10

26.1K 2.6K 364
                                    

Terhitung satu minggu setelah malam dimana mereka menghabiskan waktu bersama. Saat dimana Renjun memberitahu tentang kehadiran calon anak mereka.

Waktu terasa lebih lambat dari biasanya untuk Jaehyun. Pria itu hanya mampu bercumbu dengan empuknya tempat tidur, dibelai oleh hangatnya selimut tebal. Lantas kesadarannya direnggut oleh buaian bantal. Jaehyun tak sanggup untuk sekedar pergi ke kamar mandi sendirian. Tubuhnya membutuhkan topangan untuk berdiri.

Selama itu pula Renjun tidak pernah jauh dari jangkauan suaminya. Melayani saat dibutuhkan, menemani saat semua sedikit membaik. Ada rasa iba yang menggelayuti hatinya. Perihal Jaehyun yang satu minggu ini dilanda mual dan pusing berlebihan. Ia kasihan, namun juga merasa lega saat di pria Jung tidak banyak mengeluh.

Dalam satu hari ini saja, terhitung sudah enam kali mereka bolak-balik ke kamar mandi hanya untuk mengeluarkan isi lambung. Jaehyun terlihat semakin pucat dan lemah. Seperti saat ini, Jaehyun menunduk didepan wastafel dengan Renjun yang setia mengurut tengkuknya dengan lembut. Suhu badan pria itu naik sejak pagi tadi, Jaehyun demam.

"Pusing," lirih Jaehyun kemudian. Ia berbalik menatap Renjun lemah, tangannya bertopang pada tepian wastafel.

Renjun mengangguk pelan. Ia kembali memapah Jaehyun untuk masuk ke dalam kamar. Membatu pria itu duduk dengan perlahan. Sementara ia berdiri didepan Jaehyun dengan tangan mengusap pelan rambut lebat suaminya. "Kita ke rumah sakit saja, ya?" Tawarnya khawatir dengan kondisi Jaehyun yang dirasa semakin memburuk. Ia sudah dua kali memanggil dokter ke rumah, namun masih tetap sama.

"Tidak perlu, besok juga sembuh," bantah Jaehyun menggeleng pelan. Ia memeluk pinggang istrinya, mengusakkan kepalanya pada perut itu.

"Tapi ini sudah tidak wajar, seminggu kau terus-terusan begini. Sekarang kau juga demam, aku takut kau kenapa-kenapa. Ke rumah sakit, ya?" Bujuk Renjun sekali lagi. Ia masih tetap mempertahankan posisinya. "Biar kau dapat asupan juga, kau tidak makan sama sekali dari kemarin."

"Renjun?" Panggil Jaehyun.

"Hm?"

"Apa ini bentuk balas dendam untukku?"

Renjun mengernyit bingung. "Maksudmu?"

"Dulu aku jahat padamu, apa ini balasan dari Aegi untukku?" Tanya Jaehyun sedikit jelas ia mendongak menatap wajah ayu istrinya dari bawah. Dari segi manapun, tidak ada hal yang mampu merusak keindahan Renjun. Renjun terlalu sempurna dari segala aspek yang Jaehyun tahu.

"Ah, mungkin," balas Renjun. "Jadi, bagaimana?" Tanyanya kemudian.

"Apa?"

"Ke rumah sakit?"

"Tidak mau," rengek pria bongsor itu.

"Aish menjijikan, ingat umur dan tubuhmu! Tidak pantas sekali," cibir Renjun terang-terangan seraya bergidik ngeri. Setelahnya ia mengusap helaian hitam suaminya.

"Aku menikmati momen ini, Renjun. Aku bersyukur karena yang merasakan ini adalah aku, bukan kau. Dia tahu, ibunya terlalu lembut untuk merasakan sakitnya," tutur Jaehyun diakhiri kecupan lembut pada perut datar yang tidak sedatar dulu.

Renjun merasakan hangat menjalari dadanya. Getaran itu semakin nyata dirasakan saat pandangan mereka bertemu. Kini ia tahu bagaimana sifat Jaehyun sebenarnya. Pria bengis itu sebenarnya adalah sosok yang hangat, memiliki pandangan hangat dan menenangkan.

"Cepat pulih, ayahnya anak-anak." Pada akhirnya hanya itu yang mampu diutarakan Renjun. Ia benar-benar dibungkam dengan kesenangan yang masih asing namun mampu membekukan setiap saraf tubuhnya.

"Terimakasih, ibunya anak-anak," jawab Jaehyun terkekeh pelan. Diusapnya lembut perut Renjun. "Sehat selalu kecebong-nya Daddy, tumbuhlah dengan baik. Tunjukkan pada ibumu, kau turunan Daddy yang kuat," monolog Jaehyun.

DESTINY | JaeRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang