11

22K 2.4K 266
                                    

Pukul sebelas malam Renjun masih terjaga. Menanti Jaehyun yang tidak kunjung pulang sejak berpamitan sore tadi. Entah kemana perginya, Renjun tidak tahu. Pria itu hanya bicara akan keluar sebentar.

Ruang tengah hanya di isi oleh suara detak jam juga televisi yang sengaja dinyalakan. Renjun memusatkan pandangannya pada layar datar didepannya, namun pikirannya berkelana jauh. Masih seputar Jaehyun, pria itu tidak pernah pulang selarut ini setelah hubungan mereka membaik.

Semakin larut, tubuhnya semakin lemas. Renjun lelah tanpa alasan, sedari tadi ia hanya berdiam diri, lalu sesekali ke kamar mandi untuk buang air kecil.

Suara dari pintu membuatnya mendongak secepat kilat. Ia berdiri menyambut kedatangan Jaehyun.

"Kenapa baru pulang?" Tanyanya seraya mendekat ke arah suaminya yang berjalan lesu. Raut wajahnya seperti orang suntuk dan banyak pikiran. "Kenapa?"

"Tidak apa-apa. Hanya sedikit lelah, kenapa belum tidur?" Jaehyun memeluk istrinya. Mengusap punggung Renjun dengan pelan.

"Tidak ingin, aku menunggumu," jawab Renjun. Ia sedikit mengernyit, "kau merokok?" Tanyanya.

"Sedikit."

Mereka berjalan menuju sofa. Mendudukkan diri disana, bersebelahan dengan Renjun yang kini merenggut. "Bau, ganti baju! Gosok juga gigimu!" Titahnya seraya menarik baju Jaehyun sedikit. Baunya memang tidak seberapa, bahkan mungkin tidak tercium sama sekali. Namun Renjun yang sekarang memiliki penciuman sensitif menangkap dengan baik bau yang menguar dari suaminya itu.

"Renjun," ujar Jaehyun memelas. "Aku baru datang."

"Ya memangnya kenapa?" Sinis Renjun.

"Aku capek!"

Renjun menghembuskan nafas pelan. Diusapnya perut yang masih rata itu dengan mata berkaca-kaca. Suasana hatinya memburuk mendengar nada tegas dari Jaehyun. "Ya sudah, tidak apa-apa," ucapnya. Ia mematikan televisi, lantas beranjak pergi dari sana. Membawa kakinya untuk melangkah menuju kamar mereka. Jaehyun tidak salah, hanya moodnya saja yang mudah berubah-ubah. Renjun sendiri sering jengkel dengan dirinya, sesekali senang, lalu sedih tanpa alasan yang jelas.

"Hei, kenapa?" Jaehyun mengejar dibelakangnya. Mencekal pergelangan tangannya saat Renjun hendak merebahkan tubuhnya ditempat tidur. Ia menangkup wajah yang kini sudah basah oleh air mata. Ia mengerti bagaimana Renjun sekarang, sebisa mungkin ia menampung kesabaran lebih. "Menangis? Aku salah bicara?" Tanyanya lagi.

Si manis menggeleng. "Aku tidak tahu, aku tidak suka kau bentak," cicit Renjun.

"Siapa yang membentak? Aku hanya bicara biasa tadi," diusapnya pelan air mata yang masih setia mengalir dipipi gembil Renjun. "Maaf."

"Darimana saja? Aku menunggumu sejak tadi, Jeno juga menunggumu sebelum tidur. Dia rewel, ingin ditemani tidur olehmu." Renjun bertutur saat Jaehyun menariknya untuk kembali dalam pelukannya. Sedikit meremat baju yang dikenakan pria itu, tidak peduli lagi dengan bau rokok yang menusuk penciumannya.

"Aku dari rumah ayah dan ibu, bicara sebentar. Setelah itu bertemu dengan teman lama."

"Aku ingin sekali memelukmu tadi," ucap Renjun lagi.

"Sekarang?"

"Tidak."

Jaehyun terkekeh mendengarnya. "Ucapan dengan kenyataan tidak pernah sesuai, ya." Cibirnya seraya melepaskan lengan Renjun yang melingkar di pinggangnya.

"Jaehyun!"

"Iya, iya." Pria itu tergelak saat Renjun semakin mengeratkan lengannya. Tidak terima saat ia mencoba melepaskan diri. "Katanya sekarang tidak, kenapa tidak dilepas saja?"

DESTINY | JaeRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang