Akhirnya, jadwal sidang skripsi Rezanta dan Renata sudah ditetapkan.
Segala persiapan dilakukan. Melengkapi materi dan revisi dilakukan sebaik mungkin, sesuai arahan dosen pembimbing. Kesehatan tentu saja dijaga. Doa pun kencang dipanjatkan. Entah berapa puluh, beratus atau beribu doa dibisikan dari bumi menuju langit. Baik doa yang dipanjatkan secara pribadi, maupun doa yang sengaja mereka minta dari orang lain.Mereka berpikir, semakin banyak orang yang mendoakan, semakin banyak pula peluang terkabulnya doa? Kita kan tidak tahu doa siapa yang akan disegerakan ijabahnya. Siapa tahu doa mustajab itu justru datang dari orang-orang yang kita mintai doanya. Bisa jadi mereka yang terlihat 'biasa' di bumi, tapi 'luar biasa' di langit. Namanya harum mewangi dan derajatnya tinggi di sisi Sang Khalik.
"Kayaknya kita gak bakal bareng wisudanya deh " ucap Audi lesu. "Tetep lo yang pertama, Ren."
"Yoi. Kita baru mau daftar sempro 2. Minggu depan lo udah sidang skripsi." tambah Nadine. "Jauh. Susah kekejar."
"Jangan pesimis gitu dong." Seru Renata. "Jadwal wisuda terdekat kan masih lama. Ada tiga atau empat bulanan lagi, kan? Siapa tau dalam waktu itu skripsi kalian beres. Yok, yok, semangat! Gas-keun!"
"Kalo dosbingnya model dosbing lo sih, gue bisa optimis." Respon Audi. "Lha ini Pak Ruhiyat sama Bu Lilis."
"Ho-oh!" tambah Jasmine. Dosen pembimbingnya memang sama dengan dosbing Audi dan Nadine. "Kesel gue sama Pak Ruhiyat sama Bu Lilis. Udah rese, slow respon lagi."
"Revisi mulu. Padahal kita udah nurutin arahan mereka." Nadine tak kalah menggerutu. "Mana Bu Lilis sih sampe dikejar-kejar ke rumahnya. Jauh lagi. Beuh!"
"Nyesel gua pilih mereka jadi dosbing. Tau gitu milih Pak Ganjar sama Bu Febi aja. Iya gak, Min, Nad?" Mata Audi bergerak bergantian pada Jasmine dan Nadine, yang dibalas anggukan oleh keduanya. "Tadinya gue pikir bakal lancar jaya sama mereka."
"Pak Ganjar sama Bu Febi emang the best." Renata mengacungkan dua jempol buat kedua dosen pembimbingnya yang fast respon, sabar dan membantu sekali kelancaran penyusunan skripsinya. Juga skripsi Reza.
"Lope-lope porever-lah," lanjutnya dalam bahasa Inggris versi Sunda. Katanya, orang Sunda itu gak bisa bilang 'F'. Makanya selalu digantikan dengan huruf 'P'. Wakakak, ngadi-ngadi, ya?
"Rezeki calon penganten kali, ya?!" celetuk Nadine sambil terkekeh. "Biar cepet halal."
"Nah, itu, bisa jadi." Respon Renata mengimbangi candaan sahabatnya. "Ya udah kalian juga cepat program married aja. Siapa tau langsung dimudahkan sama Allah."
"Married pala lo!" cibir Nadine. "Sama siapa? Jones gini. Jomblo ngenes."
"Jangan blak-blakan gitu, Nad! Kasihan gue liatnya. Hahaha."
"Lagu lo kasihan. Senasib juga, dodol."
"Hahaha, iya ya."
Mereka pun tertawa bersamaan.
"Lo gak usah ketawa!" Audi mendelik pada Renata"Kesannya ngejek kita, tau! Mentang-mentang udah sold out."
"Hahaha... Sensi amat, Bu." Renata malah terkekeh mendengar kalimat jutek sahabatnya. Dua kali dia mendengar kata sold out. Pertama dari Ayahnya, sekarang dari sahabatnya. "Lagi PMS, ya, Bu?"
"Tau aja si Eneng."
"Pokoknya siapa pun di antara kita yang maju duluan, baik wisuda, nikah atau yang lainnya, kita tetap harus saling support. Dan persahabatan kita harus tetap terjaga sampai akhir hayat. Aamiin."
"Aamiin." Renata, Jasmine dan Audi mengamini ucapan Nadine.
Kemudian mereka kompak berpelukan ala Teletabies. Tanpa sadar, di masing-masing sudut mata cantik mereka, menggenang bulir-bulir bening air mata. Bahagia dan haru merasakan indahnya persahabatan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desirable Love ( End )
ChickLitHanya karena beberapa kali didatangi malaikat maut di mimpinya, Rezanta Pramudya mendadak ingin menikah. Dia pun melelang dirinya di hadapan teman-teman sekelasnya. "Hahaha... sebeken apapun lo di luar kelas kita, gak bakalan lo dilirik cewek-c...