8

26.2K 2.8K 481
                                    

Pagi ini Renjun terbangun saat merasakan tempatnya berbaring bergerak pelan. Pergerakan halus terjadi disampingnya, netranya terbuka perlahan. Sinar matahari yang terhalang gorden itu menjadi cahaya satu-satunya. Kepalanya menengok ke samping, tepatnya pada pria yang masih lelap dalam tidurnya. Satu hal yang menyita perhatiannya, hingga kedua matanya terbuka sempurna.

Sosok makhluk mungil yang bergerak gelisah diatas tubuh besar Jaehyun. Kepalanya mengusak diantara perpotongan leher Jaehyun. Rengekan yang serupa bisikan menguar dari bibir mungilnya. Renjun ingin meraih tubuh itu, namun terlalu segan sebab belum diperkenalkan secara resmi oleh Jaehyun.

"Daddy..." Lirih Jeno memeluk leher ayahnya erat. Berharap sosok tinggi besar itu segera membuka mata. "Daddy sakit," ucapnya lagi kini dengan bibir melengkung menahan tangis. Air mata menggenang dipelupuk matanya.

"Eungh." Jaehyun mengerang pelan. Tangannya tergerak untuk menepuk pantat anak diatasnya. Ia tahu Jeno sering rewel saat bangun tidur.

"Daddy! Gigi Nono sakit." Makhluk kecil itu menampar pipi ayahnya dengan kesal di ikuti suara tangisnya yang meraung meminta Jaehyun untuk segera bangun dan meninggalkan alam mimpinya dengan segera.

Renjun gelagapan ditempatnya. Ia bangun dan meraih Jeno dalam pangkuannya. Mencoba bertanya pada anak yang semakin keras menangis itu. "Dimana yang sakit, hm?" Tanyanya lembut. Ia meraba pipi gembil anak itu.

"I-ini." Jeno menunjuk pipi kanannya. "Sakit, sakit," rengeknya beralih memeluk leher Renjun dan menangis disana. Renjun memilih bangkit dari tempat tidur, membawa anak itu dalam gendongannya.

"Bangun, Jae!" Ia mengguncang bahu pria yang masih sibuk menutup mata. Menulikan telinga dengan tangis yang luar biasa keras itu. "Jung Jaehyun!" Sentaknya hingga kelopak mata itu terbuka dan menampilkan netra cokelat gelap.

"Astaga, ada apa? Aku bahkan baru tidur pukul tiga tadi," dengus Jaehyun tak terima waktu tidurnya diganggu. Si mungil menggeram garang, ingin sekali memukul kepala yang entah berisi otak atau tidak. Mencakar wajah tampan itu sepertinya akan menjadi hal yang menyenangkan.

"Kau pikir habis apa kau tidur pukul tiga, huh?! Jika kau lupa, kau menunggangiku berjam-jam!" Pekiknya kesal. Jeno kembali menangis karena terkejut dengan suara melengking itu. "Cepat bangun atau aku bawa kabur anakmu ini!"

"Aish iya-iya!"

"Lain kali tidak akan aku biarkan dia memasukiku sesukanya." Renjun bergumam seraya berjalan meninggalkan kamar dengan Jeno dalam gendongannya. Sifat cerewet dan frontal miliknya telah kembali. Jeno, anak itu masih sesegukan dengan sisa tangisnya.

"Tidak bisa begitu, sayang." Jaehyun berujar keras mendengar penuturan Renjun yang seakan menjadi sindiran untuknya. Lagi pula bukan sepenuhnya salahnya, toh semalam Renjun tidur terlentang diatas ranjang dengan hanya mengenakan kaur oblong dan celana sepaha tanpa menggunakan selimut. Sebagai seorang pria yang memang kebutuhan biologisnya baru terpenuhi beberapa kali, itupun hanya Renjun yang melayani, Jaehyun tergoda.

Mereka kembali tinggal dalam satu atap sudah lebih dari satu bulan. Keadaan perlahan membaik, Jaehyun sedikit demi sedikit merubah sifat kasarnya. Renjun melayani suaminya seperti selayaknya, memasak untuk Jaehyun dan anak yang kini berada dalam dekapannya.

Renjun tidak ingin saat Jaehyun hendak membawanya kembali ke rumah mewahnya. Ia mengatakan tidak akan pernah kembali pada pria itu jika Jaehyun bersikukuh membawanya ke rumah yang menurutnya terlalu banyak menyimpan pilu untuknya. Berakhir dengan mereka kini menetap didalam salah satu unit apartemen mewah. Jaehyun memboyong anak istrinya, memberi fasilitas lengkap untuk keluarga kecilnya.

Omong-omong, Jaehyun belum mengatakan kepada Jeno bahwa Renjun juga adalah ibunya kini. Pria itu terlalu jarang dirumah, sibuk dengan urusan pekerjaan setelah mereka rujuk. Renjun memaklumi, namun sesekali ia melihat Jeno menangis sendirian dalam kamarnya. Menyebut nama ayah atau bahkan ibunya. Meskipun Jeno hanya anak kecil, namun kecanggungan antara mereka sering terjadi. Renjun selalu bingung bagaimana cara memulai percakapan dengan anak kecil.

DESTINY | JaeRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang