dilantai. Sejurus kemudian Jeno merentangkan tangannya meminta digapai.

Renjun meraih tubuh anak itu dalam gendongannya. Isakan Jeno membuatnya bertanya-tanya dalam hati. Perihal apa yang membuat anak itu menangis sesegukkan begini.

"Nono tidak tidur?" Tanya Renjun seraya mendudukkan dirinya diranjang. Namun Jeno menggeleng dan mengeratkan pelukan pada lehernya. Anak itu menendang tepian ranjang, bersikeras agar Renjun tidak duduk. "Kenapa menangis? Bukannya tadi sudah mau tidur?"

"Daddy... Daddy... Nono tidak suka Daddy," ucap anak itu ditengah tangisnya.

"Kenapa?"

"Daddy jahat... Daddy suka marah-marah." Adunya serupa baru saja dijahati seseorang.

"Nono melakukan kesalahan?" Renjun senantiasa mengusap punggung kecil itu. Sesekali mengusap kepala Jeno yang berkeringat akibat menangis. Sejujurnya, disituasi ini ia tidak kuat berdiri lama. Selain kakinya yang mudah pegal,  bobot tubuh Jeno juga menjadi faktornya.

"Nono hanya ingin tidur dengan Daddy, tapi Daddy marah. Katanya Nono tidak bisa diam, Nono nakal," adu si kecil lagi. Tangisnya semakin menjadi.

"Ssstt... Berhenti menangis, ya? Nono kan sedang demam, nanti kalau tambah sakit bagaimana? Sudah ya, nanti Mommy marahi Daddy-mu." Renjun menimang anak itu. Menepuk pelan punggung Jeno agar anak itu merasa lebih tenang.

Renjun meluruskan tatapannya. Bahkan pada anaknya saja Jaehyun bisa marah? Keterlaluan memang.

Setelah mendengar dengkuran halus, Renjun melirik sekilas wajah anaknya yang berada dibahunya. Berjalan menuju ranjang untuk menidurkan anak itu. Keringat dingin membasahi wajah hingga leher Jeno. Wajah anak itu sembab akibat menangis. Tidak tega dengan itu, Renjun tergerak untuk mengganti baju yang sudah lepek. Mengusap tubuh Jeno dengan handuk sebelum memakaikan baju yang baru untuk anaknya.

DESTINY | JaeRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang