20. GLADI RESIK LAMARAN

1K 126 2
                                    

      Selepas ashar, Rezanta CS sudah berkumpul di lapangan futsal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


      Selepas ashar, Rezanta CS sudah berkumpul di lapangan futsal. Nathan, adik Niko, diajak main futsal karena tim mereka kurang satu pemain. Untung saja remaja SMA berperawakan tinggi kurus itu tidak menolak.

     Karena lama tidak bermain futsal membawa efek tak menyenangkan untuk tim futsal Reza. Selain gerakan tidak luwes, nafas pun ngos-ngosan, mudah capek. Alhasil, tim lawan menang telak.

      Niko, sang kiper, sedang berbaik hati pada lawannya. Bola dengan mudah membobol gawang yang dijaganya. Tentu saja hal ini mengundang luapan kegembiraan dari tim lawan sekaligus dumelan beruntun dari teman-teman satu timnya.

    "Gini nih resikonya kiper yang suka bobol gawang anak orang," dumel Dean di akhir pertandingan. "Jadinya aja gawang futsal kita bobol mulu."

    "Sorry, euy, sorry." Niko menggaruk kepala belakangnya sambil nyengir, merasa bersalah gagal menjadi kiper. Diakuinya, tadi dia memang tidak fokus. Padahal biasanya dia penjaga gawang andalan. "Sorry, gue gak fokus. Tanding ulang aja besok, gimana?"

    "Tapi kalo ajep-ajep pasti gak ada kata 'gak fokus'," sindir Dean diiringi kekehan.

    "Hush, jempe, Kabayan!" Dengan matanya, Niko memberi kode untuk tak membahas hal tersebut, sambil menunjuk ke arah Nathan, adiknya, yang berada tak jauh dari mereka. Bagaimana pun dia tak ingin keluarganya tahu akan perilaku buruknya, terutama di mata Nathan dan Nathania, kedua adik kembarnya. Sebagai 'kakak sulung' dia ingin citranya tetap oke di mata mereka.
"Aya budak letik, ulah sagawayah ngomongna. Bisa digantung gue kalo dia lapor nyokap bokap."

(Hush Diam! Ada anak kecil, jangan sembarangan ngomongnya.)

    "Moal kadenge, keur asik nelepon!" Dean menunjuk Nathan dengan dagunya. Benar aja, anak SMA kelas sebelas itu sedang asik dengan benda pipih pintar yang ditempelkan di telinganya. "Aman!"

(Gak bakal kedengeran. Lagi asik nelepon)

      Niko mengangguk sambil mengangkat jari membentuk simbol 'oke'. Dilapnya sisa keringat di wajah, leher, tengkuk dan rambutnya dengan handuk kecil yang sengaja dibawanya.

    "A Niko... Nathan pulang duluan, ya?!" Selesai bertelepon, Nathan mendekati kakak sulung dan teman-temannya. "Barusan Leon telepon nanyain PR. Keingetan deh belom ngerjain."

    "Gak jadi ikut ke coffee shop-nya A Reza?"

    "Woy, punya adik rajin belajar malah dihasut main!" teriak Rezanta. Dilemparnya buntelan handuk kecil bekas melap keringatnya. Kemudian matanya memutar ke arah Nathan. "Iya, gak papa pulang duluan, Nat. PR lebih penting dong. Ke coffee shop mah gampang, bisa kapan aja. Hubungi A Reza aja kapan mau ke sananya. Gratis buat Nathan mah. Nathania juga bisa lo ajak kok."

    "Sippp!" Nathan men-toss tangan Rezanta. "Pulang duluan ya?!"

   "A Niko anter, Nat!" Niko langsung berdiri, mencari kunci motor dan helm.

Desirable Love ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang